Ikuti Kami

Riezky : Sumsel "Raksasa Tidur" Di Sektor Pangan!

Produksi Gabah Kering Giling (GKG)  di SUmatera Selatan mencapai  1. 040. 355 Ton

Riezky : Sumsel
Anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia.

Palembang, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia menilai rencana beberapa Menteri yang mengimpor 1 juta ton beras  tidak perlu dilakukan. 

Politisi PDI Perjuangan itu menyatakan, apabila produksi pangan nasional dirancang secara serius di Sumatera Selatan (Sumsel), 1 Juta ton beras yang akan diimpor tidak diperlukan.  Sebab di Sumsel produksi Gabah Kering Giling (GKG)  mencapai  1. 040. 355 Ton

"Sumatera Selatan ini ibaratnya 'Raksasa Tidur' dalam sektor pangan. Artinya  memiliki potensi yang besar namun belum tergarap secara maksimal," ujar Riezky. 

Baca: Serapan Gabah Petani Rendah, Ganjar Cek Gudang Bulog

Politisi asal Sumsel itu melanjutkan, ada 2 Juta hektar lahan rawa saat ini. Dan dari luasan itu, hanya 17 % yang termanfaatkan. 

Maka, ungkap Riezky,  langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengoptimalkan manajemen air  melalui tanggulisasi, kanalisasi dan pompanisasi sehingga produksi padi akan meningkat signifikan.

Lalu kedua, ujar Riezky, harus ada zonasi atau klaster pertanian berdasarkan potensi kabupaten / kota. Dan ketiga, hulu sektor pangan harus dimaksimalkan. Lalu untuk hilirisasi perlu infrastruktur yang memadai agar siklus supply chain dapat maksimal.

"Dan ketiga Kementrian teknis harus berkolaborasi dalam situasi pandemi yang belum diketahui akan berakhir," ujar Riezky. 

Baca: DPR Minta Bali Prioritas Sosialisasi Kartu Prakerja

Apabila pemerintah pusat secara serius dan sistematis membangun jejaring hingga tingkat desa secara nasional, menurut Riezky impor beras  hanya menjadi kepentingan para pedagang kuota impor. 

"Ditambah lagi penguatan sektor hulu yang harus dimaksimalkan, serta di sektor hilirisasi juga membutuhkan dorongan inovasi dari Pemerintah Provinsi hingga kabupaten dan kota. Dengan begitu, kedaulatan pangan bisa terwujud, ” tambah Riezky 

"Stop ego sektoral, gotong royong membangun negara butuh kesamaan frekuensi political will agar masyarakat petani, nelayan dan sekitar hutan merasakan manfaatnya" tutupnya.

Quote