Ikuti Kami

Amandemen Terbatas, PDI Perjuangan Sependapat dengan Jokowi

Amandemen terbatas hanya bersentuhan dengan haluan negara, tak mengubah tata cara Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

Amandemen Terbatas, PDI Perjuangan Sependapat dengan Jokowi
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Foto: kompas.com.

Jakarta, Gesuri.id - Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa amandemen terbatas hanya bersentuhan dengan haluan negara, tidak mengubah tata cara Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

"Jadi pendapat PDI Perjuangan sama dengan Presiden. Hanya ada yang melakukan framing sehingga dipersepsikan berbeda," ungkap Hasto melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (16/8).

Baca: PDI Perjuangan Ajak Nasdem Dukung GBHN

Demikian pula dengan pendapat Jokowi bahwa dunia telah bergerak cepat dan dinamis sehingga harus diresponse cepat. Hasto mengatakan kecepatan itu instrumen, akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bergerak revolusioner. Kecepatan itulah yang mendinamisir.

Namun, kata Hasto, dalam mengelola negara tetap berpijak pada hal fundamental, yakni haluan negara. Dia menambahkan, implementasi strategisnya diperlukan kebijakan operasional seperti penelitian, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, SDM yang handal.

"Contoh sederhana ketika hari ini Presiden Jokowi memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan. Keputusan ini cepat, menjawab berbagai tantangan," kata Hasto.

Namun, Hasto menilai, keputusan itu harus diletakkan dalam cara pandang jauh ke depan, melampaui dimensi waktu 50-100 tahunan, bahkan lebih. Keputusan tersebut juga harus dilihat dalam perspektif geopolitik dan geostrategis, yang dalil pokoknya sama, namun implementasinya bisa dipengaruhi oleh dinamika politik global-internasional dan perkembangan teknologi.

"Cita-cita pokoknya tetap sama, yakni Indonesia membangun peradaban dunia melalui suatu tatanan dunia baru yang anti penjajahan dan penindasan. Dengan demikian untuk urusan pemindahan ibu kota, diperlukan haluan negara agar utuh cara pandangnya," papar Hasto.

"Sekiranya presiden pasca 2024 merubah hal tersebut hanya karena undang-undang bisa diubah, maka disitulah terjadi ketidak pastian arah pembangunan. Karena itulah mengapa haluan negara diperlukan sebagai tanggung jawab, konsistensi, dan kepastian bagi arah masa depan dengan landasan politik yang kuat, yakni Ketetapan MPR," tambahnya.

Hasto menuturkan, penataan sistem politik Indonesia telah dilakukan melalui amandemen sebanyak 4 kali. Sebelumnya, amandemen  dilakukan berdasarkan euforia demokrasi dan agenda reproduksi gaya politik global, one man one vote, yang ternyata bersifat kapitalistik-liberal, penuh dengan transaksi politik uang, dan mahal.

Amandemen terbatas, kata Hasto, hanya khusus menyentuh haluan negara. Suatu kebijakan pokok yang menempatkan ideologi Pancasila sebagai dasar dan bintang pengarah.

"Suatu perencanaan menyeluruh yang mengikat seluruh lembaga negara, mengintegrasikan pemerintah pusat dan daerah, dan menentukan arah masa depan rakyat Indonesia, sehingga derap pembangunan negara berjalan seirama, berkesinambungan, dan membentuk kedaulatan politik, ekonomi, dan kebudayaan sebagai satu kesatuan," papar Hasto.

Oleh karenanya, kata Hasto, Indonesia sebagai pertemuan peradaban besar dunia, memiliki tanggung jawab untuk mencapai taraf kemajuan dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk tanggung jawab bagi masa depan dunia yang kebih damai dan berkeadilan. 

"Jadi haluan negara adalah tugas sejarah untuk solidnya pergerakan kemajuan Indonesia Raya," tegasnya.

Baca: Manipol USDEK, GBHN di Era Bung Karno

Sebelumnya juga diketahui bahwa Jokowi menolak usulan amandemen terbatas UUD 1945 untuk mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan menghidupkan kembali menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara atau GBHN.

"Saya ini kan produk pemilihan langsung," ujar Jokowi ketika makan siang bersama para pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, (14/8).

Quote