Ikuti Kami

Mahfud: Nelayan Keluhkan CSR Pertamina Berindikasi Fiktif 

Juga mengeluhkan pengeboran berdampak pada penghasilan tangkap nelayan yang berkurang dan biaya yang semakin mahal.

Mahfud: Nelayan Keluhkan CSR Pertamina Berindikasi Fiktif 
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Mahfud, S. Ag.

Bangkalan, Gesuri.id - Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Mahfud, S. Ag., menerima keluhan para nelayan tentang realisasi program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina Hulu Energi–West Madura Offshore (PHE-WMO) CSR PHE WMO, pada kunjungannya ke Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan.

Baca: PDI Perjuangan Pastikan Tak Inginkan Presiden Tiga Periode

Menurut Mahfud, mereka mengeluhkan program yang digelontorkan oleh PHE-WMO yang tidak tepat sasaran, bahkan ada indikasi “fiktif”.   

Mereka juga, lanjutnya, mengeluhkan pengeboran tersebut berdampak pada penghasilan tangkap nelayan yang berkurang dan biaya yang semakin mahal.

Menanggapi keluhan para nelayan tersebut, Mahfud berkomitmen akan mengawal aspirasi nelayan ke tingkatan DPRD Jatim. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk memperjuangkan aspirasi para nelayan.

“Ternyata ini sangat menyedihkan bagi masyarakat nelayan. Dan ini juga tanggungjawab kami selaku wakil dari masyarakat Madura untuk memperjuangkan hak mereka. Langkah kami yang pertama, aspirasi ini akan kami diskusikan dengan teman-teman DPRD Jatim yang lain. Dan kami juga akan mengusahakan untuk mengundang semua pihak,” jelas Mahfud.

Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur menjelaskan, pihaknya akan mempelajari persoalan CRS PHE-WMO dengan seksama. Ia akan mencari informasi dari berbagai pihak.

“Yang jelas kami akan memanggil semua pihak. Sebagai langkah check and balance. Kami juga akan dalami dan gali berbagai informasi. Kalau nanti memang tidak pernah ada CSR bagi masyarakat terdampak, ini kan bisa lari ke ranah yang lebih serius, bahkan bisa dievaluasi keberadaan perusahaan PHE-WMO ini,” jelas Ketua IKA PMII Surabaya tersebut.

“Dulu tangkapan kami mencukupi kebutuhan keluarga, Pak. Nah, setelah ada pengeboran muncul aturan yang tidak boleh mencari ikan di sekitar pengeboran. Padahal di situ tempat ikan, sehingga kami harus luntang-lantung ke jarak yang lebih jauh. Kami pun harus mengutang biaya solar. Itu pun kadang tidak maksimal pendapatannya, Pak. Dan kami tidak pernah mendapatkan bantuan dari PHE-WMO ini, Pak,” ujar Fahri, salah seorang nelayan.

Bahkan, jelas Fahri, banyak nelayan yang harus menjual perahunya karena tidak mampu membayar biaya transportasi.

“Perahu saya sampai saya jual, Pak. Karena tidak bisa membiayainya. Sekarang saya menjadi buruh pada nelayan yang lain, yang mampu beli solar,” jelas Fahri.

Dalam menyampaikan aspirasinya, para nelayan didampingi oleh FKPP (Forum Komunikasi Pengusaha dan Pemuda) dan JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan) Bangkalan. Mereka melihat, sejauh ini CSR PHE sampai belum memberikan kontribusi pada masyarakat terdampak.

“Jadi mulai 2013 tidak pernah ada CSR ke nelayan, bahkan CSR itu salah sasaran. Sebenarnya, kalau berbicara regulasi, seharusnya CSR itu difokuskan ke nelayan dulu. Baru kalau nelayan sudah tercover kebutuhannya, tidak apa apa CSR itu dilarikan pada isu lingkungan,” ujar Ketua JPKP Bangkalan, Ahmad Zainuddin.

Baca: 2,5 Juta Warga DKI Belum Divaksin? Lacak Lewat RT & RW !

Sementara itu, Sekretaris FKPP Bangkalan, Syarifuddin, berharap Mahfud dapat memperjuangkan aspirasi para nelayan. Ia berharap, CRS itu dapat dirasakan oleh para nelayan yang terdampak. Jika memungkinkan, pihak PHE-WMO dipanggil ke DPRD Jatim.

“Jelas, kami berharap polemik ini ditindaklanjuti Pak Mahfud. Ini kan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Ke depan perusahaan PHE yang sudah mengekploitasi migas ini memberikan insentif pada para nelayan yang terdampak. Ini merupakan amanah Perda Bangkalan No 3 Tahun 2016. Dan yang terdampak adalah nelayan. Jadi CSR itu untuk para nelayan dan para nelayan tidak pernah mendapat kan insentif dari PHE,” jelas Syarifuddin. Dilansir dari pdiperjuanganjatim.

Quote