Ikuti Kami

Legislator PDI Perjuangan: Angket terhadap Penyelenggaraan Pemilu Bukan Kali Pertama Bergulir

Wacana digulirkannya Hak Angket sesuai dengan perundang-undangan merupakan sesuatu yang wajar.

Legislator PDI Perjuangan: Angket terhadap Penyelenggaraan Pemilu Bukan Kali Pertama Bergulir

Jakarta, Gesuri.id -- Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, I Wayan Sudirta mengatakan, hasil Pemilu 2024 lalu bisa jadi dianggap tidak memiliki legitimasi karena pada prosesnya sarat dengan berbagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Oleh sebab itu, lanjut Wayan, wacana digulirkannya Hak Angket sesuai dengan perundang-undangan merupakan sesuatu yang wajar karena pada dasarnya Hak Angket ini merupakan hak DPR untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran yang telah dilihat oleh masyarakat dan membutuhkan penjelasan dan/atau perbaikan.

"Karena faktanya, sebagian masyarakat menganggap bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 lalu sarat dengan kesalahan, kesewenangan, penyalahgunaan kewenangan, dan berbagai pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM)," ujar Wayan, Selasa (27/2/2024).

Wayan juga mengaku mewajari, jika dalam pembahasan di ruang publik, terjadi pro dan kontra tentang penggunaan Hak Angket ini. Hal ini tentu wajar mengingat ada pihak-pihak yang diuntungkan dengan penyelenggaraan Pemilu 2024 ini atau memang merasa bahwa hal-hal yang "dituduhkan" bukan merupakan pelanggaran hukum atau tidak memiliki data yang valid.

"Ingat penggunaan hak angket adalah hal yang berbeda dengan penyelesaian perselisihan hasil pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, sebagaimana juga telah dijelaskan oleh berbagai Pakar Hukum khususnya Pakar Hukum Tata Negara," jelasnya.

Sebagaimana diketahui, Hak Angket merupakan hak konstitusional Anggota DPR sebagai representasi rakyat yang diatur dalam Konstitusi dan UU MD3 yang tentu dalam pengesahan mekanismenya membutuhkan syarat formil dan materiil.

"Hak Angket merupakan salah satu hak "bertanya" dari DPR terhadap Pemerintah, terlepas dari adanya unsur atau tujuan politis dari anggota DPR atau Fraksi yang mewakili partai politik," ujarnya.

Karena menilik dari asal katanya, angket ini merupakan daftar pertanyaan yang dalam hal ini akan ditanyakan ke pemerintah tentang suatu kebijakan atau pelaksanaan dari undang-undang. DPR akan menguji pelaksanaan seuah kebijakan pemerintah dengan prinsip dan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, sebagai batu ujinya.

Sedangkan penyelesaian perselisihan hasil Pemilu merupakan mekanisme formil hukum yang telah disediakan undang-undang untuk menguji hasil dari proses Pemilu yang telah dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang

"Jadi dua hal ini adalah hal yang berbeda. Kita tentu harus menghormati seluruh mekanisme hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan," ujar Wayan.

Wayan juga mengingatkan, Pasal 182 Tatib misalnya mengatur bahwa Hak Angket diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota dan lebih dari satu fraksi. Pengusulan hak angket disertai dengan dokumen yang memuat sedikitnya tentang materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan.

Usul ini kemudian akan ditetapkan menjadi Hak Angket DPR jika mendapat persetujuan dari setengah anggota yang hadir dalam Sidang Paripurna yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah Anggota DPR. Jika disetujui, kemudian dibentuk Panitia Angket yang harus diumumkan dalam Berita Negara. Tugas dan kewenangan Panitia Angket ini kemudian diatur pula dalam ketentuan perundang-undangan.

Sebagaimana beberapa angket yang pernah bergulir di DPR, seperti Angket terhadap skandal kasus Buloggate atau Bruneigate dalam pemerintahan Presiden Gus Dur, Angket terhadap Pembelian Tanker Pertamina pada 2005, Angket terhadap kenaikan Harga BBM, Angket terhadap Penyelenggaraan Haji 1429 H pada 2009, Angket terhadap skandal Dana Bailout Bank Century, Angket terhadap KPK, dan tentunya Angket terhadap Penyelenggaraan Pemilu 2009.

"Jadi angket terhadap penyelenggaraan Pemilu ini bukan kali pertama bergulir. Pada tahun 2009 lalu," tegasnya.

Angket terhadap penyelenggaraan Pemilu diusulkan terkait dengan Daftar Pemilih Tetap. Dari contoh-contoh tersebut, hampir kesemuanya memperlihatkan adanya indikasi kesewenangan dan konflik kepentingan atau pembentukan dan pelaksanaan kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu yang bukan untuk kepentingan masyarakat atau justru merugikan masyarakat banyak.

"Permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 ini, khususnya terkait degan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, diduga telah terjadi sebelum dan sesudah hari pencoblosan dan hingga kini masih menjadi diskusi yang hangat di tengah masyarakat. Sudah banyak catatan yang dapat menjadi materi penyelidikan Angket ini," terangnya.

Wayan juga mengingatkan, Angket merupakan instrumen bagi para wakil rakyat untuk menghadapi kekuasaan dari seorang Kepala Negara (Presiden) atau pejabat Pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan secara absolut untuk kepentingan pribadi atau golongannya.

"Ingat, kita semua tidak boleh lupa bahwa di zaman orde baru, hal ini telah merusak sendi-sendi bangsa Indonesia," pungkasnya.

Quote