Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dari Fraksi PDI Perjuangan, Abdul Asis Yanlua menilai kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat sangat mengintervensi proses anggaran daerah pasca penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Kritik keras tersebut dilontarkan Abdul Asis Yanlua saat menghadiri kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pelaksanaan Rasionalisasi RKPD Tahun 2025, yang menghadirkan narasumber dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta pada Jumat (25/4/2025).
“Saya ingin tegaskan bahwa, posisi efisiensi APBD ini hanya bisa menjadi referensi. Kita sebagai DPRD sudah menyelesaikan seluruh tahapan mulai dari pengawasan hingga pembahasan dan penetapan APBD bersama pemerintah daerah. Ketika semua itu sudah tuntas, muncul Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang justru mengganggu keseluruhan perencanaan yang sudah kita rancang dengan matang”, kata Yanlua, Sabtu (26/4/2025).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten SBT ini menilai intervensi pemerintah pusat melalui kebijakan efisiensi telah mereduksi peran strategis DPRD sebagai lembaga legislatif daerah.
Yanlua, mempertanyakan mengapa isue-isue strategis nasional tidak diakomodasi sejak awal dalam pembahasan APBN, sehingga tidak mengacaukan perencanaan di tingkat daerah.
“Kita punya tanggung jawab moril untuk mengawal daerah kita. Problem-problem klasik seperti keterisolasian, kebodohan, dan kemiskinan masih terus terjadi sejak Indonesia merdeka,” ujarnya.
Lebih lanjut kata Yanlua, ketika kita sudah menetapkan APBD dengan ikhtiar dan belanja yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah, kenapa justru muncul instruksi dari pusat yang membuyarkan rencana tersebut, kesalnya.
Sekertaris DPC PDI Perjuangan SBT ini mengungkapkan kekecewaannya terhadap praktik serupa yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Di tahun 2020 – 2021 pasca pandemi Covid-19, masih lagi muncul peraturan Menteri Keuangan. Tujuannya satu lakukan refokusing terhadap APBD yang sudah kita tetapkan.
“Bapak – bapak di Kementerian ini perlu tahu bahwa, Instruksi Presiden ini seringkali dijadikan jimat oleh pemerintah daerah untuk mengutak-atik APBD sekaligus membuka celah munculnya raja – raja kecil di lingkup pemerintahan daerah yang bisa mengubah arah belanja tanpa persetujuan DPRD,” ujar Abdul Asis Yanlua yang disapa Bung Chiko.
Yanlua menambahkan, dalam sistem ketatanegaraan, APBD merupakan produk hukum yang dibahas dan disepakati bersama antara DPRD dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, campur tangan yang terjadi pasca penetapan dianggap mencederai prinsip kolektif-kolegial yang dijamin oleh Undang-Undang.
“Kami merasa posisi DPRD dilemahkan. Padahal Undang-Undang memberi kami peran yang sama kuatnya dengan pemerintah daerah dalam hal penyusunan anggaran. Jika Instruksi Presiden terus dikeluarkan tanpa memperhatikan tahapan legislasi di daerah, maka ini bukan hanya soal efisiensi, tetapi bentuk pengabaian terhadap semangat demokrasi lokal,” pungkasnya.
Sumber: referensimaluku.id