Ikuti Kami

Edy Dukung Penambahan Fasilitas Hemodialisa di RSUD dr R Soetijono 

Layanan hemodialisa atau cuci darah ditujukan untuk pasien gagal ginjal. 

Edy Dukung Penambahan Fasilitas Hemodialisa di RSUD dr R Soetijono 
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto

Blora, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendukung usulan penambahan fasilitas hemodialisa di RSUD dr R Soetijono, Blora, Jawa Tengah. 

Layanan hemodialisa atau cuci darah ditujukan untuk pasien gagal ginjal. 

“Namun memperluas layanan hemodialisa jangan serampangan. Harus terukur dari segi fasilitas, alat, SDM, hingga standar operasional (SOP),” beber dia, Jumat (28/4).

Baca: Edy Minta Pelaku Penganiaya Dokter di Lampung Ditindak Tegas!

Hal ini usai Bupati Blora Arief Rohman menemukan tenaga kesehatan di RSUD dr R Soetijono Blora menyatakan ingin adanya pelatihan untuk menambah nakes yang bisa mengampu hemodialisa. 

Rumah sakit tersebut hanya memiliki 16 alat hemodialisa. Jika SDM kesehatan ditambah yang terampil melaksanakan hemodialisa ditambah maka masyarakat yang mendapat layanan tersebut juga meningkat.

Mantan Ketua DPW PPNI Jateng ini menambahkan, data Kementerian Kesehatan, secara nasional prevalensi pasien gagal ginjal kronis usia 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter di tahun 2018 sebesar 3,8 per mil atau 739.2008 jiwa. Kasus ini paling tinggi terjadi pada rentang usia 65 sampai 74 tahun, kemudian diikuti usia lebih dari 75 tahun ke atas, dan usia 55 sampai 64. Untuk pengobatan penyakit ginjal menghabiskan anggaran sekitar Rp.1,9 triliun lebih pertahunnya. 

“Artinya negara harus hadir untuk mengatasi masalah ini,” kata Edy.

RSUD merupakan layanan kesehatan tumpuan di sebuah wilayah. Terutama untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut Edy, jika RSUD dapat memberikan layanan maksimal untuk masyarakat maka mereka tidak perlu rujuk ke wilayah lain yang bisa jadi juga menambah biaya. Apalagi bagi pasien gagal ginjal yang biasanya harus melakukan hemodialisa sebanyak dua kali dalam seminggu. 

“Kalau RSUD dr R Soetijono tidak maksimal, maka bisa jadi pasien harus dirujuk ke Solo atau Semarang. Ini berarti ada pengeluaran biaya tambahan lagi,” kata Edy.

“Dalam memberikan layanan hemodialisa perlu kemampuan SDM dan alat yang mendukung,” kata Legiselator dari PDI-Perjuangan ini. 

Untuk pengobatan pasien gagal ginjal ada berbagai macam. Salah satunya adalah hemodialisa. Penentuan jenis terapi yang tepat termasuk salah satu ketrampilan yang harus dimiliki. 

Selain itu waktu terapi pada pasien gagal ginjal kronis yang notabene memerlukan hemodialisa dapat mencegah terjadinya komplikasi yang serius karena menumpuknya racun dalam tubuh. Apalagi pasien punya komorbid lain.

Di sisi lain, menurut Edy pada layanan hemodialisa ini selain mengandalkan SDM yang terampil juga dipengaruhi peraturan pemerintah yang mendukung dan sistem pembayaran atau asuransi. 

Bagi peserta JKN yang mengalami gagal ginjal dan harus hemodialisa maka BPJS Kesehatan dapat menanggung pembiayaan hingga Rp 92 juta pertahun. Ini untuk dua kali hemodialisa setiap satu minggu.

Baca: DPC PDI Perjuangan Kota Tegal Gelar Pendidikan Politik

“Untuk pasien yang tidak mampu, pemerintah harus betul-betul mendata dan mendaftarkan sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI),” ucap Edy.

Edy juga meminta agar bupati maupun walikota mau berinvestasi di SDM bidang kesehatan. Tidak hanya untuk hemodialisa tapi juga kompetensi di ICU, IGD, atau radioterapi. Sejauh ini tidak banyak yang memiliki keahlian khusus tersebut. 

Menurut Edy masalahnya ada dua, yakni tidak ada dukungan dari pimpinan faskes dan tidak ada biaya untuk sertifikasi secara mandiri. Dia membeberkan, untuk sertifikasi perawat dengan kompetensi hemodialisa biayanya sekitar Rp 15 juta. 

“Selama ini masalah ini jadi tanggungjawab pribadi. Sudah seharusnya pemimpin daerah memahami hal ini dan mau untuk mencarikan solusi. Toh investasi SDM kesehatan bermanfaat bagi masyarakat,” ungkapnya.

Quote