Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, menyambut baik penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional oleh Kementerian Kebudayaan. Namun, ia mengingatkan agar penetapan tersebut tidak dikaitkan dengan tanggal lahir Presiden Prabowo Subianto.
“Mari hari kebudayaan itu kita sambut baik. Saya mengapresiasi Pak Fadli Zon. Jangan disimplikasi, jangan terlalu dikecilkan, dikerdilkan dengan hal yang terkait dengan persamaan dengan hari lahirnya Pak Prabowo,” kata Aria, Senin (14/7).
Aria menilai, sebagai seorang negarawan, Prabowo Subianto tentu tidak menginginkan momentum kebudayaan nasional dikaitkan secara simbolik dengan hari ulang tahunnya.
“Saya kira Pak Prabowo juga tidak akan suka kalau hari kelahirannya kemudian dijadikan sebagai satu hal yang monumental seperti hari kebudayaan. Pak Prabowo sadar benar sebagai negarawan, enggak maulah bicara soal kebudayaan itu kemudian dianalogkan dengan hari kelahirannya, saya kira itu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Aria menekankan bahwa kebudayaan memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk semangat perjuangan bangsa, bahkan lebih kuat dari senjata fisik.
“Lagu Indonesia Raya, Halo Halo Bandung, Maju Tak Gentar itu lebih ditakuti lho daripada bambu runcing itu. Yang menyatukan semangat kehendak untuk merdeka ini kan kebudayaan. Kebudayaan, seni,” ujarnya.
Karena itu, ia menegaskan bahwa penetapan Hari Kebudayaan harus dimaknai sebagai upaya memperkuat jati diri bangsa.
Nilai-nilai budaya, menurutnya, merupakan fondasi utama dalam pembangunan karakter dan peradaban nasional.
“Saya kira menetapkan hari kebudayaan nasional, saya kira kita harus mampu menempatkan kebanggaan bangsa. Peradaban bangsa ini adalah sesuatu hal yang harus kita jadikan sebagai value, core value, pembangunan nation and character bangsa kita. Bangsa yang besar karena faktor keyakinan budayanya itu menjadi value bangsa,” pungkasnya.