Ikuti Kami

Isu Debat Kedua, 'Makanan' Sehari-hari Presiden Jokowi

Mengingat Jokowi adalah petahana yang sudah berbuat dan berhasil. Bahkan prestasinya dalam berbagai sektor begitu membanggakan

Isu Debat Kedua, 'Makanan' Sehari-hari Presiden Jokowi
Presiden Jokowi bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman - Foto: istimewa

CALON Presiden 01 Ir. Joko Widodo dalam debat calon presiden kedua, Minggu (17/2/2019) terkait penguasaan isu sudah jauh ribuan langkah meninggalkan lawannya, Prabowo. 

Mengingat Jokowi adalah petahana yang sudah berbuat dan berhasil. Bahkan prestasinya dalam berbagai sektor begitu membanggakan serta revolusioner melampaui zamannya.

Sementara Prabowo? Belum pernah ada pengalaman di Pemerintahan. Sebagai kepala daerah belum, menteri, apalagi kepala negara.

Artinya, Jokowi sudah jauh menguasai isu karena materi dalam debat capres kedua pada Minggu malam tanggal 17 Februari 2019, adalah pekerjaannya sehari-hari. Masalah infrastruktur? Ya bisa dikatakan keberhasilan Presiden Jokowi selama 4 tahun ini dari sektor infrastruktur menjadi arus utama program pembangunan nasional. 

Masalah pangan? Baru kali ini setiap lebaran harga bahan pokok tidak melambung tinggi. Kalau pun naik, cepat-cepat distabilkan. Mafia pangan diberantas. Mafia energi disikat. 

Dalam bidang pangan, secara umum, penguatan sektor itu telah sangat gemilang dilakukan Presiden Jokowi dengan mendorong penggunaan teknologi dan inovasi pertanian, terkait budidaya pertania dan industri pascapanen.

Artinya, secara roadmap untuk melanjutkan cita-cita menuju kedaulatan pangan dan swasembada berbagai kebutuhan bahan pokok, Presiden Jokowi telah melakukan pembenahan di hulu dan di hilir.

Hal tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi pangan dalam negeri dan meningkatkan kesejateraan petani. Selain itu, petani juga didorong untuk membentuk kelompok tani yang lebih besar sehingga memiliki daya saing yang lebih kuat.

Dalam sektor energi, Presiden Jokowi dianggap sebagai rezim paling berani dalam mengatur kedaulatan energinya sendiri. Hanya di tangan Jokowi, kontrak Freeport dibuat lebih menguntungkan Indonesia dan Papua.

Selain itu, perebutan Blok Mahakam dari Perusahaan Migas asal Perancis Total EP yang sudah puluhan tahun menguasai blok Migas di Kalimantan Timur tersebut akhirnya harus rela tidak diperpanjang kontraknya dan diserahkan kepada Pertamina untuk mengambil alih.

Dan juga Blok Rokan di Riau, yang sejak tahun 1924 telah mengeruk minyak di sana. Di daerah Minas dan Duri, Riau itulah sampai ada istilah negara dalam negara. 

Dan bangsa kita selama ini sejak Orde Baru, yang telah membuka keran investasi asing secara liberal, kondisinya seperti ayam mati di lumbung padi. Ya, di daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia. Yang selama ini dikuasai oleh Chevron, perusahaan Migas asal Amerika Serikat. 

Oleh Pemerintahan Jokowi, proposal perpanjangan kontrak Chevron tidak disetujui. Dan lebih menerima BUMN sendiri, Pertamina untuk mengelola Blok Rokan.

Presiden Jokowi juga menyadari, ketergantungan Bangsa Indonesia akan energi fosil harus diakhiri. Untuk itu, berbagai upaya untuk mencari jalan keluar dari ketergantungan tersebut dengan menyegerakan transisi energi dari sumber fosil menuju sumber terbarukan.

Optimalisasi sumber energi terbarukan seperti panas bumi, hidro, tenaga bayu, tenaga surya dan bahan bakar nabati telah dilakukan Pemerintahan Jokowi. 

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap, Sulawesi Selatan misalnya. Dengan proyek kincir-kincir angin raksasa tersebut, selain lebih ramah lingkungan, pembangunan infrastruktur untuk memaksimalkan energi baru terbarukan jauh lebih murah.

Yang jelas, pemerintahan Jokowi memiliki political will untuk menjadikan Indonesia komitmen dan konsisten tidak lagi bergantung terhadap energi fosil seperti minyak, gas dan batu bara.

Di sektor lingkungan hidup, Pemerintahan Jokowi di tahun pertamanya langsung membuat gebrakan dengan membuat kebijakan untuk menggabungkan badan dan kementerian menjadi satu kementerian besar, bernama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Di tahun pertamanya pula, kebakaran hutan di Riau, Kalimantan dan beberapa daerah lainnya yang selalu menjadi langganan kebakaran setiap tahunnya berhasil diminimalisir bahkan tidak ada lagi hingga tahun keempatnya. 

Kepedulian Presiden Jokowi terhadap pengelolaan lingkungan hidup terlihat dari sejumlah kebijakan Pemerintahannya seperti Surat Edaran Kementerian LHK 494/2015 menghentikan semua kegiatan pembukaan gambut dan pembukaan kanal /drainase. 

Kemudian dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.77/2015: mengatur pengambilalihan areal terbakar di konsesi oleh pemerintah. 

Selain itu, dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.01 Tahun 2016, Presiden Jokowi membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk merestorasi areal gambut terbakar. 

Kepedulian lain Pemerintahan Jokowi terhadap lingkungan ialah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.57 tahun 2016: Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (dasar moratorium pemanfaatan lahan gambut).

Dalam Peraturan Menteri LHK juga diatur bagaimana mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Jadi wajar saja hingga hari ini sudah tidak pernah kita mendengar berita kebakaran hutan atau Indonesia kembali mengekspor asap ke negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura. 

Quote