Ikuti Kami

'Jihad' Djarot Melawan Pemiskinan & Korupsi Akut di Sumut

2 periode kepemimpinan di Sumatera Utara sebelumnya menghadirkan pemimpin korup, saatnya memangkas isu negatif itu dengan memilih Djarot

'Jihad' Djarot Melawan Pemiskinan & Korupsi Akut di Sumut
Cagub Sumut Djarot Saiful Hidayat dan Cawagub Sumut Sihar Sitorus saat menyerukan contoh mencoblos di surat suara - Foto: Sandy DPC PDI Perjuangan Deli Serdang

SEMUA calon dalam pemilihan kepala daerah menawarkan perubahan dan perbaikan di daerah yang akan dipimpinnya. Kenyataannya setelah pilkada selesai tidak sedikit timbul kekecewaan, utamanya saat janji-janji kampanye tidak kunjung dipenuhi atau malah diingkari dan diabaikan dengan alasan yang tidak jelas. 

Nanti, ketika pilkada akan dimulai kembali, tiba-tiba calon yang ingkar tadi muncul lagi dengan tawaran yang berbeda, padahal janji sebelumnya tidak pernah dilaksanakan. 

Begitulah pilkada dalam opini masyarakat, karena itu pemimpin yang tampil dan berhasil membuktikan janjinya akan mendapat sanjungan dan apresiasi dari masyarakat, dan biasanya pemimpin daerah yang berhasil akan dipilih kembali oleh masyarakat. Malah tidak sedikit pemimpin yang berhasil sulit mendapat lawan pada pilkada selanjutnya.

Djarot Saiful Hidayat satu diantara segelintir pemimpin daerah yang berhasil, berasal dari kalangan akademis, Djarot melejit sebagai pemimpin yang dirindukan masyarakat Blitar. 

Dua periode di Blitar dilalui dengan segudang prestasi, diantaranya perbaikan sistem pemerintahan melalui perbaikan pola rekruitmen pejabat struktural yang lebih terbuka dan transparan, dengan cara ini angka pemborosan dan korupsi berhasil ditekan dan dihilangkan, efeknya pemasukan dana untuk pemerintah daerah meningkat berlipat-lipat, sesuatu yang belum pernah terjadi pada pemerintahan sebelumnya.  

Hal lain yang membuat Djarot digandrungi, cepat merebut hati masyarakat Sumut dan didukung dengan all out serta dengan ketulusan, karena gaya komunikasi dan pendekatan personalnya yang luar biasa. Kalem, hangat, bersahaja, murah senyum serta santun. Begitulah kesan yang didapat jika kelen mengenal Djarot lebih dekat.

Masyarakat tidak merasa berjarak dengannya, seakan jabatan sebagai pemimpin hanya simbolis, wajar masyarakat selalu menunggu kehadirannya tiap saat. Itu pula yang memudahkan Djarot terpilih untuk periode kedua. Bahkan saat Djarot terganjal batas periodesasi jabatan kepala daerah, masyarakat mempercayakannya untuk mewakili masyarakat Blitar sebagai anggota legislatif, dan selanjutnya didapuk sebagai pendamping Gubernur di DKI Jakarta.

Prestasi yang luar biasa dari Djarot memantik Ibu Mega untuk meminangnya sebagai calon Gubernur Sumatera Utara, suatu lompatan politik yang tidak diduga-duga. Pada awalnya, banyak pihak yang pesimis, namun waktu dan intensitas pemasyarakatan Djarot yang terus menerus menggeret nama Djarot pada urutan teratas dalam sejumlah survey, dan berhasil mengungguli pasangan yang katanya asli Sumatera Utara. 

Jelas, pilihan Ibu Mega bukanlah sikap emosional, namun menunjukkan pandangan kedepan yang melampaui cara pandang politik yang mainstream. Dengan kepiawaian dan pengalamannya, Ibu Mega berhasil menunjukkan insting dan kapasitas politiknya sebagai politisi handal dan ulung, sehingga Djarot sukses mendulang dukungan sekalipun serbuan fitnah bertubi-tubi datang kepadanya.

Djarot yang datang untuk berjihad melawan pemiskinan dan korupsi telah menyita perhatian dan menyadarkan Indonesia, bahwa daerah daerah tidak lagi eksklusif yang hanya berkutat pada retorika kelokalan yang minim kreasi dan berpotensi meminimalisir perkembangan daerah tersebut. 

Daerah juga bisa dan mampu membuka diri dan siap menerima perbaikan dan perubahan sekalipun itu datang dari luar. Jakarta dengan hadirnya Jokowi telah merubah cara pandang actor politik tentang politik lokal Jakarta, dan sekarang Sumatera Utara ingin mengulang keberhasilan Jakarta dengan Jokowinya, dengan mendatangkan Djarot yang berhasil membangun Blitar.
 
Isu lokal dan non lokal sudah usang dan tidak perlu ditanggapi lagi, karena dunia sudah terbuka dan kecendrungan serta keinginan untuk perubahan terus menerus diinginkan oleh masyarakat. 

Nakhoda perubahan bisa datang dari mana saja, dan kecendrungan perubahan lebih laju jika diawaki oleh orang non lokal adalah sebuah keniscayaan. Ketika calon lokal yang hanya menghadirkan Sumatera Utara yang terjerat dalam korupsi, saatnya calon non lokal diberi kesempatan, dan pasti akan membawa perubahan yang lebih baik. 

Dua periode kepemimpinan di Sumatera Utara sebelumnya menghadirkan pemimpin yang korup, saatnya memangkas isu negatif itu dengan memilih Djarot Saiful Hidayat. Semoga.

Quote