Ikuti Kami

Kedaulatan Rakyat Pemilu Wujud Kedaulatan Pancasila-UUD'45

Perwujudan kedaulatan rakyat yang aspiratif, berkulitas, dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Kedaulatan Rakyat Pemilu Wujud Kedaulatan Pancasila-UUD'45
Ilustrasi. Pilkada Serentak 2018.

Jakarta, Gesuri.id - Setelah mengakhiri masa kampanye sejak 15 Februari hingga 23 Juni 2018 dan masa tenang tiga hari setelahnya, kini giliran rakyat menentukan pilihan untuk menyambut 171 kepala daerah baru pada hari pemungutan suara, Rabu 27 Juni 2018.

Kedaulatan rakyat Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang aspiratif, berkulitas, dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Baca: Diminta Teduhkan Tensi Pilkada, Ulama Malah DukungJokowi

Pemilu juga menjadi sarana pelaksana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di sinilah rakyat pemilih mesti cerdas dalam mempertimbangkan dan menentukan pilihannya agar jangan sampai memberikan suara kepada pemimpin yang diragukan integritas dan kualitasnya.

Setiap pemilih tentu saja berharap bahwa calon pemimpin yang dipilihnya merupakan yang terbaik dan mampu membawa perbaikan kesejahteraan rakyat dengan memberikan pelayanan umum secara maksimal serta dekat dengan rakyatnya dan tidak memiliki cacat hukum.

Dalam kamus politik memang dikenal beberapa kategori pemilih dalam menentukan calonnya, seperti berdasarkan kesamaan ideologi dengan kandidat, kesamaan afiliasi terhadap partai politik pendukungnya, kesamaan latar belakang kedaerahan atau profesi, berdasarkan pragmatisme, dan berdasarkan rasional.

Pemilih yang memilih calon kepala daerah secara rasional memenuhi kriteria sebagai pemilih yang cerdas berdasarkan akal sehat dan penilaian objektif dengan mempertimbangkan kualitas moral, integritas, dan rekam jejak, serta perilaku sehari-hari dari calon kepala daerah.

Memang untuk menjadi pemilih cerdas, rakyat mesti benar-benar mengenali sikap dan perilaku calon pemimpin yang akan dipilihnya.

Banyak calon pemimpin yang mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang egaliter, dekat dengan rakyatnya dan bersedia mengisi seluruh waktu, bahkan hidupnya demi rakyatnya. Namun itu saja belum cukup bila tak mengenali sosok dan pergaulan calon pemimpinnya serta orang-orang yang berada di sekitarnya.

Nasib rakyat dalam merasakan hasil-hasil pembangunan di daerah selama lima tahun ke depan antara lain ditentukan oleh hasil pilihan mereka atas para pemimpin kepala daerah yang diusung oleh partai politik, koalisi partai politik, atau melalui jalur perseorangan.

Berdasarkan hasil pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Senin (25/6) total jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pilkada serentak 2018 yakni 152.067.680 orang dan KPU menargetkan tingkat partisipasi rakyat dalam memilih sekitar 77,5 persen dari jumlah pemilih tetap itu.

Baca: Hasto: Menang Pilkada Bagian dari Menjaga Pancasila dan NKRI

Dongkrak Target Partisipasi Rakyat

Penetapan hari pemungutan suara pada Rabu 27 Juni 2018 sebagai hari libur nasional oleh pemerintah diharapkan dapat mendongkrak target tingkat partisipasi rakyat dalam memilih.

Rakyat yang memilih salah satu pasangan calon dan yang dipilih itu memenangkan pemilihan, tentu saja bakal merasa senang dan berharap penuh pemimpin yang terpilih itu dapat memenuhi segala janji dan program kerja yang ditawarkan selama masa kampanye.

Sementara rakyat yang memilih tetapi pasangan calon yang dipilih tidak menang, mau tidak mau harus menyesuaikan dengan pasangan calon yang memenangkan pemilihan dan mesti menerima setelah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat dan atau melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bila memang ada sengketa.

Ada pula di belasan daerah yang hanya menyertakan satu pasangan calon kepala daerah alias bakal melawan "kotak kosong" untuk mendapatkan suara rakyat, yakni di Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Prabumulih, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Tapin Kota Makassar, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Puncak, dan Kabupaten Jayawijaya. Rakyat dihadapkan untuk memilih satu pasangan calon yang tersedia atau kotak kosong.

Oleh karena itu rakyat harus tepat dalam memilih calon kepala daerah. KPU bahkan sejak awal menyosialisasikan slogan "Pemilih Cerdas Pemilu Berkualitas".

Slogan itu tentu saja amat relevan untuk dihadapkan kepada pemilih dalam memilih para pemimpinya di daerah, terkait dengan penyelenggaraan pilkada serentak tahun ini di 171 daerah yang tersebar di 17 provinsi untuk memilih gubernur/wakil gubernur, 115 kabupaten untuk memilih bupati/wakil bupati, dan 35 kota untuk memilih wali kota/wakil wali kota periode 2018-2023.

Sebanyak 17 provinsi yang menyelengggarakan pilkada untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, adalah Sumut, Riau, Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kaltim, Sulsel, Sultra, Maluku, Malut, dan Papua. 

Sebanyak 39 kota yang akan memilih wali kota dan wakil wali kota, adalah Subulussalam, Padang Sidempuan, Pangkal Pinang, Sawahlunto, Padang Panjang, Pariaman, Padang, Tanjung Pinang, Lubuklinggau, Pagar Alam, Prabumulih, Palembang, Bengkulu, Jambi, Serang, Tangerang, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Bandung, Banjar, Cirebon, Tegal, Malang, Mojokerto, Probolinggo, Kediri, Madiun, Bima, Pontianak, Palangkaraya, Tarakan, Palopo, Parepare, Makassar, Baubau, Kotamobagu, Gorontalo, dan Tual.

Sementara 115 kabupaten yang akan memilih bupati dan wakil bupati, adalah Aceh Selatan, Pidie Jaya, Padang Lawas Utara, Batu Bara, Padang Lawas, Langkat, Deli Serdang, Tapanuli Utara, Dairi, Indragiri Hilir, Merangin, Kerinci, Muara Enim, Empat Lawang, Banyuasin, Lahat, Ogan Komering Ilir, Bangka, Belitung, Tanggamus, Lampung Utara.

Kemudian Kabupaten Lebak, Tangerang, Bogor, Purwakarta, Bandung Barat, Sumedang, Kuningan, Majalengka, Subang, Garut, Cirebon, Tegal, Ciamis, Banyumas, Temanggung, Kudus, Karanganyar, Magelang, Probolinggo, Sampang, Bangkalan, Pamekasan, Bojonegoro, Nganjuk, Tulungagung, Pasuruan, Magetan, Madiun, Lumajang, Jombang, Bondowoso.

Lalu Kabupaten Gianyar, Klungkung, Lombok Timur, Lombok Barat, Sikka, Sumba Tengah, Nagekeo, Rote Ndao, Manggarai Timur, Timor Tengah Selatan, Alor, Kupang, Ende, Sumba Barat Daya, Kayong Utara, Sanggau, Kubu Raya, Pontianak, Kapuas, Sukamara, Lamandau, Seruyan, Katingan, Pulang Pisau, Murung Raya, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut, Tabalong, Panajam Pasut.

Selain itu, Kabupaten Minahasa, Bolmong Utara, Sitaro, Minahasa Tenggara, Kepulauan Talaud, Morowali, Parigi Moutong, Donggala, Bone, Sinjai, Bantaeng, Enrekang, Sidereng Rappang, Jeneponto, Wajo, Luwu, Pinrang, Kolaka, Gorontalo Utara, Mamasa, Polewali Mandar, Maluku Tenggara, Membramo Tengah, Paniai, Puncak, Deiyai, Jayawijaya, Biak Numfor, dan Mimika.

Sejumlah kasus hukum yang dihadapi oleh para calon kepala daerah tersebut, dapat menjadi cermin bagi rakyat untuk benar-benar cerdas dalam memilih pemimpinnya.

Baca: Sabam Sirait: Pancasila Jangan Sekedar Diucapkan

Satu per satu calon kepala daerah bermasalah bermunculan, entah karena kasus hukum atau kasus lain yang dapat mempengaruhi tingkat elektabilitas mereka dalam pemilihan.

Dengan perkembangan demokrasi yang diharapkan semakin baik dan kedewasaan politik yang matang dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, sudah saatnya untuk benar-benar mencermati integritas calon pemimpinnya.

Jangan sampai rakyat merasa menyesal setelah memilih pemimpin yang ternyata di belakang hari tidak bisa menjadi pemimpin yang amanah.

Quote