Ikuti Kami

Kisruh KPAI-PB Djarum, Pil Pahit Bagi Masa Depan Anak Bangsa

Oleh: Wakil Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPD PDI Perjuangan, Chicha Koeswoyo.

Kisruh KPAI-PB Djarum, Pil Pahit Bagi Masa Depan Anak Bangsa
Ilustrasi.

Jakarta, Gesuri.id - Saat ini, sedang ramai kontroversi tentang dihentikannya audisi pencarian bakat atlet bulutangkis oleh PB Djarum, karena PB Djarum dituding Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), telah mengeksploitasi anak untuk kegiatan promosi rokok. 

PB Djarum sudah menyanggah, bahwa di dalam audisi pencarian bakat anak ini, tidak ada sponsorship rokok. Yang ada adalah kegiatan ini didanai Djarum Foundation, bukan Perusahaan Djarum.

Hal ini sudah diperkuat dengan surat dari Kementerian Pemuda dan Olahraga yang ditujukan ke KPAI, bahwa tidak ada indikasi promosi rokok di dalamnya.

Terlepas dari itu, PB Djarum yang dibentuk sejak 1969, adalah lembaga yang telah melahirkan legenda-legenda bulutangkis Indonesia. Nama-nama seperti Liem Swie King, Hastomo Arbi, Hadiyanto Kartono, Heryanto, Christian Hadinata, Hadibowo, Icuk Sugiarti dll., adalah legenda yang berhasil memboyong piala Thomas Cup ke Indonesia. 

Setelah itu, kiprah atlet-atlet PB Djarum selalu menjadi langganan piala All England, Olimpiade (dengan direbutnya medali Emas oleh Alan Budikusuma), dan kejuaraan-kejuaraan dunia lainnya.

Maka adalah pil yang sangat pahit saat mendengar PB Djarum kemudian menghentikan kegiatan audisi pencarian bakat anak untuk melahirkan legenda-legenda baru bulutangkis Indonesia. Dan ini hanya dikarenakan tudingan yang, menurut saya, berangkat dari mispersepsi dan miskomunikasi soal adanya indikasi eksploitasi anak.

Kenapa?

Pertama, tidak ada aspek eksploitasi anak di sini. Tidak ada indikasi kehadiran produk rokok di dalam kegiatan ini. Perusahaan rokok Djarum dan Yayasan atau Djarum Foundation adalah 2 institusi yang berbeda.

Kedua, ada kepentingan esensial anak di sini yang terganggu. Anak memiliki hak untuk bisa berpartisipasi mengekspresikan jati diri, prestasi sekaligus kecintaannya pada negeri ini. 

Kehadiran audisi pencarian atlet bulutangkis anak oleh PB Djarum sudah menjadi antusiasme besar bagi anak-anak. Bukan cuma bagian dari kegembiraan anak-anak, tapi bagian dari aspirasi dan mimpi besar anaka-anak. 

Dan bayangkan, saat ini, mimpi mereka terancam tercerabut. Ironinya lagi, mimpi mereka tercerabut justru dengan alasan karena untuk melindungi mereka.

Saya jadi ingat, kejadian yang menimpa saya sewaktu kecil dulu, ketika saya sedang aktif-aktifnya bernyanyi. Seorang psikolog, Pak Sarlito Wirawan, sempat menuding papa saya, Nomo Koeswoyo, telah mengeksploitasi saya untuk terjun di industri musik. 

Tentu ini jadi pukulan ironis buat saya sebagai anak, karena kegiatan bermusik justru adalah keinginan saya. Inisiatifnya datang dari saya, bukan papa saya.

Saya kuatir, yang terjadi saat ini seperti itu. Apa yang dilakukan KPAI, alih-alih untuk melindungi anak dari eksploitasi, yang terjadi justru mencerabut hak anak untuk bisa berprestasi di dunia bulutangkis internasional.

Saya ingin mengajak semua pihak untuk berpikir lebih jernih lagi, dengan meletakkan pusat perhatian pada hak dan kepentingan anak. Mari kita pandang dari berbagai pertimbangan, apa hal baik yang bisa didapat anak, dan apa hal buruknya. 

Lalu kita timang, mana yang lebih besar, sehingga kemudian kita bisa memutuskan satu hal dengan lebih baik.

Janganlah kontroversi ini malah berdampak buruk pada anak-anak kita, dengan menjadikannya hanya objek dari sebuah kepentingan. Entah kepentingan politik atau ekonomi.

Ada PR besar yang masih harus menjadi fokus kita soal anak. Saat ini, tak kurang dari 16 ribu anak masih hidup di jalanan. Tak kurang dari 5,6 juta anak di bawah umur dipekerjakan. 

Dan ini yang lebih menakutkan, data 2017, tak kurang dari 508 kasus eksploitasi seksual anak yang dikomersialkan.

Masih jugakah kita berpangku tangan, dan malah asik terjebak pada berbagai "konflik" kepentingan?

Quote