Ikuti Kami

Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: Dr. Harris Turino, Politisi PDI Perjuangan yang juga Pendiri Gerakan Pakai Masker

Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19
Dr. Harris Turino, Politisi PDI Perjuangan yang juga Pendiri Gerakan Pakai Masker.

Jakarta, Gesuri.id - Kasus harian Covid-19 di Indonesia secara perlahan tapi pasti mengalami kenaikan yang signifikan. Setelah sempat bertahan di angka 4.000an sampai awal Mei 2021, kini penambahan kasus harian sudah di atas angka 6.000an. 

Berarti ada kenaikan sebesar 50%, satu angka yang sangat mengkawatirkan. Apalagi dengan tingkat positivity rate mencapai 16,8%, jauh di atas standar aman 5% yang ditetapkan oleh WHO.

Empat propinsi menduduki klasemen papan atas, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau dan Jawa Tengah. Masing-masing punya kekhasannya sendiri. 

DKI Jakarta didominasi oleh munculnya klaster perkantoran, Riau lebih banyak kasus terjadi pada klaster rumah tangga, sementara Jawa Barat dan Jawa Tengah lebih didominasi oleh klaster pendatang. 

Tentu dibutuhkan kebijakan yang berbeda di masing-masing daerah, sesuai dengan karakteristik penularannya. 

Memang saat ini jumlah total pasien aktif nasional berada di bawah angka keramat 100.000 dengan tingkat keterisian kamar rumah sakit masih di zona aman, yaitu di bawah 40%. 

Tetapi harus disadari bahwa liburan lebaran belum dimulai, bahkan pembatasan mudik baru saja diberlakukan. Diperkirakan ada 1,5 sampai 2 juta pergerakan penduduk di musim lebaran kali ini. Sebagian besar sudah pulang lebih awal sebelum pemberlakuan pembatasan mudik lebaran tanggal 6 – 17 Mei 2021. 

Jumlah ini memang jauh lebih kecil dibandingkan apabila tidak dilakukan pelarangan, yang diestimasi bisa mencapai 30 juta penduduk. Tetapi angka 1,5–2 juta bukanlah jumlah yang kecil. Dengan logika sederhana mudah diprediksi akan muncul klaster lebaran yang dampaknya bisa sangat serius. Bila kita memakai angka positivity rate 16,8%, berarti ada potensi penambahan kasus baru sebanyak 252.000–336.000. Jelas ini akan mengancam daya tahan fasilitas kesehatan secara nasional. 

Jadi pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan? Tidak ada jalan lain kecuali pemberlakuan protokol kesehatan yang sangat ketat di daerah-daerah tujuan mudik. 

Peran pemerintah daerah mutlak untuk memberdayakan unit terkecil dan terdepan seperti Kelurahan, bahkan RW dan RT. Memakai masker, menjaga jarak dengan menghindari kerumunan dan rajin mencuci tangan harus dikawal ketat. 

Kalau kita lengah, tsunami Covid-19 di India bisa terjadi di Indonesia. Bayangkan, hanya dalam 14 hari kasus harian di India meningkat dari 11.000 menjadi 350.000 dengan tingkat 
kematian mencapai hampir 4.000 orang per hari. 

Akibatnya semua fasilitas kesehatan lumpuh bahkan dalam dua hari ini muncul berita dokter dan tenaga paramedis dijadikan sasaran amok massa karena dianggap gagal mengobati pasien 
di India. 

Ayo kawan, jangan biarkan pertiwi menangis, apapun pilihan politik kita. Bukan demi Jokowi dan KH Makruf Amin, tetapi demi Indonesia dan demi keluarga kita sendiri. Kalau tsunami Covid-19 sampai melanda Indonesia, bisa-bisa kita yang harus ikut menangisi saudara dan kerabat kita gegara Covid-19. 

Kalau itu terjadi, tangispun sudah tiada bermakna. Yuk bareng-bareng menjaga keluarga kita sambil menyelamatkan Indonesia. 

 

Quote