Maluku, Gesuri.id - Penulis adalah salah satu saksi tragedi 27 Juli 1996, ketika Kantor DPP PDI Jl.Diponegoro Menteng Jakarta Pusat, diserbu dan direbut orang-orang berambut cepak,berbadan tegap, dan menyamarkan dirinya dengan memakai kaos merah. Sehari setelah penyerbuan itu,harian Kompas menurunkan tulisan wartawan senior H.Rosihan Anwar,berjudul "Peristiwa 27 Juli; Le Petite Historie". Rosihan tegas menulis bahwa yang menyerbu kantor PDI adalah tentara dan dipimpin oleh Pandam Jaya Mayjen Sutiyoso. Hebatnya wartawan senior ini meliput langsung dari markas komando para penyerbu. Selang beberapa hari sesudahnya Penulis bersama sejumlah warga NTT mendapat tugas menjaga rumah ibu Megawati di Kebagusan Jakarta Selatan. Disinilah untuk pertama kalinya penulis berjabatan tangan dengan ibu Megawati dan suaminya pak Taufik Kiemas. Terlihat pak Taufik sangat akrab dengan pimpinan rombongan kami Bapak Lambertus Gainadara, seorang guru sekolah Budi Mulia Jakarta. Penulis masih ingat arahan Pak Taufik kepada pak Lambertus: "Lambert, you loby KWI. Minta KWI laporkan ke Vatikan bahwa peristiwa 27 juli adalah pelanggaran HAM berat. Represi yang terjadi saat ini hanya akan berhenti kalau Vatikan sudah bicara".
Arahan Pak Taufik Kiemas ini mengingatkan Penulis pada missi khusus yang diberikan Ir.Soekarno kepada Drs.Frans Seda, untuk percepatan pembebasan Irian Barat. Di lapangan ada operasi Mandala yang dipimpin Mayjen Soeharto, dan turut melambungkan nama Mayor LB Moerdani, tetapi Soekarno menunjukan kecerdasannya dalam dunia diplomasi. Drs.Frans Seda diam-diam dikirim ke Belanda, melakukan loby pembebasan Irian Barat ke partai katolik Belanda. Di dalam parlemen partai katolik menentang kebijakan pemerintah di Irian Barat, dukungan parlemen ke pemerintah jadi lemah dan akhirnya Irian Barat masuk RI.
Sejarah mencatat bahwa Soekarno adalah satu-satunya Presiden di dunia yang menerima medali penghargaan "Grand Cross of the Pian Order" dari tiga Paus yang berbeda dalam jangka waktu delapan tahun. Pertama, 13 juni 1956 dari Paus Pius XII. Kedua, 14 Mei 1959 dari Paus Yohanes XXIII.Ketiga,12 Oktober 1964 dari Paus Paulus VI. Pada kunjungan yang ketiga ini Vatikan membuat perangko khusus untuk mengabadikan kunjungan tersebut. Media Barat mencatat bahwa pada setiap kunjungannya Soekarno selalu disambut meriah oleh publik kota Roma, pemerintah Italy dan Vatikan. Soekarno sangat menghargai Paus sebagai pemimpin negara dan pemimpin rohani,yang kata-katanya menurut Soekarno adalah "nasihat kenabian".
Tahun lalu ibu Megawati Soekarnoputri diundang Vatikan untuk menjadi pembicara pertemuan para tokoh dunia membahas perlindungan terhadap hak-hak anak. Paus Fransiskus secara khusus meminta ibu Megawati sebagai penasehat Global Occurentes, lembaga yang didirikan Paus Fransiskus untuk pendidikan dan pengembangan anak-anak muda di seluruh dunia. Seolah memeteraikan kedekatan sang ayah Soekarno dengan Vatikan, dan penghargaan terhadap dirinya, ibu Megawati menghadiakan lukisan Bunda Maria berkebaya merah kepada Paus Fransiskus,disaksikan oleh putra putrinya Prananda Prabowo dan Puan Maharani, juga Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan ketua DPP Ahmad Basarah. Bersama rombongannya ibu Megawati juga sempat melewati "Porta Sancta" dan berdoa bagi bangsa dan negara kita.
Penulis ingat pada saat Bapak Marcel Beding wartawan senior Kompas meninggal dunia di Jakarta tahun 2001, Penulis menjadi MC yang memandu seluruh acara mulai dari rumah duka, Gereja Katolik Pulo Mas, dan di Pemakaman Tanah Kusir. Di gereja Pulo Mas Drs Frans Seda bicara sambil menangis, "Dimana saja ada gereja yang dihambat di Republik ini, Marcel selalu menjadi orang pertama yang bicara di DPR". Pak Jacob Oetama bercerita tentang pak Marcel sebagai wali Baptis salah satu putranya. Tetapi yang mengejutkan adalah munculnya ibu Megawati di pemakaman Tanah Kusir. Mgr Hadisumarto ipar pak Marcel mempersilahkan ibu Megawati menaburkan bunga dan membawakan sambutan.
Bertahun sudah berlalu. Berbagai persoalan pelik politik dan hukum yang berbenturan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan telah terjadi di negara kita saat ini. Nurani kita terusik ketika para para petinggi otoritas politik dan hukum mengetuk palu yang mendegradasikan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Penulis Amerika Cindy Adams dalam bukunya "Soekarno Penyambung Lidah Rakyat", menceriterakan bahwa Soekarno suka membaca teks Alkitab tentang Sabda Bahagia, dan ayat favoritnya adalah, "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan" (Mt 5:6). Sungguh, suatu pertanyaan refleksi yang sangat relevan pada setiap peringatan 27 Juli adalah: Masih adakah penghormatan atas HAM, dan penegakan hukum yang tidak mendegradasikan nilai-nilai kebenaran dan keadilan di Republik ini pada saat ini?