Jakarta, Gesuri.id – Anggota DPRD Kota Palembang, Andreas Okdi Priantoro mengingatkan Pemerintah Kota Palembang tidak terburu-buru mengusung branding smart city tanpa terlebih dulu memperkuat fondasi sebagai eco city.
Menurutnya, narasi kota pintar harus dibarengi dengan kesiapan lingkungan yang berkelanjutan dan partisipasi masyarakat yang aktif.
“Jangan bicara smart city kalau persoalan mendasar soal limbah, energi, dan ruang terbuka hijau masih belum tertangani. Palembang lebih dulu harus menjadi eco city. Itu pondasi awalnya,” ujar Andreas dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (03/05/25).
Baca: Ganjar Pranowo Belum Pastikan Maju Pada Pilpres 2029
Andreas menilai, konsep eco city bukan sekadar tren global, melainkan kebutuhan nyata bagi kota-kota besar yang tengah menghadapi tekanan ekologis dan urbanisasi yang masif.
"Dengan infrastruktur yang telah tersedia seperti LRT, IPAL, dan sejumlah ruang terbuka hijau, Palembang dinilainya sudah memiliki modal dasar menuju kota berkelanjutan, tinggal menuntut keberanian politik dan integrasi kebijakan,"jelas Andreas
Salah satu pilar utama eco city adalah transportasi berkelanjutan. Andreas menyebut, keberadaan Light Rail Transit (LRT) harus dioptimalkan sebagai tulang punggung mobilitas kota, bukan sekadar proyek mercusuar.
“LRT itu keunggulan besar. Tapi efektivitasnya bergantung pada konektivitas dan perubahan perilaku masyarakat. Harus ada integrasi dengan angkutan feeder, jalur sepeda, serta trotoar yang nyaman. Ini belum kita benahi secara serius,” ujar Andreas yang juga menjabat sebagai anggota Komisi III DPRD Kota Palembang ini.
Tak hanya itu, Andreas juga mendorong penggunaan energi terbarukan di sektor publik. Ia mencontohkan, gedung-gedung pemerintahan dan fasilitas pendidikan bisa menjadi pionir dalam penerapan panel surya sebagai sumber energi alternatif.
“Kota ini punya potensi besar dari sinar matahari. Kenapa tidak kita manfaatkan untuk mengurangi ketergantungan pada listrik konvensional? Mulai dari kantor wali kota sampai sekolah negeri, harus kita ubah mindset-nya,” tegasnya.
Dalam hal pengelolaan limbah, Andreas mengapresiasi pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) skala kota. Namun ia menilai pengawasan dan perluasan program tersebut masih perlu ditingkatkan agar berdampak langsung pada kualitas air sungai dan sanitasi warga.
“IPAL itu langkah maju, tapi jangan berhenti di pembangunan fisik. Edukasi dan pengawasan mutlak dilakukan. Jangan sampai limbah domestik masih terus mengalir ke sungai tanpa proses,” katanya.
Di sisi lain, ruang terbuka hijau (RTH) sebagai paru-paru kota juga perlu ditambah dan dijaga dari alih fungsi. Andreas menilai, perlu ada regulasi tegas serta insentif bagi kawasan perumahan yang menyediakan RTH mandiri.
Yang tak kalah penting adalah keterlibatan masyarakat. Andreas menekankan, transformasi menuju smart city dan eco city harus dilandasi partisipasi publik yang kuat.
“Kota ini tidak bisa dibangun hanya dengan teknologi. Harus ada kesadaran kolektif warga. Pemerintah harus membuka ruang dialog, bukan hanya lewat forum formal, tapi juga dengan platform digital yang bisa dijangkau semua kalangan,” ujarnya.
Lebih jauh, Andreas menyoroti kecenderungan sebagian pejabat yang gencar mempromosikan konsep smart city tanpa peta jalan yang jelas. Ia menyebut, branding tanpa implementasi konkret hanya akan menghasilkan kebijakan yang dangkal.
Baca: Ganjar Ingatkan Tak Boleh Ada Matahari Kembar
“Jangan sekadar mengejar predikat atau penghargaan. Apa arti smart city jika kualitas udara memburuk, sampah menumpuk, dan warga tak punya akses terhadap layanan dasar? Itu bukan cerdas, itu abai,” tandasnya.
Ia menegaskan bahwa Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Palembang akan terus mendorong agenda pembangunan yang berbasis lingkungan, inklusif, dan berbasis kebutuhan warga.
“Kami siap kawal kebijakan eksekutif yang pro-rakyat dan pro-lingkungan. Palembang bisa jadi contoh nasional jika serius dan konsisten,” tutup Andreas.