Bogor, Gesuri.id - Anggota DPRD Kota Bogor Atty Somaddikarya menegaskan, jika seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya terlebih ASN di daerah Kota dan Kabupaten, maka itu disebabkan karena menjadi 'tumbal' atau korban dari sebuah kebijakan yang salah.
Kebijakan salah itu seringkali berdasarkan selera atau aturan 'suka-suka'.
"Atau bisa juga sebaliknya, kerja suka-suka ASN itu akibat dari menjadi bawahan pimpinan sebagai orang Nomir 1 di eksekutif yang lahir dari 'rahim' politik. Banyak sekali eksekutif dari kader partai yang memang menguasai seluk beluk pemerintahan, tapi ada juga yang kurang paham bahkan ada yang minim pengalaman dn baru 'meraba-raba', bagaimana menjadi seorang Nomor satu di kota, kabupaten bahkan di Provinsi," ujar Atty, baru-baru ini
Baca: Koperasi Punya Nilai Gotong-royong, Bukan Tanggung Renteng!
Politisi PDI Perjuangan itu melanjutkan, ASN yang handal, cerdas dan mumpuni sekaligus memiliki jiwa melayani, 'stok' nya masih ada. Tapi mereka harus bersaing dengan para oknum ASN yang bermodalkan sanjungan pada atasan atau sekedar memanfaatkan kedekatan tanpa punya gagasan, serta tidak berani menolak perintah atasan meskipun perintah itu salah.
Atty menambahkan, stok oknum ASN yang 'sok' menjadi 'raja kecil' juga menyebar di berbagai OPD. Mereka sok menjadi pejabat dengan membuat nomor kontak nya tidak aktif, kurang responsif dan bergaya priyayi.
"Banyak ditemukan juga ASN yang mencari aman dan mencari jabatan secara instan dengan menjadi ABS atau sekedar menjadi 'penjilat', bahkan mau berkorban merogoh sejumlah nominal dengan menjaminkan SK nya sebagai Mahar sebuah jabatan," ungkap Atty.
Atty menyatakan, mahar jabatan sedang menjadi tren di beberapa daerah, yang akhirnya Kepala Daerah nya terjerat OTT KPK. Banyak yang "gelap mata" demi jabatan yang strategis.
Menurut Atty, masalah ini akan terus terjd di berbagai daerah jika kedua belah pihak saling membutuhkan dan sama-sama "gila jabatan" dan "gila Mahar", terlebih jika Kepala Daerah nya kehabisan banyak uang di Pilkada.
"Kesempatan aji mumpung di pakai oleh kedua pihak. 'Gurita' ini sulit diputus karena terpilihnya para kepala daerah itu terpilih bukan karena dicintai, tapi karena janji-janjinya yang dahsyat saat pilkada, seperti 'permen Sugus' yang manis dengan berbagai rasa buah," ujar Atty.
Atty melanjutkan,banyak oknum pejabat dibungkus dengan Pencitraan di Medsos. Hal itu sangat menipu masyarakat.
Dia menegaskan, peran apapun bisa dilakukan dengan berbagai konten. Dan yang namanya konten bisa benar, tapi bisa juga salah karena konten tayang di dunia medsos yang penuh tipu-tipu.
"Kadang berperan sedih, kadang berperan seperti pahlawan bagi masyarakat. Kadang berperan menjadi sok tegas dan sok paling bersih. Konten yang cuma cuap-cuap tak menyentuh mahar dan transaksi dari ' keringat' bawahan, dengan tangan yang bersih dan tak main proyek, pasti nya tidak memakai tangan nya sendiri tapi memakai tangan orang lain," ujar Atty.
Baca: Atty Somaddikarya Tegaskan Penebusan Ijazah Harus Gratis
Tapi Atty mengakui masih banyak Kepala Daerah dan ASN yang jujur dan amanah atas jabatannya, atau memegang teguh sumpah jabatan.
Dan, sambung Atty, jika semua memiliki tujuan dan semangat yang sama, bisa dipastikan keadilan dan kesejahteraan tak akan menjauh dari rakyat miskin. Para pemimpin dan ASN akan memberi pelayanan administrasi pemerintahan sebagai wujud penggunaannya anggaran dari APBD dengan benar-benar berpihak pada Rakyat
"Jadilah eksekutif, legislatif dan ASN yang berperan dan memberi manfaat bagi masyarakat, dengan cara menalankan peran dan fungsi pada koridor nya yg sesuai regulasi. Pelanggaran dan buruknya kinerja atas jabatan yang melekat terjadi karena hukum sebab akibat," papar Atty.
"Jangan pernah menjadi tumbal hukum atas jabatan sebagai hadiah. Jangan saling mengunci dengan saling membuka 'kartu' keburukan, dan akhirnya mengadu kekuatan hukum di akhir Jabatan," pungkasnya.