Ikuti Kami

Kenneth Tegaskan Perlunya Perda Pelarangan Peredaran Daging Peliharaan

Selama ini, sambung pria yang karib disapa Kent, tidak ada aturan dan sanksi yang jelas supaya bisa membuat jera para pelaku penjualan.

Kenneth Tegaskan Perlunya Perda Pelarangan Peredaran Daging Peliharaan
Anggota DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth menilai DKI Jakarta selayaknya harus sudah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) yang membatasi dan mengatur soal pelarangan peredaran daging hewan yang tidak layak di konsumsi, misalnya daging hewan peliharaan dan daging yang layak untuk dikonsumsi misalnya daging hewan ternak.

"Perda ini harus dibuat secara spesifik dan jelas, agar masyarakat paham klasifikasi tentang apa yang di maksud hewan ternak dan apa itu yang di maksud hewan peliharaan, serta daging hewan yang layak di konsumsi dan yang tidak, harus secara jelas dijabarkan jikalau daging hewan ternak itu boleh dikonsumsi dan hewan peliharaan itu tidak boleh," kata Kenneth dalam keterangannya, Senin (27/3).

Selama ini, sambung pria yang karib disapa Kent, tidak ada aturan dan sanksi yang jelas supaya bisa membuat jera para pelaku penjualan daging hewan peliharaan seperti monyet, anjing dan kucing yang di jual secara ilegal.

"Masa sekelas kota besar dan Ibukota Negara seperti DKI Jakarta belum ada peraturan pelarangan penjualan daging yang layak di konsumsi dan yang tidak? Dalam hal ini, Pj Gubernur DKI Jakarta Pak Heru Budi harus peka dan harus ada perhatian khusus terkait hal ini," tegas Kent.

Baca: Kenneth Minta Relokasi Korban Kebakaran di Plumpang ke Rusun

Dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dijelaskan bahwa hewan ternak adalah hewan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Sedangkan hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.

Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan perairan baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

"Jika merujuk pada definisi tersebut, maka daging monyet, kucing dan anjing tidak termasuk kategori pangan, karena monyet, kucing dan anjing tidak termasuk dalam kategori produk peternakan," beber Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu pun berprinsip, jika hewan peliharaan itu harusnya dipelihara dan bukan untuk di konsumsi, lain hal jika hewan ternak itu sudah sangat jelas diperuntukannya.

"Jadi meskipun bukan termasuk hewan dilindungi, monyet, kucing dan anjing jelas bukanlah hewan yang layak dikonsumsi. Apalagi jika hewan tersebut tidak divaksinasi dan rentan terkena wabah penyakit rabies atau penyakit berbahaya menular lainnya, pastinya akan menularkan wabah penyakit juga kepada yang mengkonsumsi dagingnya," tutur Kent.

Kent meminta ketegasan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya supaya melakukan razia rutin di sejumlah pasar di Jakarta, yang patut diduga menjual daging monyet, anjing hingga kucing secara ilegal.

"Dinas KPKP DKI dan PD Pasar Jaya harus rutin melakukan razia ke sejumlah pasar yang patut dicurigai masih menjual daging hewan hewan peliharaan tersebut, karena secara hirarki memang tugas mereka untuk menghentikan penjualan daging monyet, anjing dan kucing ilegal. Saya masih banyak menerima laporan dari masyarakat, bahwa masih ada pasar yang menjual daging monyet, anjing dan kucing," tuturnya.

Baca: Kenneth Puji Kinerja Heru Budi Hartono

Kent juga menjelaskan, kesejahteraan hewan termasuk anjing diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014. Mengingat UU Nomor 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014 mengatur kesejahteraan hidup hewan, termasuk anjing, antara lain praktek kekerasan, pengandangan atau perantaian, pencurian anjing, pertarungan anjing yang terorganisir, hingga perdagangan daging anjing.

Meski demikian, kewenangan usaha termasuk usaha olahan daging anjing adalah oleh Pemerintah setempat. Dan pelanggaran terhadap UU Nomor 18 Tahun 2009 juncto Nomor 41 Tahun 2014 bisa disanksi penjara. Pelanggaran akan dikenakan hukuman penjara 2 tahun sampai ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Namun, sambung Kent, dalam kasus ini diperlukan juga peran sinergi dari masyarakat untuk turut sadar bahwa konsumsi daging monyet, kucing dan anjing sangat berbahaya bagi kesehatan. Setidaknya masyarakat bisa mulai sadar bahwa mitos terkait manfaat kesehatan dari mengkonsumsi daging monyet, kucing dan anjing tidak benar adanya.

"Masyarakat perlu mendapatkan edukasi untuk mematahkan mitos bahwa daging monyet, kucing dan anjing bukan hanya tidak layak dikonsumsi manusia, melainkan juga beresiko membawa penyakit 'Stop Konsumsi Daging Monyet, Kucing dan Anjing!'. Ini dilakukan agar Kota Jakarta maju 'Jakarta Bebas Rabies' dan masyarakatnya beradab karena tidak memakan daging hewan peliharaan," pungkasnya.

Quote