Ikuti Kami

Penyelenggara Pemilu Jangan Gagal Paham Soal 'New Normal'

Gagasan Presiden Jokowi tentang 'new normal' yang visioner itu gagal dipahami secara baik oleh KPU, Bawaslu dan DKPP RI.

Penyelenggara Pemilu Jangan Gagal Paham Soal 'New Normal'
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Endro Suswantoro Yahman. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Endro Suswantoro Yahman menilai KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu RI sebagai para penyelenggara Pilkada serentak yang akan dihelat pada Desember 2020 jangan gagal paham tentang arahan Presiden Joko Widodo mengenai 'new normal'.

Baca: New Normal? Putra Minta Nadiem Sampaikan Evaluasi PJJ

Endro pun mengritik penyesuaian anggaran Pilkada serentak 2020 yang diajukan penyelenggara Pemilu di era normal baru (new normal). 

Menurutnya, gagasan Presiden Joko Widodo tentang new normal yang visioner itu gagal dipahami secara baik oleh KPU, Bawaslu dan DKPP RI, dan gagal diterjemahkan ke dalam usulan revisi anggaran penyelenggaraan Pilkada serentak di masa new normal yang diajukan ke Komisi II DPR RI.

“Penyelenggara pemilu gagal menangkap gagasan dalam pesan pidato Presiden yang futuristik tentang new normal. Penyelenggara harus merubah paradigma berfikir penyelenggaraan pemilu dimasa normal ke kondisi new normal. Karena new normal itu bukan abnormal,” ungkapnya saat Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, dan Rapat Dengar Pendapat dengan KPU RI, Bawaslu RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI pada Rabu (3/6) siang.

Menurut Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut, dari postur anggaran yang diajukan oleh penyelenggara pemilu dalam Raker dan RDP tersebut terlihat bahwa KPU dan Bawaslu sebagai ujung tombak pelaksanaan pemilu yang demokratis, berkualitas dan bermartabat, miskin terobosan baru dalam menyikapi kondisi masyarakat pada masa pemulihan pasca pandemi Covid-19.

“Yang diusulkan hanya tambahan anggaran seperti pengadaan barang APD, masker, hand sanitizer, dan lain-lain. Usulan itu berarti anggaran pilkada dalam keadaan normal tanpa Covid-19 yang ditambah anggaran penanggulan Covid-19. Sedangkan usulan awal anggaran saat sebelum muncul pandemi sama sekali tidak dirubah menyesuaikan New normal. Trus klau bgini, terobosannya mana?,” ungkapnya dalam keterangan tertulis kepada Gesuri, Jumat (5/6). 

Karena, lanjutnya, yang kita perlukan adalah anggaran berbasiskan new normal. New normal itu sendiri bukan keadaan yang abnormal. 

“Keadaan new normal adalah berkah untuk ke tatanan baru yang lebih efisien waktu dan biaya, dan berbasis teknologi 4.0. Sementara yang diusulkan itu anggaran berbasis abnormal. Pola berpikir yang tercermin dalam postur revisi anggaran ini malah masuk kategori analog dengan era industri 2.0,” tegasnya.

Dalam rapat tersebut, Anggota DPR RI dari Dapil Lampung I ini juga meminta kepada seluruh Anggota Komisi II untuk tidak terburu-buru mengesahkan revisi anggaran yang diajukan penyelenggara Pilkada serentak 2020. 

Baca: Prasetyo: DPRD DKI Dukung Transisi 'New Normal'

“Para penyelenggara Pemilu itu jangan memanfaatkan situasi dan model rapat yang dibatasi dengan waktu dengan protocol pencegahan penularan Covid-19 ini agar revisi anggaran bisa segera disahkan. Sementara kami meminta para penyelenggara pemilu memiliki terobosan-terobosan penyelenggaran pemilu dalam masa new normal, tahapan mana yang bisa menggunakan teknologi, efisien dan hemat anggaran,” jelas Endro.

Anggota DPR RI yang juga berprofesi sebagai Dosen Universitas Trisakti ini juga meminta Menteri Dalam Negeri yang dianggap mampu menerjemahkan gagasan new normal Presiden Joko Widodo untuk lebih hati-hati dalam menilai anggaran yang diajukan dalam Pilkada serentak ini.

“Dalam rapat tadi saya juga meminta Mendagri sebagai pembantu Presiden dan yang mampu menangkap dan menerjemahkan arahan Presiden tentang new normal agar jangan mau dimanfaatkan penyelenggara pemilu untuk memperjuangkan anggaran tambahan yang salah secara “paradigmatik,” pungkasnya.

Dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, dan Rapat Dengar Pendapat dengan KPU RI, Bawaslu RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI pada Rabu siang itu menghasilkan tiga butir kesimpulan, yaitu:

1.    Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI menyepakati bahwa dalam rangka penerapan protokol kesehatan Covid-19 pada pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak 2020, maka diperlukan adanya penyesuaian kebutuhan barang dan/atau anggaran, serta penetapan jumlah pemilih di TPS maksimal sebanyak 500 pemilih per-TPS yang diatur secara baik.
2.    Terkait penyesuaian kebutuhan tambahan barang dan/atau anggaran dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020, Komisi II DPR RI,  Kementerian Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI setuju dapat dipenuhi juga melalui sumber anggaran dari APBN dengan memperhatikan kemampuan APBD masing-masing daerah, serta akan mengagendakan Rapat Kerja Gabungan dengan Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Keuangan RI, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI.
3.    Agar terjadi efisiensi dalam penyesuaian kebutuhan anggaran penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, Komisi II DPR RI meminta KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI untuk melakukan restrukturisasi terhadap anggaran yang dialokasikan untuk setiap tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, dan harus disampaikan kepada Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri RI sebelum pelaksanaan Rapat Kerja Gabungan.

Quote