Ikuti Kami

Rahmad Nilai DKI Jakarta Bisa Tiru Tiongkok Dalam Atasi Polusi Udara

Pengendalian polusi harus dilakukan secara menyeluruh, serta ditandai dengan adanya kebijakan yang berkelanjutan. 

Rahmad Nilai DKI Jakarta Bisa Tiru Tiongkok Dalam Atasi Polusi Udara
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menilai, DKI Jakarta bisa mencontoh langkah-langkah drastis yang pernah dilakukan Pemerintah Tiongkok saat negara tirai bambu tersebut dikepung polusi udara yang ekstrem.

“Kita bisa belajar dari apa yang telah dilakukan Pemerintahan Tiongkok. Mereka berhasil menangani polusi udara karena fokus mengubah sumber energi di tiga sektor, yakni industri, transportasi, dan perumahan. Nah, kalau Tiongkok bisa, tentunya kita juga bisa,” yakin Politisi PDI Perjuangan ini.

Handoyo menyatakan, pengendalian polusi harus dilakukan secara menyeluruh, serta ditandai dengan adanya kebijakan yang berkelanjutan. 

Baca: Cegah Polusi Udara, Yuke Dorong Koridor Transjakarta Ditambah

“Ada kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang. Tentu mengatasi polusi udara seperti di Kota Jakarta yang padat kendaraan juga padat pabrik tidaklah mudah. Suatu kebijakan jangka pendek, katakan misalnya seperti pembatasan jumlah kendaraan, tidak akan serta merta mengubah udara jadi bersih. Jadi kebijakan ini harus berlanjut dengan kebijakan jangka menengah dan panjang,” terang Handoyo.

Meskipun demikian, dia berpendapat, kebijakan jangka pendek, yakni mengurangi buangan emisi kendaraan di Ibu kota cukup signifikan mengurangi kepekatan udara di Jakarta. “Strategi yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, mengurangi kontribusi polusi udara yang di sebabkan oleh buangan emisi kendaraan saya kira cukup signifikan,’’ katanya.

Handoyo menambahkan, kebijakan jangka pendek, seperti mengurangi jumlah kendaraan harus dilanjutkan dengan kebijakan jangka menengah, sebut misalnya ajakan kepada ASN khususnya yang bekerja di Jakarta untuk Work From Home (WFH) secara bergantian.

“Para ASN yang bekeja di pemerintahan sebaiknya digilir agar WFH. Entah itu 50 persen atau berapapun persentasenya, itu bisa sedikit mengurangi beban polusi udara,” ujar Handoyo.

Akan tetapi, lanjutnya, upaya mengatasi polusi dengan pengurangan kendaraan serta WFH sebagian karyawan ditambah pula perusahaan swasta harus, sepertinya tetap belum mencukupi. “Meskipun pihak swasta ikut berkolaborasi, bersama-sama mengurangi beban polusi udara di Jakarta dengan mengajak karyawannya WFH secara bergantian, tetap saja, upaya tersebut belum mencukupi,” tegas Handoyo.

Baca: Puan Ajak Seluruh Pihak Komitmen Turunkan Polusi Udara

Menurut dia, diperlukan kebijakan jangka panjang seperti penggunaan energi ramah lingkungan.  “Energi panas bumi, meski mahal tapi itu perlu dikalkulasi, perlu dihitung dengan cermat,” tukasnya.

Handoyo juga menyinggung perlunya batasan buangan emisi yang dikeluarkan pabrik-pabrik yang beroperasi di seputar Jabodetabek yang belakangan disebut-sebut salah satu biang kerok polusi.

“Hal itu perlu ditertibkan. Harus ada batasan toleransi menyangkut emisi pabrik tersebut. Kalau melewati batas toleransi, ada denda. Jika ada denda, maka pada waktunya, mereka akan berpikir untuk menggunakan teknologi yg lebih ramah lingkungan. Ini kebijakan,” katanya.

Selain itu, tambah Handoyo, semangat menggunakan transportasi massal seperti Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, Mass Rapid Transit (MRT) ataupun LRT harus digelorakan. “Kedepan, siapapun pemimpin, harus melanjutkan program transportasi massal. Pemanfaatan transpirtasi massal ini merupakan kebijakan jangka panjang untuk menciptakan langit yang bersih,” tutupnya.

Quote