Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi I DPR RI, Ruth Naomi Rumkabu, berbagi kisah perjuangannya menjadi perempuan pertama dari Biak, Papua, yang berhasil duduk di kursi parlemen Senayan.
Ia menyampaikan bahwa perjalanannya penuh tantangan dan air mata, namun pada akhirnya berbuah manis.
“Penuh tantangan, perjuangan, dan air mata. Namun akhirnya semua membuahkan hasil yang baik,” kata Ruth Naomi, dikutip pada Rabu (4/6/2025).
Sebagai perempuan muda Papua yang kini berusia 36 tahun, Ruth mengakui bahwa keputusannya terjun ke dunia politik berangkat dari dorongan pribadi dan pengalaman mendampingi suaminya yang juga seorang politikus.
“Jadi awalnya itu memang tidak terbayangkan sampai di sini. Hanya memang suami saya seorang politikus. Dan dengan berjalan waktu mendampingi suami di mana-mana, ada hal-hal yang menurut saya saya juga bisa memutuskan sesuatu, mungkin mengambil kebijakan. Tapi kan tidak diberikan hak untuk menyampaikan bagian-bagian itu. Dari situlah berangkat keinginan saya untuk masuk ke dalam dunia politik,” jelasnya.
Di tengah budaya patriarki yang masih kuat, Ruth menegaskan pentingnya keterlibatan perempuan dalam politik, karena banyak suara perempuan yang tidak terakomodasi.
“Tapi kita lihat setelah berjalan waktu, perempuan juga harus bisa. Perempuan juga harus bisa. Dan banyak suara-suara perempuan yang tidak terakomodir oleh laki-laki,” ungkapnya.
Meski ditempatkan di Komisi I DPR RI yang tidak sesuai dengan latar belakang akademis atau pengalaman sebelumnya, Ruth meyakini semua adalah jalan Tuhan.
“Meskipun sekarang ditempatkan bukan di komisi yang membidangi sesuai basic saya. Tetapi saya pikir itu jalan Tuhan” ucapnya.
Ruth juga menyoroti isu-isu sensitif di Papua, terutama terkait kekerasan terhadap perempuan yang sering kali dipicu oleh konsumsi minuman keras (miras) dan faktor ekonomi.
“Papua itu seksi dengan berbagai macam isu. Terutama perempuan menyangkut kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga,” ujarnya.
Sebagai bagian dari upaya penanggulangan, Ruth menyuarakan pentingnya regulasi terkait miras.
“Saya ingin sekali itu penegakan hukum dan juga kepentingan di bagian hukum yang bisa membuat satu aturan untuk peredaran miras itu,” tuturnya.
Ruth juga mengungkapkan sisi personalnya, tentang latar belakang keluarga dan sosok ibunya sebagai inspirasi perjuangan.
“Yang paling sih lebih ke mamah. Karena memang beliau juga pejuang perempuan. Suka bersuara tentang perempuan, hak perempuan di mana-mana. Jadi paling mendukung saya,” imbuhnya.
Mengenang sang ibu yang telah tiada karena gagal ginjal, Ruth tak kuasa menahan haru.
“Itu penyesalan saya. Saya belum bisa mengambil orang tua untuk punya tindakan medis yang lebih untuk menyelamatkan beliau,” jelasnya lagi.
Sebagai wakil rakyat dari Papua, Ruth menyadari besarnya tanggung jawab yang ia emban, termasuk harus berpisah dari anak-anak demi menjalankan tugas negara.
“Memilih untuk ada di tempat ini, itu berarti banyak sudah ada resiko dan konsekuensi yang harus kita bawa. Jadi meninggalkan anak-anak juga termasuk dalam resiko,” lanjutnya.
Ruth menyampaikan pesan kuat untuk seluruh perempuan Papua dan Indonesia: “Untuk semua perempuan Papua, kita harus tetap semangat, tampilkan diri kita sebagai cendrawasih yang indah dan tampil sebagai batu karang yang kokoh. Dan untuk bisa menyuarakan hak-hak yang tidak pernah terseluruhkan,” pesannya.
Dengan suaranya yang lembut namun pesannya yang kuat, Ruth Naomi Rumkabu menjadi representasi nyata kekuatan perempuan Papua dalam memperjuangkan keadilan, keberagaman, dan kesetaraan di parlemen dan tanah air.