Ikuti Kami

Soal Perda Covid, Tina Tolak Hukum Pidana Tapi Harus Humanis

"Jadi jangan sampai perubahan perda ini menjadi keos dan tidak menjadikan suasana lebih kondusif melainkan makin kacau”.

Soal Perda Covid, Tina Tolak Hukum Pidana Tapi Harus Humanis
Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi A dari Fraksi PDI Perjuangan Agustina H alias Tina Toon. (IDN Times)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi A dari Fraksi PDI Perjuangan Agustina H alias Tina Toon menyatakan tegas menolak hukuman pidana bagi masyarakat maupun UMKM yang melanggar Raperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019.

Baca: MS Kaban Desak MPR Adili Jokowi, Didasari Kebencian !

Melainkan, lanjutnya, pendekatannya harus lebih humanis dan mendidik sebab sekarang ini bukan hanya perang kesehatan tetapi juga banyak yang mengeluhkan tidak ada penghasilan dan kelaparan.

"Jadi jangan sampai perubahan perda ini menjadi keos dan tidak menjadikan suasana lebih kondusif melainkan makin kacau,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya diterima Gesuri, Kamis (22/7). 

Hal tersebut ditegaskan Tina Toon dalam rapat Bapemperda DPRD Provinsi DKI Jakarta saat Paparan Eksekutif mengenai Raperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019.

Tina Toon saat memenuhi permintaan dan bantuan warga akan kursi roda, tongkat dan lainnya untuk yang membutuhkan (@tinatoon101)

Lebih lanjut dikatakan Tina, akibat pelanggaran memang harus ditindak tegas. Ia mencontohkan seperti tidak menggunakan masker. 

"Tapi perda sekarang cukup tidak usah direvisi, kan ada denda atau kerja sosial, kalaupun biar jera misalnya kerja sosialnya aja ditambah, lalu untuk penindaklanjutan tidak boleh tebang pilih," ungkapnya.

Tina meminta pengecekan juga terhadap kantor-kantor yang menjadi penyumbang klaster Covid. 

"Mohon maaf nih di kantor-kantor instansi pejabat dicek tidak, masih banyak yang melanggar prokes, masih ngumpul, foto-foto tanpa masker, makan ngrokok nongkrong bareng, kan sama saja jadi klaster covid,” ujarnya. 

“Justru pendekatan sekarang harus lebih humanis dan lebih edukatif termasuk juga untuk vaksin, bisa dikasih reward untuk yang vaksin, misal bansosnya ditambahin bagi penerima yang sudah vaksin dan tunjukin bukti vaksin,” ia menyarankan. 

Ada juga, lanjutnya, perubahan dimana PNS atau Satpol PP kewenangannya ditambahkan sampai ke penyidikan, berjalan saja 3 pilar TNI, Polisi, Satpol PP sesuai tupoksi, jangan sampe nanti tidak siap mental terjadi pengulangan penindakan kekerasan meskipun bukan di Jakarta. 

Baca: Jokowi Diminta Copot Pejabat yang Hambat Birokrasi Efisien

Jangan sampe terjadi di Jakarta, ungkapnya, juga kadang pelatihan dan sosialisasi serta evaluasi terhadap keterlibatan aparatur pemda masih kurang optimal, sehingga bisa membuat potensi pungli seperti kejadian di lapangan yang disampaikan kawan-kawan bapemperda dan atas beberapa laporan warga.

“Kadang sektor esensial dan kritikal juga ragu, kemarin ada laporan, langsung di segel, ternyata esensial dicabut lagi, nah hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi kedepan jangan sampe penegak hukumnya plin plan, masyarakat jadi korban,” tandasnya. 

Adapun usulan materi dalam Perubahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 adalah sebagai berikut: 

1. pengaturan mengenai penyidikan yang melibatkan Penyidik Polisi Negara
Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Provinsi dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Satpol PP;
2. pengaturan mengenai kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam menegakkan ketentuan pidana bagi pelanggar protokol kesehatan dalam
penanggulangan COVID-19;
3. pengaturan beberapa ketentuan pidana yang bersifat ultimum remidium, yaitu:
a. ketentuan pidana setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan Masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif;
b. ketentuan pidana bagi subyek hukum tertentu, yaitu:
1) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri,
perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata;
2) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring;
3) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab
warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran;
yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin.

Quote