Ikuti Kami

Tidak Gajian, Anggota DPRD Kota Sukabumi Gugat Kang Emil

Hal ini menyusul keluarnya Surat Keputusan (SK) Gubernur yang memberhentikan 35 Anggota DPRD Kota Sukabumi periode 2014–2019.

Tidak Gajian, Anggota DPRD Kota Sukabumi Gugat Kang Emil
Politisi PDI Perjuangan Rojab Asyari.

Sukabumi, Gesuri.id - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi periode 2014-2019 akan menggugat Pem[rov Jabar dan Pemkot Sukabumi

Salah satu alasannya ialah keluarnya Surat Keputusan (SK) Gubernur yang memberhentikan 35 Anggota DPRD Kota Sukabumi periode 2014–2019.

Implikasi dari kebijakan itu mengakibatkan seluruh mantan anggota DPRD Kota Sukabumi tidak mendapatkan gaji dan tunjangan selama satu bulan. Para mantan anggota dewan itu, kini tengah mempersiapkan berkas materi gugatan yang akan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. 

Juru bicara Anggota DPRD Kota Sukabumi periode 2014 – 2019, Rojab Asyari mengatakan alasan menggugat dua pimpinan daerah ini dikarenakan terbitnya SK Gubernur Nomor 171.3/Kep.575-Pemksm/2019 tentang Peresmian Pemberhentian Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi masa jabatan tahun 2014–2019. Surat Keputusan yang ditandatangani Gubernur Jawa Barat, Mohammad Ridwan Kamil tanggal 1 Agustus 2019 itu, dianggap cacat hukum dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

‘’Kami baru mengetahui SK Gubernur tersebut pada saat prosesi pelantikan anggota DPRD Kota Sukabumi periode 2019–2024. Ternyata SK Pemberhentian sudah terbit sejak sebulan yang lalu. Padahal masa jabatan kami belum berakhir dan masih melaksanakan tugas seperti biasanya,’’ kata mantan sekretaris Fraksi PDI Perjuangan ini.

Rojab mengatakan masa jabatan anggota DPRD Kota Sukabumi periode 2014–2019 sebenarnya berakhir pada tanggal 5 Agustus 2019. 

Namun karena ada proses perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, pelantikan anggota DPRD yang baru tidak bisa dilaksanakan tepat waktu.

Prosesi pelantikan anggota DPRD periode 2019–2024 baru bisa terlaksana pada 2 September lalu. 

"Kami mempertanyakan  terkait terbitnya SK Pemberhentian tertanggal 1 Agustus 2019. Padahal saat itu kami masih menjabat dan proses PHPU masih bergulir di Mahkamah Konstitusi," katanya. 

Menurut Rojab, hasil konsultasi dengan pihak pengacara menemukan adanya indikasi pelanggaran hukum atas terbitnya SK Pemberhentian ini. Selain ada indikasi mal-administrasi, SK Gubernur ini dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Sebab di dalam ketentuan UU maupun Peraturan Pemerintah, masa jabatan anggota DPRD ditetapkan lima tahun dan berakhir pada saat pengucapan sumpah janji anggota DPRD yang baru.

Quote