Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai amar putusan MK yang membolehkan siapa pun jadi capres dan cawapres asal pernah atau sedang menjabat kepala daerah disertai persoalan.
Menurut dia, sejatinya hanya tiga hakim konstitusi yang setuju dengan amar putusan tersebut.
Dia memerinci, terdapat empat hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion dengan menolak permohonan tersebut. Mereka adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
"Selain itu, terdapat dua hakim Konstitusi yang oleh putusan disebut memiliki concurring opinion atau alasan berbeda, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh," ujar Basarah dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).
Dia menyatakan, apabila dicermati lebih lanjut, Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic sejatinya menyampaikan dissenting opinion. Sebab, kata dia, kedua hakim konstitusi tersebut memiliki pendapat berbeda soal amar putusan.
Menurut hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, amar putusan seharusnya, “Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang."
Kemudian, menurut hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, amar putusannya seharusnya, “Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi."
"Artinya, sejatinya hanya tiga orang hakim konstitusi yang setuju dengan amar putusan ini. Sisanya enam hakim konstitusi lainnya, memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan amar putusan," kata dia.
Oleh karena itu, kata dia, putusan MK ini sejatinya tidak mengabulkan petitum pemohon, melainkan menolak permohonan pemohon. Kalau pun mau dipaksakan, kata dia, maka titik temu di antara lima hakim adalah berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah Gubernur.
Baca: Dunia Aktivisme Ganjar Pranowo
"Dengan demikian putusan MK tidak dapat dimaknai bahwa berpengalaman sebagai kepala daerah adalah sebagai bupati/wali kota," tuturnya.
Dia pun meminta putusan tersebut selayaknya tidak diberlakukan karena mengandung kekeliruan dalam mengambil putusan yang berakibat pada keabsahan.
Putusan MK Kepala Daerah Jadi Capres-Cawapres meski Belum 40 Tahun Berlaku di Pilpres 2024.
"Putusan semacam ini jika langsung ditindaklanjuti oleh KPU akan melahirkan persoalan hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari terkait legitimasi dan kepastian hukum putusan. Untuk itu sudah seharusnya KPU mengedepankan asas kehati-hatian, kecermatan dan kepastian dalam mempelajari keputusan ini," katanya.