Ikuti Kami

Adu Kuat Gerakan Tagar Membidik Milenial di Linimasa

Munculnya perang tagar adalah sebagai perubahan konteks sosial politik yang semakin dinamis dan berkaitan dengan era cyber demokrasi

Adu Kuat Gerakan Tagar Membidik Milenial di Linimasa
Suasana debat pertama Pilgub Sulsel beberapa waktu lalu

TIDAK terasa tinggal sebulan lagi ajang Pilkada serentak memasuki babak akhir. Tepat pada tanggal 27 Juni nanti, daerah yang menggelar hajatan Pilkada akan memasuki masa pencoblosan. Dan di tenggat waktu yang tersisa tersebut masing-masing pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur bakal semakin pol-polan menggenjot kampanye dan promosi propaganda ke para calon pemilih.

Tentu saja mereka siap untuk memperebutkan hati para calon pemilih terutama dari kalangan pemilih yang masih berada di wilayah abu-abu alias belum menentukan sikap akan mencoblos paslon yang mana saat di bilik suara nanti. Dan para pemilih tersebut berasal dari kalangan milenial yang porsinya sebesar 25-30 persen dari jumlah suara pemilih di setiap provinsi. Jumlah yang tentunya cukup signifikan untuk mempengaruhi besaran suara paslon nanti.

Dalam mendekati kalangan milenial, tidak seperti pendekatan yang dilakukan oleh paslon terhadap para pemilih yang matang. Para pemilih ini tidak mempan dengan jargon-jargon kampanye. Selain itu para pemilih milenial juga umumnya berasal dari kalangan berpendidikan yang melek dengan informasi setiap saat. Jadi urusan mencari tahu latar belakang paslon bisa dilakukan dengan mudah di jaman yang serba internet seperti sekarang ini.

Nah, kalau sudah seperti itu, tentunya paslon tidak bisa lagi melakukan cara-cara usang seperti door to door bertemu dengan pemilih milenial dari satu pintu ke pintu, atau menempelkan stiker dan membagi-bagikan kalender kepada mereka. Sudah pasti akan terjadi penolakan dan bisa dipastikan pula mereka tidak akan memilih paslon yang berpromosi dengan cara-cara yang seperti tadi disebutkan.

Lalu dengan cara apa bisa meraih mereka? Cara yang umum dilakukan adalah paslon mendatangi kalangan pemilih milenial ini wadah-wadah penyaluran aspirasi kreatif atau menyambangi komunitas-komunitas yang tersebar di beberapa provinsi tersebut. Beberapa paslon sudah melakukan hal itu sebut saja Calon Gubernur dan Cawagub Jatim Gus Ipul Puti yang terlihat melakukan blusukan ke pusat-pusat kreatif anak muda di Jatim.

Malahan tidak hanya blusukan, Puti juga ikut aktif terlibat dalam berbagai kegiatan kreatif anak milenial seperti pembuatan film independen dari generasi muda di Surabaya. Kemudian Cagub Jateng Ganjar Pranowo sempat berbaur dengan anak milenial menonton konser musik rock Europe di Boyolali beberapa waktu lalu. Ganjar juga aktif membuat vlog yang melibatkan anak-anak muda Jateng.

Perhatian juga diberikan oleh Cagub Jabar Tubagus Hasanuddin yang mengajak kongkow anak muda di Jabar di coffee shop sambil menyerap aspirasi dari kalangan milenial tersebut. Demikian pula aksi Cagub Sumut Djarot Saiful Hidayat yang terlihat aktif menyambangi anak-anak muda di Sumatera Utara termasuk ikut berpartisipasi pada acara Car Free Day Sumut. Demikian pula dengan paslon yang diusung oleh PDI Perjuangan di daerah lain turut melakukan hal yang setidaknya sama.

Dan yang tidak kalah serunya adalah membidik milenial di lini massa dengan melakukan gerakan tagar dan membuat trending topik di media sosia terutama twitter. Biasanya perang twitter atau twitwar atau pertempuran udara muncul tatkala debat kandidat pilgub digelar di beberapa daerah dan disiarkan langsung oleh stasiun televisi.

Sempat heboh dalam debat Pilgub Jabar yang kedua beberapa waktu lalu tagar #HasanahJadiGubernurJabar versus #RinduJabarJuara1 versus #2018AsyikMenang saling adu kuat dalam memperebutkan prestise dan gengsi di papan Trending Topik Indonesia. Ketiga tagar tersebut saling salip menyalip untuk bisa menempati posisi lima besar papan trending topik Indonesia. Tentunya, para pendukung dari masing-masing paslon berlomba-lomba mengirimkan postingan tweet secara bertubi-tubi demi mengangkat tagar tersebut agar berada di posisi puncak dan bertahan lebih lama di udara.

Isi postingan tentu saja mengungkap berbagai keunggulan paslon tadi berikut dengan program-program andalan yang diusung oleh masing-masing paslon. Maka tidak mengherankan jika dalam waktu dua jam selama debat berlangsung lini massa dipenuhi oleh postingan dari paslon yang sedang berdebat. Tentunya perang tagar tidak hanya terjdi di twitter melainkan juga di fanspage facebook dan instagram dengan jumlah massa yang berbeda setiap platform.

Demikian pula saat debat Pilgub Jatim yang digelar beberapa waktu lalu pasangan Gus Ipul Puti memainkan tiga tagar sekaligus yaitu #KabehSedulurPilihGusIpul, #Nomor2UntukJatim dan #JatimPilihGusIpulPuti. Ketiga tagar itu sengaja dimainkan agar mampu mendominasi papan trending topik Indonesia. Namun ketiga tagar tersebut muncul bergantian di papan trending twitter. Dan yang paling seru adalah di tengah pertempuran tersebut tiba-tiba menyodok ke posisi lima besar trending topik Indonesia tagar #KhofifahGubernureJatim dari negeri antah berantah.

Tagar dari pasangan lawan itu pun mendadak sempat nongkrong di nomor satu Trending Topik Indonesia selama beberapa jam sebelum akhirnya disusul oleh #JatimPilihGusIpulPuti yang akhirnya bisa menumbangkan #KhofifahGuburnureJatim setelah semua pasukan udara yang dimiliki PDI Perjuangan Jatim turun gunung.

Hal yang sama juga terjadi di Jateng, manakala tagar #JatengPilihGanjarYasin beradu kuat dengan #SudirmanIda dalam Debat Pilgub Jateng. Pola perang tagar tersebut hampir sama dengan Jatim yang mendadak menyodok di tengah pertempuran sebelum kemudian berhasil ditumbangkan dan ditendang keluar arena. Sedangkan Sulsel yang bermain dengan #SulselPilihProfAndalan lebih dominan karena tidak ada lawan tanding dari paslon lain. Alias paslon lain tidak ikut bertempur di udara.

Situasi panas perang tagar itu terjadi dalam debat pilgub yang digelar di Jawa. Sementara kondisi yang adem ayem cenderung terjadi di Kalbar, Bali, Sumut, Lampung dan Sumsel yang nyaris tidak ada perlawanan kala melakukan operasi trending topik di udara. Mereka muncul dengan tagar masing-masing tanpa ada yang mengomandoi. Sementara lawan dari paslon yang diusung PDI Perjuangan juga tidak bermain trending topik di twitter. Mereka lebih banyak memainkan propaganda di platform lain seperti fanspage dan instagram paslon masing-masing.  

Lalu apakah efektif memainkan strategi perang udara tersebut? Analis Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Jakarta Gun Gun Heryanto menyebut, munculnya fenomena perang tagar adalah sebagai perubahan konteks sosial politik yang semakin dinamis dan berkaitan dengan era keterbukaan antara demokrasi di dunia nyata dengan cyber demokrasi.

Cyber demokrasi menjadi salah satu penanda dari ekspresi kebebasan berpendapat yang tentunya merupakan pilihan politik sesuai preferensi pilihan masing-masing yang enggan diekspresikan ke dunia nyata. Akibat adanya pilihan tersebut setiap orang punya keleluasaan dalam menyalurkan ide aspirasi ke dunia maya. Dan yang terpenting lagi adalah gerakan tagar itu merupakan upaya untuk membranding paslon dengan cara mendekatkan kepada para calon pemilih milenial.  Gun Gun sendiri tidak menyebut langsung apakah gerakan tagar ini efektif atau tidak.

Namun, bagi praktisi media sosial kegiatan membranding paslon lewat aksi gerakan tagar tersebut dapat berhasil dengan beberapa catatan yaitu, postingan tweet yang dikirim untuk meramaikan tagar tersebut berhasil menggema tidak hanya dari lingkaran paslon tersebut melainkan juga dapat menjangkau para pemilik akun twitter untuk terlibat dalam interaksi pada tagar tersebut. Hal ini bisa dilihat dari jumlah komentar, retweet dan love dalam setiap postingan yang dilakukan.

Jika ini terjadi maka tentu saja pesan yang dikirim lewat postingan akun twitter tersebut akan tepat sasasan dan pemilik akun yang rata-rata adalah dari kalangan milenial bisa menerima pesan itu dengan baik. Syarat berikutnya gerakan tagar ini harus dilakukan secara simultan, kontinyu dan tidak terputus agar dapat menciptakan efek band wagon yang tepat guna. Efek band wagon adalah berusaha mengulang pesan-pesan tersebut agar menancap kuat di benak para calon pemilih. Pesan itu diwakilkan oleh gerakan tagar tadi.

Dan yang terpenting dalam melakukan gerakan tagar ini murni dilakukan oleh pasukan organik yang digerakan oleh massa dari masing-masing paslon. PDI Perjuangan lebih mengandalkan akun-akun DPC dari masing-masing PAC untuk meramaikan gerakan tagar tersebut ketimbang menyewa buzzer profesional yang keaslian organiknya dapat dipertanyakan. Tentunya masing-masing akun DPC tadi juga harus meningkatkan enggament akun tadi dengan masyarakat pemilih dari PAC setempat.

Tentunya meningkatkan enggament ini adalah bagian dari upaya mengajak partisipasi warga sekitar untuk bermain twitter terutama dari kalangan milenial itu sendiri. Bila enggament ini berhasil dilakukan tentu akan menjelma menjadi sebuah kekuatan yang maha dashyat sehingga prediksi kemenangan paslon dapat dengan mudah diperkirakan. Wallahualam bishowab.

Ali Imron H, M I Kom

Quote