Ikuti Kami

Analisis - Bendera Merah dari Timur

Oleh: Kader PDI Perjuangan yang juga Alumni Universitas Pakuan Bogor, Amaliana Widya Utami.

Analisis - Bendera Merah dari Timur
Politikus PDI Perjuangan, Willy Midel Yoseph.

Jakarta, Gesuri.id - Gong pesta demokrasi di Kalimantan Tengah kembali ditabuh. Gaungnya mulai terdengar. Setiap pesta memang berpotensi menyulut histeria massa. Tidak berbeda jauh dengan masyarakat di daerah lain di Indonesia, masyarakat Kalteng juga antusias menunggu gelaran pesta, termasuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. 

Masyarakat Kalteng mulai mencari figur. Tidak heran jika kasak-kusuk bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur pelan-pelan marak di media massa dan media sosial. Ada yang menggadang-gadang calon lama agar kembali maju ke panggung tarung, ada yang mendorong-dorong calon baru supaya tergerak terjun ke arena kontestasi.

Provinsi beribu kota Palangka Raya ini mulai menggeliat. Rakyat perlahan menyasar sosok mumpuni dalam upaya “menggatang utus” atau mengangkat harkat masyarakat Dayak. Rakyat perlahan menyisir tokoh yang diyakini layak memimpin Bumi Pancasila dalam rentang lima tahun mendatang. 

Menjala Harapan Massa

Setiap perhelatan pilih-memilih pemimpin niscaya tertuju pada hasrat mendapatkan pemimpin yang memiliki kapabilitas dan kapasitas. Bukan apa-apa. Nasib rakyat di satu daerah terletak di bahu pemimpin terpilih. Hal serupa dirasakan oleh masyarakat Bumi Tambun Bungai. 

Memilih pemimpin tidak dapat disamakan dengan memilih baju, tas, sepatu, atau kosmetik. Tidak dapat dimungkiri, memilih pemimpin sangat menentukan pembangunan suatu daerah. Hanya beberapa menit di bilik suara sangat menentukan nasib daerah selama lima tahun.

Itulah sebabnya pemilih diberi keleluasaan untuk menentukan pilihan. Tidak ada rumus “memilih kucing dalam karung”, sebab setiap paslon punya kesempatan untuk memaparkan visi dan misi, membabarkan rencana dan strategi, serta menjabarkan harapan dan kenyataan. Pemilih di Indonesia, termasuk di Kalteng, harus lebih cerdas. 

Siapakah gerangan sosok yang layak menduduki Kursi 01 dan 02 di Kalimantan Tengah? Siapakah tokoh yang dapat mengangkat taraf hidup 5,66% masyarakat miskin di Kalteng? Siapakah figur pemantik harapan bekerja bagi 1.384 ribu jiwa penganggur di Kalteng?

Tiga pertanyaan di atas yang berdasar dari data BPS 2019 sebenarnya sederhana, tetapi jawabannya tidaklah sederhana. Setiap warga Bumi Pancasila pasti sudah punya angan tentang sosok yang layak dipilih. Barangkali malah sudah ada yang mengambil ancang-ancang untuk menentukan pilihan sejak sekarang. Namun, angan sering kali seperti angin, mudah berubah seiring perjalanan waktu. Beda perkara jika hati memilih untuk setia pada pilihan.

Menerawang Figur dari Kitaran Gunung Bondang

Warga Kalteng tentu tidak asing pada Gunung Bondang. Gunung tersebut dikenal sebagai salah satu dari sekian banyak surga tersembunyi di Bumi Tambun Bungai. Namun, ada satu figur yang lahir di kitaran gunung itu. Tulisan ini dapat dianggap sebagai terawang ringan atau teropong enteng atas keberadaan figur tersebut.

Willy Midel Yoseph, Politikus kawakan dari “partai banteng bermoncong putih”, pria kelahiran 1 Mei 1960 di Puruk Cahu, Murung Raya, tentu sudah sangat akrab di telinga dan hati warga Kalteng. Pada Pileg 2019 lalu, beliau turun gunung dan meraup 147.707 suara, jauh melampui raihan suara lima caleg lain yang terpilih mewakili rakyat Kalteng di Kubah Hijau Senayan atau di DPR RI.

Lima tahun sebelumnya, pada Pileg 2014, alumnus SD Tumbang Kunyi (1973) ini juga melenggang ke Senayan. Perolehan suaranya pun tidak sedikit, yakni 147.175 suara. Termasuk dalam 20 besar perolehan suara terbanyak legislator di DPR RI pada periode 2014—2019. Bagaimanapun, raihan suara adalah aset penting bagi politikus. Itu berarti beliau dipercaya mampu menjadi “penyambung lidah masyarakat Kalteng”.

Modal kepercayaan rakyat itulah yang menginspirasi beliau untuk ikut dalam Pilgub Kalteng 2015. Peraih gelar Insinyur Kehutanan di Universitas Lambung Mangkurat (1985) ini hanya kalah tipis dibanding paslon terpilih. 

Namun ada poin penting yang dapat kita lihat, yakni keberanian beliau meninggalkan “kursi Senayan”. Bukan pilihan yang mudah, tetapi beliau sanggup menanggung risiko. Inilah kecerdasan emosional beliau di dunia politik. Sekalipun kalah, beliau tegar.

Adakah beliau layak menjadi pilihan bagi warga Kalteng, terutama masyarakat Dayak? Jawabannya tentu berpulang pada hati pemilih. Hanya saja, ada tiga alasan yang patut jadi pertimbangan bagi konstituen untuk memilih Pak WMY—begitu inisial beliau.

Bergerak, Bertumbuh dan Bertambah

Tidak mudah memimpin sebuah daerah yang baru lahir, tetapi wirausaha yang merintis karier politik dari bawah ini sudah menyuguhkan bukti konkret. WMY memimpin Kabupaten Murung Raya selama dua periode. Sekalipun Murung Raya minim fasilitas, beliau tidak patah arang. Tira Tangka Balang. Ya, beliau bekerja hingga tuntas. Kini Murung Raya bertumbuh menjadi salah satu primadona di Kalimantan Tengah.

Bergerak. Inilah alasan pertama. Semenjak terjun ke dunia politik, beliau hibahkan hati, pikiran, dan tenaganya demi Kalimantan Tengah. Beliau terus bergerak untuk bekerja. Beliau merdekakan Murung Raya dari “tiga penjajah”, yakni kebodohan, kemiskinan, dan keterisolasian. Sebagai kabupaten yang masih bayi, Murung Raya berhasil keluar dari belenggu penjajahan itu. 

Bertumbuh. Dari tiada menjadi ada. Demikianlah jejak yang beliau tinggalkan di tanah kelahiran. Kekayaan sumber daya alam Murung Raya menjadi aset berharga yang dapat didayagunakan tatkala dipimpin selama dua periode oleh WMY. Dengan kata lain, beliau “sarat pengalaman”. Jelas bukan pemimpin asal-asalan atau memimpin dengan asal-asalan. Faktanya, Presiden SBY menganugerahi beliau dengan penghargaan Satya Lencana Pembangunan di bidang pendidikan pada Desember 2008.

Bertambah. Murung Raya Emas. Fondasi itulah yang beliau canangkan ketika menjabat sebagai orang nomor satu di Kabupaten Murung Raya. Kendatipun Murung Raya terhitung muda dibanding kabupaten lain di Kalteng, tetapi geliatnya amat mengagumkan. 

Filosofi huma betang jelas tampak di Murung Raya. Islamic Center dan Christian Center berdiri megah. Tidak heran jika beliau ditahbiskan menjadi 10 Bupati Terbaik, didapuk sebagai satu-satunya Bupati dari Kalteng yang menerima Anugerah Kesetiakawanan Sosial Nasional 2006, dan sederet penghargaan lain yang fantastis.

Pada dasarnya, tiga alasan di atas bertolak dari satu kata: bekerja. Tiga alasan itulah yang dapat menjadi titik jernih bagi pemilih untuk memilih WMY. Menjelang pesta demokrasi di Kalteng, legislator yang menguasai banyak bahasa Dayak ini patut diusung dan didukung. Demi “manggatang utus”, demi Kalteng yang dahsyat.

Akhirnya, semua berpulang kepada hati bening para pemilih. Rakyat Kalteng tidak perlu bingung menentukan pilihan. Bendera merah sudah dikibarkan, pantang turun walau sejengkal. Willy Midel Yoseph adalah figur tepat bagi Kalteng. WMY for Kalteng: bergerak, bertumbuh, bertambah. Dan, berkibar!

Quote