Ikuti Kami

e-KTP Multiguna Soal Teknis, Distribusi Program yang Utama

Nawaitu Pemerintahan Jokowi dalam menyalurkan berbagai program kesejahteraan dengan kartu-kartu saktinya, adalah yang utama.

e-KTP Multiguna Soal Teknis, Distribusi Program yang Utama
Presiden Jokowi

PASCA  debat ketiga Pilpres 2019, isu e-KTP versus 3 kartu sakti program terbaru Jokowi-KH. Ma'ruf Amin menyeruak menjadi perbincangan publik.

Kubu 02 beranggapan hanya dengan e-KTP atau single identity number, tak perlu sampai mencetak 3 kartu yang akan memboroskan anggaran. 

Simple saja, ide awal pemerintah memang menginginkan e-KTP terintegrasi dengan seluruh program pelayanan kesehatan, pedidikan dan kesejahteraan. Namun apa daya: teknologi kita belum bisa secepat itu mendesain berbagai program pemerintah. 

Masalahnya, Pemerintahan Jokowi-JK diwarisi sistem dan pembuatan e-KTP yang sudah disunat setengah lebih anggarannya oleh koruptor baik di pemerintah zaman SBY maupun DPR.

Bukannya menyalahkan rezim sebelumnya. Namun memang faktanya, jujur harus diakui, berbagai warisan kebijakan pemerintahan sebelumnya yang hanya meninggalkan legacy yang membuat mubazir seperti e-KTP yang tidak sempurna perencanaannya. Dengan anggaran yang fantastis, dan kualitas e-KTP yang seperti hanya kartu yang delaminating, tentu itu merupakan inefisiensi alias pemborosan.

Seharusnya, dengan anggaran hingga Rp 6 Triliun, 1 e-KTP bisa mempermudah segala layanan birokrasi seperti pembuatan akte kelahiran, Kartu Keluarga dan sebagainya. Faktanya, ketika kita membuat akte kelahiran misalnya, petugas di lapangan tetap meminta foto copy e-KTP. Seharusnya, yang namanya elektronik, semua sudah digital. Sudah terdata. Dengan hanya menggunakan barcode atau menginput NIK, data kita sudah lengkap di big data.

Namun karena syahwat berburu rente (keuntungan) semata dari tender proyek tersebut, tanpa diikuti oleh perumusan bagaimana KTP elektronik itu bisa juga terintegrasi dengan data-data seperti perbankan atau pembagian program Pemerintah seperti Program Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan atau BPJS dan berbagai program lainnya, akhirnya proyek e-KTP terlunta-lunta. Dan pemerintahan Jokowi-JK harus menanggungnya dengan menambal segala kekurangannya. Dan salah satunya dituding boros ketika ada seabrek program yang begitu dirasakan kemanfaatannya oleh masyarakat di kalangan pra-sejahtera karena menggunakan beberapa kartu untuk pencairannya.

Tidak masalah. Kubu sebelah bisanya hanya mengeritik. Belum pernah berbuat, tapi menghujat. Nawaitu Pemerintahan Jokowi dalam menyalurkan berbagai program kesejahteraan dengan kartu-kartu saktinya, adalah yang utama. Jika menunggu membenahi e-KTP yang tentu membutuhkan waktu yang lama, bisa jadi berbagai program pemerintah untuk menyejahterakan rakyat akan terhambat.

Bagaimana bicara e-KTP efisien dan agar masyarakat tidak banyak memegang kartu kalau dari perencanaan hingga penganggarannya saja pembuatan e-KTP dikorup besar-besaran oleh Pemerintah zaman SBY.

Bagaimana mengharapkan e-KTP bisa terintegrasi dengan berbagai program Pemerintah, jika perusahaan yang menang tender pembuatan sistem IT-nya saja menyuap pemerintah dan pimpinan DPR. Dan mirisnya, cawapres yang dalam paparan debat Pilpres ketiga beberapa waktu lalu mengeritik penggunaan tiga kartu sakti program baru kubu 01 yang akan dihadirkan dalam pemerintahan ke depan, perusahaannya PT DGI diisukan terlibat dalam tender pengadaan e-KTP yang bermasalah.

Quote