Ikuti Kami

Krisis Pandemi, Solidaritas Sosial dan Sosialisme

Oleh: Dr. E.Y. Wenny Astuti Achwan, MKes., Ketua Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak DPD PDI Perjuangan Provinsi NTB.

Krisis Pandemi, Solidaritas Sosial dan Sosialisme
Dr. E.Y. Wenny Astuti Achwan, MKes., Ketua Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak DPD PDI Perjuangan Provinsi NTB. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Pandemi covid-19 telah mempengaruhi kehidupan dan penghidupan hampir tiga perempat penduduk planet ini. Dibandingkan dengan krisis iklim yang berdampak langsung terhadap lingkungan, krisis pandemi saat ini berdampak langsung pada hajat hidup manusia.

Ekonom sumber daya lingkungan Marshall Burke mengatakan bahwa ada bukti hubungan antara menghirup kualitas udara yang buruk dengan kematian dini.

Dengan mengingat hal ini, 'pertanyaan yang wajar’ - kalau tidak dikatakan aneh - adalah apakah nyawa yang diselamatkan dari pengurangan polusi yang disebabkan oleh gangguan ekonomi dari Covid-19 ini, melebihi jumlah kematian akibat virus itu sendiri?

Dia mengatakan, bahwa 'hanya dalam dua bulan pengurangan tingkat polusi di China, kemungkinan itu menyelamatkan nyawa 4.000 anak balita dan 73.000 orang dewasa di atas 70 tahun”.

Solidaritas Sosial Dalam Dinamika Ekonomi

Perubahan sosial yang radikal jelas diperlukan jika kita benar-benar ingin mengatasi konsekuensi dari pandemi yang sedang berlangsung. 

Jika virus terus menyebar maka ketidakpastian dan gangguan akan meningkat. 

Kebijakan tentang  jarak sosial dan pembatasan pergerakan akan terus diterapkan sementara rantai pasokan yang sedang terganggu akan semakin terurai beberapa bagian. Selanjutnya pembatasan pergerakan menjauhkan bahan bakar industri dari mesin-mesin produksinya yang akan berdampak terhadap berhentinya industri dan pabrik. 

Namun demikian, tidak cukup hanya dengan mengkarantina, mengisolasi dan bertahan hidup. Sebab di sisi lain, layanan publik seperti listrik, air, sarana komunikasi, pasokan makanan dan fasilitas layanan kesehatan, harus terjamin lancar. Dengan kata lain, perubahan sosial ini berdampak kepada ekonomi masyarakat di masing-masing negara dan antar negara. 

Dalam krisis ini, kita dipaksa sadar untuk bertindak sebagai komunitas yang saling bergantung, bukan sebagai individu yang mandiri, sehingga nilai-nilai dinamika ekonomi dan efisiensi telah digabungkan dengan nilai-nilai solidaritas, kemanusiaan, keadilan, tanggung jawab, dan kasih sayang.

Gotong royong, sebagai tradisi budaya bangsa yang mewujudkan kerja bersama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan, menjadi sangat relevan dalam kondisi saat ini.

Koordinasi dan Kolaborasi

Pendekatan kolektif, terkoordinasi dan komprehensif yang melibatkan seluruh mesin pemerintahan menjadi syarat mutlak untuk menekan pandemi. Pendekatan komprehensif semacam itu harus menjangkau jauh melampaui mekanisme pemerintahan dan harus mencakup mobilisasi masyarakat lokal dan daerah di luar pusat pemerintahan, yang menekankan kepada koordinasi dan kolaborasi nasional yang kuat dan efisien. 

Egosentris setiap unsur pemimpin dalam hirarki, beserta ego-politik, hendaknya dibuang jauh demi bergerak bersama ke satu tujuan yang sama, politik (melawan) krisis. Social sensitivity harus tidak berjarak dalam social distancing.

Sosialisme

Will Hutton mengatakan, “Sekarang, satu bentuk globalisasi pasar bebas yang tidak diatur dengan kecenderungannya, sedang sekarat karena krisis dan pandemi.Tetapi bentuk lain yang mengakui saling ketergantungan dan keunggulan tindakan kolektif berbasis bukti sedang lahir." 

Model ekonomi, yang makin melebarkan kesenjangan sosial antara kaya dan miskin di dalam dan antar negara serta meningkatkan ketegangan sosial karena persaingan bebas, telah membuktikan kegagalannya.

Kita perlu mempromosikan kemakmuran bersama dan membela masyarakat secara lebih adil. Ini sesuai dengan sila kedua dan kelima Pancasila. Memprioritaskan kesejahteraan masyarakat adalah lawan dari konsumerisme berkelanjutan yang digerakkan individualis dalam industrialisme.

“... saya memakai perkataan ”sosialisme”, tetapi pakailah perkataan lain kalau Tuan mau, asal isi maknanya sama, yakni satu masyarakat yang berkesejahteraan sosial dan berkeadilan sosial. Yang di dalamnya tiada eksploitasi manusia oleh manusia, tiada eksploitasi pula manusia oleh negara, tiada kapitalisme, tiada kemiskinan, tiada perbudakan...”(Bung Karno dalam “Sarinah”, 1947)

Pasca Krisis

Setelah krisis covid-19, menjadi masuk akal untuk mengharapkan semua pihak peduli terhadap peningkatan kualitas dan cakupan dukungan sosial serta fasilitas layanan kesehatan. 
Perhatian lebih besar harus diberikan untuk mengelola risiko di belakang, dan lebih memperhatikan saran para ahli. 

Saatnya untuk mengupayakan adanya kesadaran sosial dan kita mendesak kerjasama lintas disiplin untuk memastikan bahwa kesejahteraan manusia dipertahankan di planet ini. 

Istilah “ekologi” dan “ekonomi” menggunakan akar bahasa Yunani yang sama “oikos” yang berarti “rumah”. Namun belum banyak pekerjaan lintas disiplin di antara kedua bidang itu. Juga ke depan, disiplin ekonomi harus dikaitkan dengan bidang kesehatan (bio-medik dan bio-tech).

Setelah berjibaku melawan musuh yang tak terlihat ini berakhir, ambisi kita selanjutnya adalah harus lebih berani untuk menjadikan "planet yang cocok bagi anak-cucu kita untuk terus hidup".

Quote