Pada bulan Desember 1992, Majelis Umum PBB mengumumkan 22 Maret sebagai Hari Air Sedunia, yang akan dirayakan setiap tahun. Tema Hari Air Sedunia tahun 2019 adalah “Tidak meninggalkan seorangpun di belakang” (Leaving no one behind). Ini sesuai dengan tujuan utama Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 6) yang memastikan ketersediaan dan pengelolaan air berkelanjutan untuk semua pada tahun 2030. Menurut definisinya, ini berarti tidak meninggalkan siapapun di belakang.
Sepanjang 25 tahun terakhir ini tidak ada hampir tidak ada negara-negara di dunia yang berfokus pada bagaimana air dapat diletakkan di atas agenda politik pada basis jangka panjang. Sampai saat ini, probabilitas penyelesaian masalah air nasional, dan kemudian global, adalah sangat minim. Para pemimpin negara kurang menunjukkan minat berkelanjutan terhadap air di situasi normal. Mereka hanya tertarik pada air jika ada kekeringan parah atau banjir besar. Setelah kejadian ekstrem tersebut berakhir, dan situasi kembali normal, minat mereka pada air segera menguap.
Berbeda dengan para pemimpin politik nasional, kebanyakan profesional masalah air dari seluruh dunia, dari akademisi, sektor publik dan swasta serta LSM, secara eksplisit atau implisit menganggap air sebagai salah satu, jika bukan yang paling, masalah yang penting, yang dihadapi negara mereka. Jurang persepsi antara pembuat kebijakan nasional dan profesional air ini harus dijembatani, untuk mengubah pesan.
Dalam beberapa dekade terakhir, fokus profesi air pada perencanaan dan manajemen yang baik telah semakin eksklusif. Namun, ini tidak membuat para pemimpin politik nasional tertarik pada air dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Mungkin karena mereka lebih berfokus pada perbaikan kondisi ekonomi dan sosial negara mereka.
Dengan demikian, untuk menarik perhatian mereka pada masalah air, pesan kepada mereka harus fokus kepada bagaimana pengelolaan air yang baik dapat berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara, pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup warga.
Kebutuhan Air Adalah Hak Asasi
Saat ini miliaran orang masih hidup tanpa air bersih. Artinya, sangat diperlukan layanan air minum yang dikelola dengan aman: air yang dapat diakses di tempat, tersedia saat dibutuhkan, dan bebas dari kontaminasi. Rumah tangga, sekolah, tempat kerja, pertanian, dan pabrik adalah tempat mereka berjuang untuk bertahan hidup dan berkembang.
Kelompok terpinggirkan, perempuan, anak-anak, pengungsi, masyarakat adat, orang cacat dan lainnya, sering diabaikan bahkan seringkali menghadapi diskriminasi ketika mereka mencoba mengakses dan mengelola air bersih yang mereka butuhkan.
Pada tahun 2010 PBB mengakui “hak atas air minum dan sanitasi yang aman dan bersih sebagai hak asasi manusia yang penting untuk kenikmatan penuh kehidupan dengan semua hak asasi manusia.”
Pada tahun 2015 hak asasi manusia untuk sanitasi secara eksplisit diakui sebagai hak yang berbeda. Hak asasi manusia atas air memberikan hak kepada setiap orang, tanpa diskriminasi, atas air yang memadai, aman, dapat diterima, dapat diakses secara fisik, dan terjangkau untuk penggunaan pribadi dan rumah tangga, yang meliputi air untuk minum, sanitasi pribadi, mencuci pakaian, persiapan makanan, serta kebersihan pribadi dan rumah tangga.
Beberapa dasar bermotif diskriminatif yang menyebabkan orang-orang tertentu sangat dirugikan dalam mengakses air antara lain: seks dan gender, ras, etnis, agama, kelahiran, kasta, bahasa, dan kebangsaan, kecacatan fisik, usia dan status kesehatan.
Selain itu terdapat beberapa faktor lainnya seperti degradasi lingkungan, perubahan iklim, pertumbuhan populasi, konflik, pemindahan paksa dan arus migrasi juga dapat secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok-kelompok yang terpinggirkan.
Agar ‘tidak meninggalkan siapapun di belakang’, semua orang dituntut memfokuskan upaya kearah orang-orang yang telah terpinggirkan atau terabaikan. Layanan air harus memenuhi kebutuhan kelompok yang terpinggirkan itu dan suara mereka harus didengar dalam proses pengambilan keputusan.
Hukum dan kerangka kerja pengaturan harus mengakui hak atas air untuk semua orang. Pendanaan yang memadai harus ditargetkan secara adil dan efektif untuk mereka yang paling membutuhkannya.
Kebutuhan Air adalah Tantangan Masa Depan
Data World Development Indicators tahun 2014 menunjukkan di sebagian besar wilayah dunia, lebih dari 70% air tawar digunakan untuk pertanian, bahkan mencapai hingga 95% di beberapa negara berkembang.
Pada tahun 2050, dunia membutuhkan sekitar 50% peningkatan produksi pertanian untuk memberi makan 9 milyar penduduk, yang artinya peningkatan 15% kebutuhan air. Sebagai ilustrasi, diperlukan 70 liter air untuk menghasilkan satu buah apel. Untuk menghasilkan 1 kg kacang lentil dibutuhkan 1.250 liter air. Bandingkan dengan 13.000 liter air untuk menghasilkan 1 kg daging sapi.
Air yang kita ‘makan’ setiap hari melalui makanan yang kita konsumsi jauh lebih banyak daripada air yang kita minum. Dibutuhkan 2.000 hingga 5.000 liter air untuk menghasilkan makanan yang dikonsumsi setiap hari untuk satu orang.
Pertanian adalah penyebab utama sekaligus korban dari kelangkaan air. Kita harus menggunakan sumber daya alam dengan lebih bijak seiring berjalannya waktu.
Pilihan tanaman untuk pertanian sangat mempengaruhi jumlah air yang dibutuhkan. Dengan kata lain, mengubah pertanian dan sistem pangan menjadi sangat penting untuk melindungi sumber daya alam dalam iklim yang terus berubah.
Air sangat penting untuk produksi pertanian dan ketahanan pangan. Air adalah sumber kehidupan ekosistem, termasuk hutan, danau, dan lahan basah lainnya yang menjadi sandaran keamanan pangan dan gizi saat ini dan di masa depan.
Timbulnya kelangkaan air saat ini menjadi salah satu tantangan utama untuk pembangunan berkelanjutan. Tantangan ini akan makin mendesak karena populasi dunia terus bertambah, standar kehidupan meningkat, terjadinya perubahan pola makan serta dampak meningkatnya perubahan iklim.
Perubahan iklim diprediksi akan meningkatkan suhu di seluruh dunia. Kekeringan menjadi lebih sering terjadi dan makin berdampak pada produksi pertanian. Kenaikan suhu diterjemahkan sebagai peningkatan permintaan air untuk tanaman. Oleh karena itu, selain meningkatkan efisiensi penggunaan air dan produktivitas pertanian, kita harus mengambil tindakan untuk mengolah dan menggunakan kembali sumber daya air tawar serta meningkatkan keamanan dalam penggunaan air limbah. Ke depan kita harus memastikan penggunaan air untuk pertanian secara lebih efisien, produktif, adil dan ramah.
Solusi Air menuju #ZeroHunger
Edisi baru Laporan Pembangunan Air Dunia PBB 2019 menunjukkan bahwa tekad kolektif untuk bergerak maju dan upaya untuk memasukkan mereka yang tertinggal dalam proses pengambilan keputusan dapat menjadikan “akses ke air adalah hak vital bagi martabat setiap manusia”. Selanjutnya, Laporan itu menunjukkan juga bahwa jika degradasi lingkungan alam dan tekanan yang tidak berkelanjutan pada sumber daya air global berjalan pada tingkat saat ini, 45% dari Produk Domestik Bruto global dan 40% produksi gandum global akan menghadapi resiko pada tahun 2050.
Populasi yang miskin dan terpinggirkan akan terpengaruh secara tidak proporsional dan semakin memperburuk ketidaksetaraan yang sudah meningkat.
Kebijakan inklusif diperlukan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 6. Investasi dalam pasokan air dan sanitasi adalah masuk akal secara ekonomi. Ketika manfaat yang lebih luas seperti kesehatan dan produktivitas diperhitungkan, maka pengembalian investasi pada umumnya diperkirakan cukup tinggi yaitu dua kali untuk investasi air minum dan 5,5 kali untuk investasi sanitasi.
Untuk mencapai dunia #ZeroHunger pada tahun 2030, semua pihak perlu mengambil tindakan sekarang. Masalah air adalah masalah global sehingga para pemimpin di negara maju dan berkembang harus fokus pada masalah air. Di Negara maju, dana besar dibutuhkan setiap tahun untuk merawat (rehabilitasi) infrastruktur air bersih (perpipaan, bendungan, sumber air) dan instalasi pembuangan dan pengolahan air limbah dan air hujan agar tetap berfungsi, aman dan sesuai peraturan saat ini dan di masa depan.
Sementara di negara berkembang, sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan yang terkait pertanian, yang memanfaatkan hampir 70% dari total penggunaan air global. Pertanian tergantung pada pasokan air yang handal. Hampir semua Negara berkembang memiliki pelayanan air yang menyentuh langsung kepentingan ekonomi dan sosial. Namun tidak dikelola secara efisien dan merata.
Para profesional bidang air harus menjelaskan bahwa air dapat bertindak sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi dan sosial, menghasilkan lapangan pekerjaan baru (investasi) serta meningkatkan standar hidup (pertumbuhan ekonomi) dan kualitas hidup masyarakat (bermartabat).
Air sering digunakan scara tidak efisien dalam rantai nilai makanan. Petani harus menjadi pusat dari setiap proses perubahan dalam pertanian. Melalui kebijakan yang tepat yang memberikan insentif dan memastikan tata kelola yang efektif, petani dapat diberdayakan untuk melestarikan keanekaragaman hayati, melindungi ekosistem dan meminimalkan dampak lingkungan.
Untuk mencapai efisiensi dan kesetaraan dalam akses ke air, kemungkinan akan memerlukan perubahan sikap di lembaga-lembaga dan di antara petani, serta investasi yang ditargetkan dalam modernisasi infrastruktur, restrukturisasi kelembagaan, dan peningkatan kapasitas teknis petani dan pengelola air.
Kita semua dapat membuat perubahan kecil dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi limbah makanan kita. Makanan yang terbuang sama dengan air yang terbuang. Ketika kita membuang makanan, kita juga membuang sumber daya yang digunakan untuk memproduksi makanan tersebut.
Setiap tahun, sepertiga dari semua makanan yang diproduksi hilang atau terbuang - yang berarti ada volume air yang terbuang pula. Kita dapat pula berbelanja hanya untuk apa yang kita butuhkan.
Masalah kelangkaan air merupakan inti dari pembangunan berkelanjutan. Kenyataan bahwa kita tidak bisa menyediakan makanan yang kita butuhkan jika tidak punya cukup air. Kita perlu mengubah kebiasaan dan segera bertindak untuk melindungi sumber daya yang berharga ini. Inilah salah satu bahan terpenting untuk mencapai dunia #ZeroHunger!
“All policies had to bend at the knees for water survival”.
- Lee Kuan Yew
SELAMAT HARI AIR SEDUNIA
22 MARET 2019