Ikuti Kami

Diah Khawatir Travel Diputus Pailit tapi Uang tak Kembali

Secara manusiawi kita tersentuh, ada yang buruh cuci menabung bertahun-tahun setiap hari Rp 10.000, ada juga pensiunan PNS

Diah Khawatir Travel Diputus Pailit tapi Uang tak Kembali
Poksi VIII Fraksi PDI Perjuangan menerima audiensi korban penipuan perjalanan umrah First Travel

PENIPUAN perjalanan oleh travel umrah belakangan makin marak. Para korban masih berharap uang kembali dan bisa diberangkatkan ke Tanah Suci untuk beribadah umrah.

Senin (2/4) yang lalu para korban penipuan First Travel mendatangi Fraksi PDI Perjuangan DPR RI untuk menyampaikan aspirasi agar dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Sementara dari Fraksi PDI Perjuangan akan memperjuangkan melalui Pansus Umrah.

Baca: Penipuan Jemaah Umrah Jangan Dianggap Sepele 

Bagaimana sebenarnya langkah strategis yang akan dilakukan Fraksi PDI Perjuangan bersama partai lain di DPR? Berikut wawancara lengkap Gesuri.id dengan Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Diah Pitaloka, di Gedung DPR, Rabu (4/4).

Kemarin Arteria Dahlan mengatakan Fraksi PDI Perjuangan di DPR ingin menginisiasi pembentukan Pansus Umrah atau istilahnya "Umrah Gate", bisa dijelaskan maksud tujuan pembentukan Pansus tersebut hingga begitu ngototnya?

Menurut saya wajar kita ngotot ingin membentuk Pansus Umrah. Situasinya memang begitu emosional saat menerima audiensi para korban penipuan travel umrah. Secara manusiawi kita tersentuh, ada yang buruh cuci menabung bertahun-tahun setiap hari Rp 10.000, ada juga pensiunan PNS yang menjadi agen travel, uang pensiun 4 juta, 1 juta dipakai untuk cicil penggantian kepada korban.

Orang sudah tua-tua, ada yang sudah datang ke bandara tidak jadi berangkat, dan itu sudah berkali-kali gagal berangkat. Jadi sangat wajar jika kita sebagai anggota DPR emosional dan ingin membentuk Pansus Umrah.

Lantas bagaimana dengan mekanisme pembentukan TGPF yang diinginkan para korban?

Waktu itu ada dua usulan, pertama para korban, terutama para agen, mereka ingin agar DPR memperjuangkan dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta yang bisa diusulkan pemerintah. Itu kita tampung.

Kemudian usulan kedua dari Mas Arteria Dahlan agar dibentuk Pansus Umrah. Menurut kami, format yang paling pas untuk mengawasi dan memperjuangkan proses penyelesaian kasus ini di DPR lewat mekanisme Pansus. Karena jika TGPF itu ranahnya Pemerintah. 

Apakah selama ini Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Kerja dengan Kementerian Agama kurang progresif untuk mengawasi dan mengawal kasus tersebut?

Kita akhirnya di Fraksi berdiskusi, bagaimanapun ini masuk dalam mekanisme politik. Di Komisi VIII sendiri kita bikin Panja dan sudah ada progress dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Agama No 8 tahun 2018 tentang Regulasi pengaturan dan pengawasan Umrah.

Saat Rapat dengan Kementerian Agama, saya sudah tekankan terkait PMA itu kan bicara ke depan. Tapi bagaiamana solusi untuk yang sudah terjadi dan sedang berlangsung. Bahkan makin hari makin banyak laporan yang ada dengan kasus yang sama.

PMA ini kan bicara next. Tapi kasus hari ini bagaimana, karena jumlah korban terus bertambah dan uang kerugian korban bisa mencapai Triliunan dan lebih besar dibanding kasus sebelumnya.

PMA No 8 itu memang isinya lebih pada regulasi ke depan?

Ya, membangun sistem pengawasan ke depan. Karena kemudian disadari betapa lemahnya sistem pengawasan sekarang ini. Kita memang inginnya ada audit rutin untuk travel. Bagaimana prosedur depositnya, agar lebih terukur rasionalisasi bisnis travel umrah ini. 

Itu untuk peraturan yang sifatnya evaluasi, lalu untuk solusi yang sudah terjadi bagaimana penanganannya?

Untuk sekarang ini, waktu itu saya bilang pada Menteri Agama. Pak Menteri, ini kan kasus-kasusnya sedang berjalan penanganannya di Kepolisian, di Pengadilan, ada Kejaksaan dan lain-lain. Mangkanya ini kemudian yang juga ada pembahasan di Komisi III kemarin.

Nah kita minta supaya Pemerintah, khususnya Kementerian Agama ini di luar porsi Kepolisian dan Kejaksaan, untuk terus mengawal kasus ini. Kita berharap satu ajalah catatan: para korban ini kan masih ingin berangkat umrah. Itu poinnya. Orang-orang ini tertipu, tapi keinginan untuk beribadahnya tidak putus.

Bahkan mereka yang sudah berkali-kali bayar uang tambahan, masih mau mengeluarkan uang lagi. "Mbak, mungkin kalau 1 sampai 5 juta kita masih maulah kalau bayar lagi. Kita ini sebenarnya ada gak sih uang tersisa yang bisa dikembalikan pada jamaah, atau setidaknya bisa diberangkatkan meskipun harus keluar uang lagi," begitu pengakuan para korban kepada kami.

Jadi yang penting para korban itu dikembalikan uangnya atau diberangkatkan umrah?

Mangkanya kemudian, focus of interest-nya adalah bagaimana mengawal investigasi di ranah kepolisian dan peradilan. Kita gak bicara Pansus dulu, yang penting poin catatan itu bisa dikawal.

Ada yang meragukan rencana pembentukan Pansus Penipuan Travel Umrah tersebut justru akan memperlambat proses penanangan kasus?

Kalau masukan ke Presiden tentu akan kita sampaikan, karena memang itu amanah yang kita terima dari para korban. Pansus juga sebetulnya belum menjadi langkah politik yang diambil PDI Perjuangan. Karena kita pikir mekanismenya panjang dan memakan waktu. Kita sebetulnya ada usulan bagaimana kalau ada Rapat Gabungan di DPR. Jadi antar komisi. Karena di Komisi III kan ranahnya Kepolisian dan Kejaksaan. Sementara dari soal penelusuran aliran dananya, kita bisa minta bantuan pengawasan Komisi XI. Komisi VIII tentang mekanisme pengawasan umrah itu sendiri.

Rapat gabungan skemanya seperti apa di DPR?

Rapat gabungan itu antar komisi dan bisa lebih fleksibel. Kalau Pansus kan terikat sifatnya. Tetapi poin terbesarnya, tetap fungsi pengawasan di DPR ini dibikin lebih agresif. Sebagai sebuah respon terhadap kondisi publik yang hari ini memang menanti bagaimana kasus ini diselesaikan.

Terkait PMA, apa yang sekiranya masih kurang atau belum tepat sebagai sebuah regulasi pengaturan dan pengawasan travel umrah?

PMA ini kan nantinya akan menyaring. Keinginan kami di DPR, salah satu usulannya ada audit terhadap seluruh travel. Mana yang masih layak, mana yang sudah tidak layak ya diinformasikan ke publik. Agar masyarakat sampai ke kampung-kampung bisa tahu kalau travel yang akan dipilihnya layak atau tidak.

Intinya publik terinformasi dengan kelayakan dan bagaimana syarat minimal untuk bisa berangkat umrah. Lalu bagaimana standar pelayanan dan fasilitasnya dengan biaya yang ditentukan. Karena itu berhubungan dengan pembatasan. Kalau tidak seperti itu susah juga pengawasannya.

Sistem pengawasan yang dibangun sekarang adalah melakukan penyaringan ke depan bagi travel-travel yang layak. Hari ini juga penting bagaimana penindakan. Saya ingin juga penindakan ini dibuka seluas-luasnya. Ini siapa aja yang terlibat. Ini harus dihukum setimpal. 

Karena kalau negara gagal melakukan sanksi, tren penipuan perjalanan umrah ini akan terus muncul.

Intinya bagaimana korelasi antara penerapan PMA dengan rencana satgas TGPF dan wacana Pansus Umrah?

Ya fungsinya lebih investigatif. Itu poinnya hari ini uang itu masih ada atau tidak. Karena mereka para travel bermasalah masih punya aset. Itu kan ada juga motif orang, biarin aja dipenjara beberapa tahun, nanti keluar kaya lagi.

Dinyatakan pailit, tapi uang tidak balik ke jamaah. Itu yang harusnya tidak boleh dengan mudah travel bermasalah dinyatakan pailit. Ketakutan jamaah, tanggal 14 April ini travel-travel itu dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan. Dan orang yang dihukum, sementara uangnya terus berputar investasi dimana-mana. Punya aset dimana-mana. Itu yang kita khawatirkan.

Untuk itu, justru fungsi investigatif ini yang kita harapkan, siapa saja sih yang terlibat? Dan aset itu ada dimana saja. Kita ingin itu dikembalikan, agar jamaah bisa tenang. Bahkan ada yang masih mau keluar uang lagi agar bisa berangkat umrah. Penekanannya adalah, korban ini harus masuk prioritas dan mereka yang diutamakan untuk dikembalikan haknya. 

Baca: Arteria Usulkan Bentuk Pansus Umrah

Terakhir, apa harapan anda agar kasus ini tidak berlarut-larut?

Pengawasan itu jangan hanya normatif. Karena kita kan bermain di pasar yang bergerak. Suka gak suka ini masuk ke dalam dimensi bisnis. Kan terkalkulasi, berapa sih harga hotel di Madinah yang bintang 3?

Artinya harus detail kalkulasinya. Misal kalau kita ingin mendeteksi penipuan. Kementerian Agama itu harus punya pengawas sampai di Tanah Suci. Hotel ini kan jumlahnya tidak ribuan. Hotel bintang limanya berapa sih? Jadi pengawasan itu harus sampai pada tataran praktis. Jangan cuma normatif, karena mata uang kan juga bergerak. Itu terkait pengawasan dan investigasi. Dan harapan terakhir, kita tunggu respon Presiden agar mengambil langkah tegas untuk mendorong penyelesaian kasus ini. 

Quote