Ikuti Kami

Ideologi Pancasila Adalah Solusi Praktek Politik Beradab

Praktek politik yang tidak santun tersebut tujuannya adalah untuk mendegradasi lawan dengan cara yang tidak terhormat.

Ideologi Pancasila Adalah Solusi Praktek Politik Beradab
Kader Banteng di Komisi V PDI Perjuangan, Rahmad Handoyo

Jakarta,  Gesuri. Id -  Aroma persaingan untuk merebut kekuasaan di ajang Pilkada serentak tercoreng dengan praktek politik tidak beradab. Maraknya ujaran kebencian, adu domba SARA hingga penyebaran berita bohong sampai hoax menghiasi berbagai lini massa dan pemberitaan nasional. Dan mirisnya lagi, praktek politik tidak santun tersebut dihembuskan oleh para politisi yang umumnya berpendidikan tersebut.

Kondisi inilah yang membuat Presiden Jokowi sampai terheran-heran dengan maraknya praktek ujaran kebencian tersebut. Apalagi praktek tersebut seolah menjadi dagangan utama untuk merebut kekuasaan atau bahkan melanggengkan kekuasaan. Praktek politik yang tidak santun tersebut tujuannya adalah untuk mendegradasi lawan dengan cara yang tidak terhormat.

Namun, kader banteng yang berada di Komisi V DPR, Rahmad Handoyo menyebut untuk mengakhiri praktek politik biadab tersebut harus dengan penguatan ideologi Pancasila. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut berasal dari falsafah hidup bangsa dan sudah sesuai dengan karakter kebangsaan kita. Seperti apa perbincangan mengenai praktek politik beradab di Indonesia ini ?

Jurnalis Gesuri.id, Elva Nurul Prastiwi berkesempatan untuk mewawancarai Rahmad Handoyo di sela kesibukannya sebagai politisi senayan. Berikut petikannya.

Bagaimana tanggapan Anda soal politik beradab di Indonesia?

Proses politik yang berkeadaban sepertinya mulai tergerus. Budaya musyawarah untuk mufakat yang sejatinya harus selalu dikedepankan dalam praktik politik di Indonesia, sudah terlupakan.  Lihat saja, perbedaan pendapat yang seharusnya dimusyarahkan, justru diselesaikan dengan aksi demo.

Cara-cara yang untuk merebut kekuasaan pun dilakukan dengan praktik yang kurang beradab. Terbukti, ada yang suka ‘menggoreng’ isu untuk menjatuhkan saingan. Hoax, ujaran kebencian dan fitnah yang jelas didasari dengan kebencian dan kebohongan pun bertaburan diruang publik. Cara-cara seperti ini kan biadab !

Ironi memang ! Di tahun politik ini, semestinya para kandidat berlomba meraih hati rakyat dengan cara adu program dan gagasan yang visioner. Tapi kenyataanya justru banyak yang memproduksi isu hoax dan sara serta mengadudomba rakyat guna merebut kekuasaan.

Selain tidak beradab, kondisi ini kan berbahaya. Bisa merusak kebhinekaan dan NKRI Gencarnya berita HOAX, penebaran kebencian dengan peluru agama, ras, maupun perseteruan golongan telah menghancurkan jangkar sosial di mana-mana jelang Pilkada ini.

Lalu, bagaimana cara untuk membangun politik beradab di tengah maraknya ujaran kebencian?

Mungkin kata kuncinya adalah kedewasaan berpolitik. Terutama di tingkat elit politik, harus mengedepankan politik yang berkeadaban. Seperti yang kerap dikatakan ibu Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, kader mengedepankan politik yang baik buat masyarakat selama pilkada serentak 2018.

Memberikan keleluasaan kepada rakyat buat memilih pemimpin terbaik. Kader PDI Perjuangan dilarang melancarkan serangan dengan melakukan kampanye hitam serta melempar isu-isu yang tidak jelas untuk merebut hati pemilih. Kita juga tidak boleh ikut, apalagi terjebak dalam hiruk-pikuk ujaran kebencian, hoax dan fitnah.

Sementara itu, peran partai politik dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat harus ditingkatkan. Iya kan ?

Seharusnya lah partai politik tidak mengejar kekuasaan semata, tapi juga mendidik masyarakat supaya lebih dewasa dalam berpolitik. Parpol harus memelopori pencerdasan rakyat pemilih supaya kritis, objektif, dan menanggalkan pilihan pragmatis.

Artinya, parpol tidak boleh membuka celah sedikit pun dengan mengeluarkan statement-statement atau tindakan yang diinterpretasi rakyat sebagai melegalkan politik murahan-sempit hanya karena ingin menang kontestasi, dan harus bertanggung jawab jika sentimen pragmatis sengaja diinisiasi dan dikapitalisasi oleh parpol di pilkada.

Disisi lain,  rakyat juga harus berani menginvestasikan politik rasional sejak sekarang dengan menakar kualitas pemimpin berdasar track record integritas, moralitas, gagasan, serta program yang bermutu dan jauh dari pencitraan.

Politik identitas di Pilkada ini seperti apa fenomenanya? Bisa dijelaskan?

Sebenarnya politik identitas  bukanlah masalah, sebab identitas itu sendiri sudah menjadi kebutuhan setiap orang. Hanya saja, ketika polirik identitas itu diekploitasi secara berlebihan untuk kepentingan yang sempit, merebut kekuasaan, maka ia bisa berubah menjadi bom waktu.

Saya menduga, politik identitas yang merebak saat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, bakal diulang lagi jelang  Pilkada serentak 2018 ini.  Masih ada  kelompok-kelompok yang menggunakan segala cara, termasuk politik identitas untuk meraih kemenangan.
 
Meski demikian kita tetap berharap aksi politik identitas ini bisa diredam. Kita berharap seluruh lapisan masyarakat hendaknya tidak menanggapi secara berlebihan, terutama isu-isu yang beredar di media sosial yang belakangan ini semakin liar dan tidak terkendali.

Kemudian isu-isu politik dinasti juga seperti apa?

Seperti halnya politik identitas, sebenarnya politik dinasti itu juga bukan suatu masalah. Taka da yang salah dengan politik dinasti. Karena, siapapun dia, setiap warga Negara berhak untuk maju menjadi kepala daerah, sepanjang dilakukan tanpa pemaksaan, sesuai prosedur yang berlaku.

Memang kita juga tidak menutup mata, masih banyak kepala daerah justru memanfaatkan politik dinasti ini untuk kepentingan pribadi.  Ada Bupati yang  sudah  menjabat selama dua priode, karena dia memang sudah tak bisa maju lagi, maka dia memaksakan keluarganya, entah itu anak atawa istri untuk menduduki kursi kepala daerah. Padahal, jelas-jelas kapasitas dan kapabilitas keluarganya diragukan.

Adalagi yang lebih parah. Karena si bupati yang sudah menjabat dua priode itu ingin mendorong anak atawa istrinya tidak  mendapat rekomendasi dan pindah, eh dia lalu  pindah ke partai lain.  

Sebenarnya lah, pimpinan seperti ini, yang mengedepankan politik  dinasti, tidak mampu melahirkan  kader pemimpin. Ia kutu loncat yang tidak punya ideologi.

Untuk kader partai, apa strategi yang dilakukan untuk melawan gerakan politik biadab?

Sebenarnya, tak ada strategi  khusus melawan gerakan politik yang Anda sebut biadab itu.

Kenapa?

Lha,  karena memang penguatan ideologi Pancasila I Juni itu sudah  tidak bisa ditawar. Semua kader harus melek, paham bahwa ideologoi pancasila adalah falsafah hidup berbangsa dan bernegara.

Tentu saja, dengan menjadikan Pancasila sebagai  ideologi ini,  maka setiap kader sudah otomatis melakukan politik secara beradab. Dan  sudah barang tentu juga sebaliknya,  kader yang sudah memahami dan menjadikan Pancasila sebagai falsafah, secara otomatis  akan menangkal sendiri prilaku berpolitik yang tidak  beradab.

Apalagi, kader partai yang menduduki jabatan dieksekutif, legislative, semua  berkewajiban untuk mendalami dan menjalankan ideologi. Tentu saja dengan mendalami dan mengamalkan ideologi itu, prilaku keseharian berpolitik para kader bisa memenuhi  harapan masyarakat.

Sekali lagi, saya ingin menegaskan bahwa Ideologi menjamin politik beradab.

Quote