Ikuti Kami

Petani Milenial, Tantangan dan Hambatan

Bagi Indonesia, saat ini yang dibutuhkan adalah sinergi dari seluruh pihak mulai dari lembaga swasta, pendidikan, hingga pemerintahan.

Petani Milenial, Tantangan dan Hambatan
Anggota DPR RI Komisi IV Riezky Aprilia, S.H., M.H. (istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo melalui Program Petani Milenial tengah menyiapkan diri mencetak sumber daya manusia (SDM) mumpuni yang mampu memajukan sektor pertanian. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menyongsong era digital.

Pertanian memang menjadi sektor yang harus menjadi perhatian mengingat sektor ini merupakan sumber utama dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. 

Bagi Indonesia, saat ini yang dibutuhkan adalah sinergi dari seluruh pihak mulai dari lembaga swasta, pendidikan, hingga pemerintahan sebagai upaya untuk menjaga ketahanan pangan nasional karena di masa pandemi terbukti pertanian menjadi sektor unggulan. 

Namun, disamping masih dalam masa pandemi Covid-19, sektor pertanian juga tengah menghadapi persoalan regenerasi, dimana usia lanjut dari para petani di Tanah Air serta minimnya pengetahuan menjadi tantangan di era digitalisasi. Karnanya dibutuhkan peran dari generasi muda untuk terlibat aktif dalam Program Petani Milenial.

Sejauh mana program petani milenial ini berjalan, terobosan apa saja yang sudah dilakukan dan apa yang perlu dievaluasi dari program ini? Berikut petikan wawancara khusus reporter Gesuri.id Haerandi bersama Anggota DPR RI Komisi IV Riezky Aprilia, S.H., M.H.

Bagaimana tanggapan terkait program petani milenial pemerintah?

Sebenarnya saya mengapresiasi konteks milenial dilibatkan dalam sektor pertanian karena hari ini pertanian mayoritas itu di jalankan oleh kaum yang menurut kita usianya tidak produktif lagi dari tenaga, waktu saya rasa mayoritas sudah seperti itu. Program petani milenial secara konsep kita sangat support, akan tetapi beberapa kali di rapat kami mempertanyakan progres sudah sejauh mana ini petani milenial, hasilnya sudah seperti apa, jangan sampai uang negara digunakan akan tetapi outputnya tidak ada juga. 

Karena untuk hari ini mengajak milenial menjadi petani bukan hal yang gampang, sebab konteks petani dalam mayoritas pemikiran milenial itu work hard, kerja keras, yang kita tidak tahu seperti apa dalam bayangan mereka.

'Masa gue harus lumpur-lumpuran si, masa gue harus keringat keringatan', seperti itulah kurang lebih bahasanya.

Karena apa, hari ini zamannya sudah zaman teknologi, sampai hari ini kami belum mendapatkan angka pasti dari pemerintah dalam arti Kementerian Pertanian terutama di BPSDMP konkritnya mengenai petani milenial.

Ibaratnya renewble energi untuk ketahanan pangan dalam arti sumber daya manusianya, akan tetapi kongkritnya seperti apa saya harus jujur bahwa ini belum mendapatkan gambarannya.

Apa saja kendala yang dihadapi?

Pertama, itu mindset kaum milenial, saya tidak tahu apakah saya terhitung milenial atau tidak, karena kalau milenial itu akrab dengan teknologi, itu dulu pertama. Mensosialisasikan paling gampang adalah melalui teknologi, tapi bukan dengan misalnya zoom meeting. 

Ayolah semua anak milenial itu kayaknya kalau zoom ngomong gitu kayaknya agak susah, akan tetapi itu salah satu kendala itu mindset milenialnya sendiri.

Kemudian saya rasa pemerintah tidak cukup membuat program ini terukur dan terarah, saya harus mengritisi ini, dimana secara konsep bagus memang Indonesia hari ini diberi bonus populasi tetapi apabila kita membuat konsep ini tidak sesuai tepat arah, tepat sasaran dan tempat anggaran ini juga tidak akan menghasilkan apa-apa.

Berarti harus di-mix and match program petani milenial ini agar tetap bertahan di sektor pertanian. Indonesia tetap bisa melakukan banyak hal terkait sektor pertanian, sumber daya alam yang bisa kita kembangkan tetapi harus juga dikombinasikan dengan mindset anak muda yang oke misalnya gadget friendly, teknologi friendly.

Kenapa, karena saya melihat untuk anak muda di tingkat pedesaan misalnya saja saya dari Sumatera Selatan di daerah terpencil yang sinyalnya setengah mati pun mereka masih usaha pegang smartphone just for facebook atau instagram, tapi bukan melakukan itu sebagai sesuatu yang functional sampai akhirnya terkadang saya bertanya kenapa kalian tidak ikut program petani milenial.

Menurut saya memang harus ada modernisasi konsep pertanian di masa hari ini dan mendatang supaya anak-anak muda ini bisa masuk. Tapi selama kita masih lakukan dengan cara konvensional itu pasti masih seperti ini.

Petani milenial dihadapkan dengan kendala infrastruktur teknologi, permodalan. Tanggapannya?

Permodalan itu bukan hanya di sektor pertanian, hanya masyarakat kita juga harus disadari jika masyarakat kita itu tidak menganggap perbankan itu bersahabat dengan mereka, kenapa karena berurusan dengan bank, walaupun sekarang katanya sudah ada perubahan buat mereka.

Berpikir mengenai bunga bank dan lainnya, sebab hasil dari produksi mereka itu harganya tidak sepadan, jadi mau diberikan modal, pupuk masih mahal atau pakan masih mahal, apa yang mau ditabung untuk kehidupan, hidup pun sudah sulit. 

Jadi hari ini masyarakat sektor pertanian, kehutanan dan perikanan itu mereka hanya melakukan untuk survival (bertahan hidup) untuk hidup mereka.

Jadi bukan saya tidak support perbankan, saya sangat support tetapi harus realistis. Mungkin harus dicari suatu kombinasi yang tepat juga kalau permodalan kita sudah bisa mengukur mungkin. Maksud saya bisa dikombinasikan tidak hanya totaly serta merta perbankan ini uang, tapi mereka yang berbelanja untuk petani itukan bisa saja dan lebih mudah. 

Sistemnya seperti apa, itu harus dipotong, dalam arti kata atau istilah bank itu auto debit hasil panen mereka beli di bank, jadi memang harus dipikirkan secara kongkrit.

Apa yang sudah dikerjakan & bagaimana mengajak para milenial agar tertarik?

Untuk konstituen atau wilayah saya, saya mencoba merombak sistem yang sudah ada, bagaimana kelompok tani ini benar-benar kelompok tani masyarakat dan memang bertani, memang petani rakyat, karena ada pembedanya misalnya petani penggarap berarti dia menggarap lahan orang, buruh tani berarti dia bekerja di pertanian. 

Saya mencoba ini karena setidaknya mereka punya keyakinan kalau sampai sekarang tanahnya masih dijadikan lahan pertanian berarti mereka punya keyakinan bahwa ini adalah hal yang baik untuk dikerjakan dan akan berkepanjangan, dan ini bisa memengaruhi bahkan dia sanggup menciptakan lapangan kerja buat orang lain sebenarnya.

Di dapil, saya sudah melakukan integrited farming dari tiga kementerian yaitu pertanian, perikanan, dan kehutanan. Misalnya anggaplah ada lahan 1 hektare lahan pertanian, di sisi lain ada lahan kosong tapi bisa di buat embung untuk budi daya ikan atau ada lahan kosong untuk di oplok, jadi kita buat seperti itu atau misalnya di lahan ini ada jagung kemudian ada ternak, jadi berputar di situ, sehingga kombinasi dan itu ada beberapa kelompok. 

Secara tidak langsung mereka akan melakukan sebuah bisnis sendiri dan saya sarankan kepada penyuluh atau anak muda, kalau yang tidak ada penyuluhnya pasti saya suruh anak muda. Namanya penyuluh mohon maaf ongkos mereka, gaji mereka tidak cukup. Ini di wilayah saya. Apalagi misalnya seperti Sulawesi, Ambon, Maluku itu pasti biayanya tinggi untuk penyuluh menghampiri satu persatu.

Saya bilang kepada petaninya kalian boleh melakukan bisnis dengan si penyuluh atau anak muda. Hilir produk mereka harus terjual, terserap oleh orang. Bikinlah brand sendiri dan dijual, belilah selayaknya di bawah harga tengkulak, karena satu satunya solusi untuk mematikan tengkulak adalah mematikan harga tekulak itu sendiri. 

Kalau di pertanian saya minta penyuluh menyisihkan gaji mereka untuk menjadi modal mereka, kalau di perikanan saya coba membuat koperasi perikanan dalam bentuk koperasi pakan, pakan dipotong pada saat mereka panen ikan tersebut karena pakan paling susah. Di kehutanan kita mencoba bagaimana sektor-sektor kehutanan dalam arti kata perhutanan lestari dan lain-lain ini mampu mendistribusikan bibit-bibit mereka.

Untuk sektor pertanian, dia berputar, karena apa, buat saya dan saya selalu bilang sama mitra kerja kalian tidak akan pernah bisa kerja sendiri.

Untuk itu, semangat gotong royong ini yang kita perlukan dari Kementerian Pertanian dan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan butuh mix and match karena banyak sekali di lahan hutan itu petaninya tetapi mereka kadang salah tempat, karena tidak boleh, misalnya karena hutan lindunglah dan sebagainya mereka tidak paham.

Makanya saya katakan banyak hal yang harus dikerjakan bersama dan bila perlu outputnya pun dirasakan kementrian dan saya sudah melakukan itu.

Integrited farming bagaimana Zero Waste bagaimana pupuk alam ini dari kotoran ternak atau pelet ikan ini juga dari pertanian mereka bikin sendiri. Jadi semua ada simbiosis dan hilirnya alhamdulillahnya, sudah terbentuk mata rantai sudah ada dan di beberapa wilayah sudah ada yang produknya menjadi produk olahan dimasukkan ke toko-toko konvensional, misalnya minimarket-minimarket kita wajibkan mereka menerima barang mereka.

Apa yang perlu dievaluasi terkait program petani milenial & apa harapannya?

Saya berharap seperti ini, anak muda itu oenuh inovasi, mereka busa mengulik segaka macam bentuk teknologi hari ini yang simpel didepan mata saya yang bisa terealisasi adalah bagaimana meminimalisir hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi contoh kita punya peta sekarang itu semua handphone punya GPS bahkan GPS itu bisa transformasi menjadi satelite view yang berarti bisa memperlihatkan di suatu lokasi ada apa. 

Kenapa kita tidak memanfaatkan itu dalam konteks petani milenial, berarti ada kemajuan teknologi bisa melibatkan anak muda untuk melaporkan atau mereport komoditas pertanian apa, luas tanahnya berapa, dibuatlah sebuah sofware. Itu pemetaan suatu lokasi baik dari segi luas, kebutuhan pupuknya sekian dan lain-lain sehingga mampu diketahui kebutuhan dengan melibatkan anak muda, dan saya rasa anak muda akan suka seperti hal itu.

Persoalannya saat ini adalah political will-nya sama atau tidak kalau political will tidak sama ya kita susah, dan kita bicara Indonesia atau kita bicara personal.

Kami sebagai fungsi pengawasan itu mengawasi, makanya saya katakan jika saya setuju dengan programnya tapi konsepnya bukan founding makanya saya kurang setuju jika konsep petani milenial itu adalah founding.

Orang bisa saja intens mengatakan saya mau bercocok tanam bisa hari ini, tapi kan masalah bercocok tanam ini butuh waktu yang panjang.

Maksud dan harapan saya ke depan kalau memang pemerintah mau serius ya kerjakan, tapi dikonsep kalau tidak dikonsep bagaimana? Susah, karena kita itu punya permasalahan bukan mengonsep bahasanya, bukan program follow money, tapi money follow program. Ini kan terbalik.

Yang paling penting adalah Indonesia ini kaya, walaupun orang mungkin bilang Indonesia  ini tidak kaya, saya jawab No!.. Saya yakin Indonesia itu kaya dalam arti kata daerah yang ada semuanya itu hanya Indonesia.

Mostly, beberapa negara bergantung sama Indonesia menjadi pertanyaan besar kita, kok tidak dikelola dengan baik dan menurut saya kuncinya hanya dipengelolaan dan satu lagi yang selalu saya bilang di setiap rapat yang mahal di Indonesia ini namanya data yang hari ini belum pernah terealisasi padahal saya rasa kalau dibuka peta ya petanya masih begitu-begitu juga, tinggal di sini sudah jadi rumah atau masih lahan, kan seperti itu.

Tinggal kita menunggu keseriusan pemerintah dalam hal ini komisi IV bermitra dengan kementerian pertanian, kehutanan, perikanan. Saya di setiap rapat akan minta dan menyampaikan data. Data dan data, karena Anda tidak mungkin membuat program tanpa tahu datanya itu rasional atau tidak. Jadi omong kosong kalau bisa bikin program tanpa tahu datanya.

Jadi harapan saya, ayolah kita kerja benar karena ini bukan buat kita, tapi buat anak cucu kita ke depan.

Quote