Ikuti Kami

Abidin Fikri Minta Pemerintah Tindaklanjuti Evaluasi dari Pemerintahan Arab Saudi

Evaluasi ini merupakan bagian penting untuk meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah haji Indonesia.

Abidin Fikri Minta Pemerintah Tindaklanjuti Evaluasi dari Pemerintahan Arab Saudi
Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Abidin Fikri.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Abidin Fikri menyatakan pihaknya menyambut baik evaluasi yang disampaikan Pemerintah Arab Saudi terkait penyelenggaraan ibadah haji 2025. Pemerintah diminta untuk patuh.

“Evaluasi ini merupakan bagian penting untuk meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah haji Indonesia dan memastikan penyelenggaraan haji berjalan lebih baik di masa depan,” ujar Abidin Fikri dalam keterangan yang diterima, Jakarta, Rabu (25/6).

Dia bilang, masukan dari otoritas Saudi memberikan gambaran yang jelas tentang berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan haji. Hal itu antara lain menyangkut koordinasi layanan syarikah, kepatuhan terhadap regulasi visa, serta aspek logistik dan kesehatan.

Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar

“Surat evaluasi ini juga menjadi pengingat penting bagi kita semua, terutama soal adaptasi terhadap kebijakan baru Arab Saudi, seperti pembatasan visa non-haji dan transformasi sistem layanan berbasis syarikah,” tegasnya.

Dia menegaskan, Komisi VIII DPR RI berkomitmen menjadikan hasil evaluasi Saudi ini sebagai dasar memperbaiki regulasi nasional. Salah satunya dengan mendorong revisi atas Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji.

“Regulasi yang ada harus diselaraskan dengan dinamika kebijakan Saudi dan kebutuhan jemaah Indonesia,” tutur Abidin.

Ia juga mendorong agar Kementerian Agama bersama Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi yang tercantum dalam surat evaluasi tersebut secara konkret dan transparan.

Diketahui, Arab Saudi melayangkan nota diplomatik kepada Indonesia yang berisi lima catatan penting terkait penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M. Nota tersebut dikirim melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dan diterima secara resmi oleh Kementerian Luar Negeri RI pada 16 Juni 2025. Berikut isi nota diplomatiknya:

1. Validasi Data Jemaah Tidak Sinkron

Masalah pertama berkaitan dengan ketidaksesuaian data jemaah antara sistem elektronik milik Arab Saudi (E-Haj), Siskohat Kemenag, dan manifes penerbangan. Ditemukan sejumlah nama yang berbeda antara daftar dan kenyataan di pesawat. Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, ketidaksesuaian itu terjadi akibat pergantian nama jemaah yang batal berangkat karena sakit atau meninggal secara mendadak.

2. Pergerakan Jemaah Tidak Sesuai Konfigurasi Syarikah

Arab Saudi mencatat adanya ketidaksesuaian pergerakan jemaah dari Madinah ke Makkah, khususnya dalam penempatan berdasarkan kelompok Syarikah (penyedia layanan resmi). Konfigurasi ini penting karena menjadi dasar pengelolaan transportasi dan akomodasi. Hilman menyebut situasi tersebut sudah dikomunikasikan dengan otoritas Saudi dan Syarikah terkait.

Baca: Ganjar Tegaskan Negara Tak Boleh Kalah

3. Penempatan Hotel Tidak Sesuai Prosedur

Sebagian jemaah Indonesia berpindah hotel di Makkah untuk bergabung dengan rombongan lain meski berbeda Syarikah, tanpa memberitahu ketua sektor atau ketua kloter. Hal ini mengganggu sistem zonasi dan mekanisme evakuasi ke Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna) yang berbasis syarikah.

4. Tingginya Risiko Kesehatan Jemaah

Pemerintah Saudi menyoroti angka kematian jemaah Indonesia yang tinggi tahun ini, sebagian besar berasal dari kelompok lanjut usia dan berisiko tinggi. Mereka menilai perlu ada seleksi lebih ketat sejak awal terhadap jemaah dengan kondisi medis berat, termasuk yang rutin menjalani cuci darah.

5. Masalah Pelaksanaan Dam

Catatan terakhir menyangkut penyembelihan hewan dam (kurbannya haji tamattu’). Arab Saudi mengharuskan penyembelihan dilakukan melalui Adahi—perusahaan resmi Kerajaan. Namun, sebagian jemaah Indonesia telah terlanjur memesan kurban melalui pihak lain, seperti pembimbing KBIH atau mukimin, yang tidak diakui Saudi. Kontrak resmi dengan Adahi juga belum ditandatangani karena belum ada kepastian jumlah kambing dari pihak Indonesia.

Nota diplomatik ini menjadi sorotan karena menunjukkan peningkatan standar dari otoritas Saudi terhadap pelaksanaan haji internasional, dan Indonesia sebagai negara pengirim jemaah terbesar dinilai wajib memenuhi seluruh prosedur yang berlaku secara disiplin dan profesional.

Quote