Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, mengingatkan pemerintah agar tidak serta-merta menyalahkan warga lokal atas kerusakan hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau.
Wakil Ketua BAM DPR RI Adian Napitupulu menegaskan, masyarakat yang tinggal dan mengelola lahan di kawasan tersebut bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas deforestasi masif di Tesso Nilo.
"Jadi jangan salahkan masyarakat begitu saja," kata Adian di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Politikus PDI Perjuangan itu menilai penggundulan hutan justru lebih banyak disebabkan oleh aktivitas perusahaan besar yang memegang konsesi hutan.
"Kalau dari cerita itu, kayaknya yang gundulin (hutan) bukan masyarakat deh. Kayaknya yang gundulin itu pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan), yang gundulin itu pemegang HTI (Hutan Tanaman Industri)," kata Adian.
Adian menyebut, terdapat sekitar 356.000 hektar hutan yang dikuasai pemegang HPH dan 156.000 hektar oleh pemegang HTI di sekitar kawasan Tesso Nilo.
Menurut perhitungan kasar, lanjut Adian, jika tiap hektar bisa menghasilkan 100 batang pohon, maka lebih dari 15 juta pohon diduga telah ditebang oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
"Jalannya juga gede-gede banget katanya. Menurut masyarakat, ada yang 15 meter sampai 20 meter. Sementara masyarakat cuma punya motor, mobil pikap. Jalan selebar itu untuk kendaraan apa? Ya kendaraan besar, roda banyak," ujarnya.
Adian menyayangkan jika masyarakat yang dikambinghitamkan atas kondisi rusaknya kawasan hutan.
Padahal banyak di antara mereka datang ke lokasi atas dorongan pemerintah sendiri.
Dia mencontohkan adanya surat resmi Bupati Indragiri Hulu pada tahun 1998–1999 yang menunjuk pembentukan koperasi serta pembagian lahan dua hektar per kepala keluarga untuk ditanami kelapa sawit.
"Jadi keberadaan masyarakat di kawasan Tesso Nilo, khususnya di Indragiri Hulu, itu salah satunya karena bupati yang ngajak ke sana. Ada suratnya. Jadi jangan salahkan masyarakat begitu saja," tegas Adian.
Dia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan mengedepankan perlindungan hak warga dalam penertiban kawasan hutan.
Sebab, setiap langkah, seperti penyitaan atau relokasi, harus berdasar pada keputusan pengadilan, bukan keputusan sepihak dari aparat.
"Negara ini negara hukum. Semua harus berangkat dari keputusan pengadilan. Itu yang menunjukkan kita ini rechtsstaat, bukan machtstaat. Indonesia negara hukum, bukan negara kekuasaan," ucap Adian.
Sebelumnya, BAM DPR RI menerima audiensi dari sejumlah perwakilan warga Riau yang tergabung dalam Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Pertanahan dan Kehutanan Riau.
Mereka mengadu karena terancam digusur dari lahan yang telah mereka kelola sejak 1998 secara legal dengan alasan telah masuk kawasan TNTN.
Ketua BAM Ahmad Heryawan menyatakan akan menindaklanjuti aduan tersebut dengan melakukan kunjungan lapangan ke Riau pada 10 Juli 2025, serta menggelar diskusi dengan kementerian dan lembaga terkait.