Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD Kota Palembang, Andreas Okdi Priantoro, mendesak Pemerintah Kota bersama Satgas Pangan segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) menyeluruh terhadap dugaan peredaran beras oplosan di pasaran.
Ia menyebut isu ini sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) di sektor pangan
"Pemkot jangan abai terhadap isu pangan. Ini persoalan serius dan menyangkut kepentingan publik. Jika benar ada peredaran beras oplosan, itu adalah extraordinary crime di sektor pangan," tegas Andreas dalam keterangan, Selasa (22/7).
Baca: Ganjar Pranowo Ajak Kepala Daerah Praktek Pancasila
Andreas mengaku telah menerima banyak keluhan warga yang merasa dirugikan setelah membeli beras berlabel “premium” namun kualitasnya tidak sesuai.
Menurutnya, kondisi ini bukan hanya melanggar hak konsumen, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan distribusi pangan di Palembang.
"Nasib warga Palembang yang menjadi korban harus dibela. Jangan biarkan rakyat membeli beras mahal tapi kualitasnya rendah. Mereka menjadi korban dari kejahatan pangan yang seharusnya tidak terjadi," kata Andreas.
Politikus Muda PDI Perjuangan ini meminta Pemerintah Kota Palembang bersama Satgas Pangan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk segera turun ke lapangan, menyasar pasar tradisional, swalayan, dan pusat perbelanjaan modern.
Selain sidak, ia juga mendesak adanya operasi pasar dan penertiban terhadap merek-merek yang diduga terlibat dalam praktik pengoplosan.
“Kalau dibiarkan, masyarakat akan terus jadi korban. Pemerintah harus hadir, Satgas Pangan harus bergerak, dan perlu ada ekspos khusus agar publik tahu," ujarnya.
Lebih jauh, Andreas menekankan pentingnya tindakan hukum terhadap pelaku usaha dan distributor yang terbukti memanipulasi kualitas beras.
“Kejahatan pangan adalah kejahatan kemanusiaan. Aparat penegak hukum harus membongkar jaringan ini hingga ke akarnya,” tegas Andreas.
Mengacu pada Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 2 Tahun 2023, Andreas menekankan pentingnya penerapan standar mutu. Untuk kategori beras premium, kadar patahan maksimal 15%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, total butir rusak, kapur, atau merah/hitam maksimal 1%dan bebas benda asing.
“Jika kadar air beras di atas 14%, beras akan cepat basi. Ini berbahaya bagi konsumen,” kata Andreas.
Menurut regulasi tersebut, beras kepala adalah butir berukuran 0,8–1 dari butir utuh, sementara beras patah berada pada ukuran 0,2–0,8. "Campuran melebihi batas tersebut bisa menjadi indikasi pengoplosan dan pelanggaran standar mutu,"tegasnya.
Baca: Teknologi Kian Gerus Dunia Pekerjaan
Andreas juga mengingatkan para produsen beras premium agar tidak mengabaikan standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ia menyoroti adanya dugaan penyimpangan bobot kemasan yang sering ditemukan di lapangan.
“Kalau kemasannya 5 kg, isinya tidak boleh cuma 4,8 kg. Pemerintah sudah menetapkan HET dan standar mutu. Itu harus dijalankan,” ujarnya
Andreas menegaskan bahwa kejahatan di sektor pangan sama seriusnya dengan kejahatan kemanusiaan. Ia mendesak pemerintah, aparat, dan pelaku usaha agar tidak main-main dengan isu krusial ini.
“Ini bukan soal selera, tapi soal keselamatan dan hak dasar masyarakat. Jangan sampai warga membeli mahal, tapi dapat kualitas rendah. Itu penghinaan terhadap konsumen,” tutupnya.