Ikuti Kami

Aria Bima: Gagalnya Tata Kelola di Raja Ampat Mengoyak Kepercayaan Rakyat

Bukan hanya menyangkut kerusakan lingkungan, tetapi telah menjadi krisis tata kelola dan pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan sosial.

Aria Bima: Gagalnya Tata Kelola di Raja Ampat Mengoyak Kepercayaan Rakyat
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, menyoroti dengan tajam kondisi di Raja Ampat yang saat ini tengah terancam oleh ekspansi pertambangan nikel. 

Ia menyatakan bahwa persoalan tersebut bukan hanya menyangkut kerusakan lingkungan, tetapi telah menjadi krisis tata kelola dan pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan sosial.

“Sebagai bagian dari lembaga negara yang bertugas memastikan keadilan dan keberlanjutan, saya di Komisi II DPR RI memandang ini sebagai lebih dari sekedar isu lingkungan, tapi juga dari sisi keadilan, ketimpangan, dan kegagalan tata kelola. Realitas di lapangan menunjukkan izin usaha pertambangan di kawasan ini diberikan oleh pemerintah daerah, tentunya sepengetahuan atau sepertujuan dari pemerintah pusat, khususnya dari Kementerian ESDM. Padahal jelas-jelas wilayah ini dilindungi oleh Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” kata Aria Bima, Minggu (6/7).

Ia juga menyebutkan bahwa dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Raja Ampat sendiri, kawasan tersebut tidak diperuntukkan untuk kegiatan pertambangan. Namun kenyataannya, kegiatan eksploitasi sumber daya alam tetap berlangsung dengan mengabaikan hak-hak masyarakat adat.

“Bahkan dalam RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah Raja IV sendiri, kawasan ini tidak diperuntukkan untuk kegiatan tambang. Yang lebih menyedihkan, banyak masyarakat adat Papua sebagai pemilik sah tanah ulayat tidak diajak bicara, padahal mereka yang selama ini menjaga alamnya dengan penuh kearifan. Mereka hidup dari laut, dari hutan, dari hubungan yang lestari dengan tanah leluhur mereka,” ujarnya.

Legislator senior PDI Perjuangan tersebut menekankan bahwa krisis yang sedang dihadapi Raja Ampat tidak hanya akan berdampak pada lingkungan dan ekonomi lokal, melainkan juga mengoyak kepercayaan masyarakat terhadap negara.

“Kondisi ini juga tidak hanya mengancam ekowisata yang justru menjadi tumpuan ekonomi lokal, tapi juga memperlebar jurang ketimpangan dalam tata kelola sumber daya alam. Apalagi ketika muncul dugaan keterlibatan sejumlah elit nasional yang terhubung dengan korporasi tambang. Ini tentu memperparah persepsi bahwa kepentingan oligarki lebih didahulukan dibanding kelestarian lingkungan dan hak masyarakat Papua,” ungkapnya.

Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah bentuk nyata dari “luka kolektif” karena hak partisipasi masyarakat diabaikan dan prinsip free, fair and informed consent tidak dijalankan.

“Disinilah kita menghadapi luka kolektif. Hak partisipasi masyarakat terabaikan, prinsip free, fair and informed consent tidak dijalankan. Maka yang kita hadapi kini bukan sekedar pelanggaran administratif, melainkan krisis tata kelola di mana semangat penindungan lingkungan dikalahkan oleh kepentingan jangka pendek yang mengapekan keberanjutan,” tutur Aria Bima.

Ia menutup pernyataannya dengan penekanan bahwa secara moral, kondisi ini telah melukai nilai luhur bangsa.

“Dan secara moral, hal ini melukai semangat keadilan sosial yang menjadi nilai luhur dalam Pancasila,” pungkasnya.

Quote