Ikuti Kami

Aria Bima: PDI Perjuangan Masih Mengkaji Opsi Terkait Putusan MK

Menurutnya, kajian masih terus dilakukan oleh internal partai bersama Ganjar Pranowo.

Aria Bima: PDI Perjuangan Masih Mengkaji Opsi Terkait Putusan MK
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menegaskan bahwa partainya belum menentukan sikap terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal. 

Menurutnya, kajian masih terus dilakukan oleh internal partai bersama Ganjar Pranowo.

“Sampai hari ini, PDI Perjuangan masih belum ada opsi. Karena sifatnya ini hal yang menyangkut strategis dan juga menyangkut ideologis, maka sampai hari ini masih dikaji oleh pak Ganjar Pranowo yang membidangi pemerintahan daerah dan otonomi daerah,” kata Aria, Senin (7/7/2025).

Lebih lanjut, ia menyebut PDI Perjuangan masih mencermati implementasi undang-undang ke depan pasca putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, serta memperhatikan respons dari berbagai partai politik lain. 

Aria menekankan bahwa PDI Perjuangan akan mengedepankan asas konstitusionalisme dalam merespons keputusan tersebut.

“Tapi sekali lagi bahwa aspek konstitusionalitas keputusan MK itu menjadi acuan penting buat PDI Perjuangan, yang mana bahwa di dalam proses kita membangun konsultasi demokrasi itu tidak bisa setback atau mundur,” tuturnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Dede Yusuf Macan Effendi, juga menyampaikan bahwa partainya masih melakukan kajian mendalam terhadap implikasi dari putusan MK tersebut. Ia menyatakan bahwa Partai Demokrat belum mengambil posisi pro atau kontra.

“Fraksi Demokrat belum pada posisi untuk mengatakan pro dan kontra karena akan melakukan kajian. Begini, kajian-kajian yang dilakukan konteksnya adalah kita harus berbicara dulu. The origin of power,” ujar Dede kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (7/7/2025).

Dede menjelaskan bahwa Demokrat ingin mengetahui lebih dalam apa dasar dari keputusan MK tersebut. Menurutnya, karena ini menyangkut konstitusi, maka diperlukan kajian menyeluruh terhadap dampak dan implikasinya.

“Nah kajian seperti inilah yang kemudian harus kita hitung secara cermat. Ini bukan soal siapa diuntungkan atau siapa dirugikan. Karena kalau kami, mau dipisah oke, enggak dipisah juga oke,” tuturnya.

“Poinnya adalah apakah ini menyalahi mandat yang sudah diberikan oleh rakyat? Jadi kembali ke undang-undang. Ini masih kajian, gitu saja,” sambung Dede.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa pemilihan umum nasional dan daerah diselenggarakan secara terpisah dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan. Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil kepala daerah.

Quote