Ikuti Kami

Eva Sundari: Kreativitas & Inovasi RI Masih Sangat Rendah

Indeks inovasi Indonesia masih di ranking 5 terbawah di dunia.

Eva Sundari: Kreativitas & Inovasi RI Masih Sangat Rendah
Eva Sundari, MA, MDE, Direktur Institut Sarinah dalam seminar Revolusi Mental di kalangan generasi muda pelaku seni budaya digelar oleh Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (LINKKAR) didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK) dengan tema “Internalisasi Nilai Revolusi Mental Membentuk Karakter Pelaku Seni yang Berkepribadian Dalam Kebudayaan”, Rabu (10/11).

Jakarta, Gesuri.id - Eva Sundari, MA, MDE, Direktur Institut Sarinah mengatakan untuk menyikapi perubahan zaman yang sangat cepat, Indonesia harus mampu kreatif dan berketerampilan. 

Karena, lanjutnya, indeks inovasi Indonesia masih di ranking 5 terbawah di dunia.

Baca: Amilan Hatta: Revolusi Mental Tujuan Kolektif Sebuah Bangsa

“Harusnya kita punya modal untuk ini karena kita punya Bhinneka Tunggal Ika, jadi sangat beragam namun sampai saat ini kreatifivitas dan inovasi kita masih sangat rendah,” ungkapnya pada seminar Revolusi Mental di kalangan generasi muda pelaku seni budaya digelar oleh Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (LINKKAR) didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK) dengan tema “Internalisasi Nilai Revolusi Mental Membentuk Karakter Pelaku Seni yang Berkepribadian Dalam Kebudayaan”, Rabu (10/11).

Revolusi Mental di masa digital saat ini membentuk SDM yang kreatif, inovatif, dan solusional.

Menurut Eva, dunia sudah mulai meninggalkan society 4.0 menuju society 5.0 sehingga masyarakat harus siap dengan peradaban digital yang bekerja dengan jaringan dan teknologi sehingga SDM yang baik sangat diperlukan dalam modal kerja. 

“Nilai strategis Revolusi Mental merupakan nilai yang telah ada sejak zaman nenek moyang kita. Masyarakat Indonesia dikenal sejak lama telah menggunakan cara kerjasama dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. Bentuk nilai gotong royong itu terdiri dari saling menghargai, kerjasama, solidartas, perilaku tolong menolong, berorientasi pada kebaikan bersama, dan berorientasi kepada rakyat banyak, ini yang harus kita bangkitkan kembali,” tegas Eva.

Di kesempatann yang sama, H. Hasanuddin S.Pd, selaku Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Sumbawa dalam paparannya mengajak masyarakat untuk berkarya sebagai jejak peradaban. 

“Tari Nguri direkayasa remaja di akhir Kesultanan Sumbawa, lalu tahun 1960 tari dipertunjukkan kepada Sultan Sumbawa yaitu Sultan Karudin III. Tari Nguri ini tetap kekal sampai saat ini, yaitu 61 tahun kemudian. Karya dihasilkan oleh etos kreativitas yang tinggi serta nilai lokal yang diambil sehingga mampu membudayakan Tari Nguri,” ungkapnya.

Baca: Prasetyo Pertanyakan Pinjaman Rp 2,8 T Untuk Formula E

Menurut Haji Ace sapaan akrabnya, setiap karya yang berakar dari nilai tradisi memiliki makna dan filosifi sehingga penting untuk digali agar karya yang dihasilkan bermuatan makna tidak hanya pertunjukan biasa yang hampa. 

“Sesama seniman dalam berkarya juga perlu saling apresiasi. Kerjasama yang baik perlu terus dikembangkan, misalnya kemarin pertunjukan karya seni di Poto yang berdampak positif untuk mendorong dibentuknya pertunjukan karya seni lain di Kab. Sumbawa yang saling bantu membantu tanpa harus mengkhawatirkan biaya,” ungkapnya.

Quote