Jakarta, Gesuri.id - Polemik seputar perkara Harun Masiku kembali mencuat ke publik seiring dengan keterlibatan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam proses hukum yang tengah berjalan.
Menanggapi desakan eks penyidik KPK, Yudi Purnomo, agar Majelis Hakim mengeluarkan Febri Diansyah dari ruang sidang lantaran pernah terlibat dalam ekspose perkara Harun Masiku pada tahun 2020, PDI Perjuangan menyampaikan tanggapan tegas.
“Pertama, itu ekspose lama, lebih dari lima tahun lalu. Hasil ekspose itu seharusnya sudah tidak relevan dengan perkara Hasto Kristiyanto saat ini,” kata Mohamad Guntur Romli, dikutip Selasa (22/4/2025).
Ia menjelaskan, ekspose tersebut sudah melalui proses pengadilan dengan dua putusan inkracht yang menyatakan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri bersalah serta menyebutkan secara jelas bahwa uang suap berasal dari Harun Masiku bukan dari Hasto Kristiyanto.
Ketiganya telah menjalani hukuman dan dinyatakan bebas. Namun, hingga kini Harun Masiku masih buron.
“Harusnya menjadi utang KPK untuk menangkap Harun Masiku, bukan justru mengalihkan perhatian dengan mengkriminalisasi Hasto yang tidak memiliki kaitan hukum dalam dua putusan pengadilan tahun 2020,” ucap Guntur.
Lebih lanjut, Guntur menyoroti ketidakadilan dalam penanganan perkara lain yang juga disebut dalam putusan pengadilan. Salah satunya adalah kasus suap Rp500 juta dari Rossa Muhammad Thamrin, yang disebut berasal dari Gubernur Papua Barat saat itu, Domingus Mandacan, namun hingga kini tidak ditindak oleh KPK.
Pihaknya juga mempertanyakan alasan di balik desakan untuk menyingkirkan Febri Diansyah dari posisi penasihat hukum Hasto.
“Febri sendiri sudah menjelaskan bahwa saat itu dia hanya membantu menyiapkan konferensi pers. Bahkan saat ekspose itu berlangsung, Febri bukan lagi Jubir KPK dan tidak memiliki akses khusus,” terang Guntur.
Guntur menyebutkan pernyataan Yudi Purnomo, yang kini menjadi ASN di Polri, juga kontradiktif. Sebab, Yudi pernah menyatakan bahwa Febri hanya memahami permukaan perkara Harun Masiku, tetapi kini terkesan ketakutan dengan kehadirannya di persidangan sebagai pembela Hasto.
“Ini jelas ada upaya-upaya kotor untuk menyingkirkan Febri dari tim penasihat hukum. Pertanyaannya: apa yang sebenarnya ditakutkan dari kehadiran Febri Diansyah?” tegas Guntur.
Selain itu, dalam sidang pada Kamis (17/4/2025), menurut Guntur, skenario melalui kesaksian Wahyu Setiawan untuk menyudutkan Hasto justru gagal. Wahyu mengakui bahwa keterangan dalam BAP hanya bersifat asumsi, yang secara hukum seharusnya tidak dijadikan dasar tuduhan.
“Baru kali ini, kesaksian berdasarkan obrolan merokok lima tahun lalu diklaim sebagai ‘bukti baru’. Ini adalah testimonium de auditu, kabar burung yang tidak sah sebagai alat bukti,” ujar Guntur.
Menurut Guntur, semua ini mempertegas bahwa kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto adalah pengadilan politik.
“Kasus ini adalah kasus lama yang didaur ulang, dan Hasto kini menjadi tahanan politik,” pungkasnya.