Ikuti Kami

Jadikan Semangat Bung Karno Dalam Pembangunan di Papua

Pembangunan harus merata dan persoalan ekonomi di Bumi Cendrawasih itu harus bisa diselesaikan sebaik mungkin.

Jadikan Semangat Bung Karno Dalam Pembangunan di Papua
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah menyarankan para pengambil kebijakan menjadikan semangat Bung Karno sebagai roh dalam merumuskan pendekatan pembangunan Papua. Pembangunan harus merata dan persoalan ekonomi di Bumi Cendrawasih itu harus bisa diselesaikan sebaik mungkin.
 
"Saya kira, Presiden Jokowi memiliki momentum yang tepat untuk menata kembali pembangunan Papua ke depan. Kesempatan ini kita harapkan menjadi titik balik pembangunan Papua menuju pembangunan yang berbasis SDM, budaya, dan lingkungan hidup," kata Said di Jakarta, Selasa (26/1).

Karena itu, Said berharap, seluruh pihak yang terlibat dalam merancang pembangunan Papua dengan pendekatan baru. Artinya, harus menyadari sepenuhnya tentang keunikan dan kekhasan Papua yang harus tetap terjaga dengan baik.

"Pembangunan yang tetap menjadikan Papua sebagai bagian tubuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sampai kapanpun, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Bung Karno," jelasnya.

Baca: DPR Minta Pemerintah Evaluasi Otsus Papua Secara Menyeluruh


 
Presiden pertama Indonesia Sukarno, tegas Said, berusaha keras merebut Papua dari cengkraman Belanda. Untuk itu, tekad Bung Karno tersebut harus menjadi roh dan semangat pembangunan Papua saat ini.
 
Bahkan Sukarno dalam 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' memandang Papua sebagai bagian dari tubuh Indonesia. "Apakah seseorang akan membiarkan salah satu anggota tubuhnya diamputasi tanpa melakukan perlawanan? Apakah seseorang tidak akan berteriak kesakitan, apabila ujung jarinya dipotong?" tegas Bung Karno, dalam bukunya seperti dikutip Said.
 
Menurut Said, kata-kata Bung Karno tersebut menunjukkan bahwa bagi Bangsa Indonesia, Irian Barat atau Papua adalah harga mati bagi NKRI. Karenanya, tidak boleh ada satu kekuatan asing pun yang datang dan mengganggu kedaulatan NKRI di Tanah Papua. Sejauh ini jelasnya, pelaksanaan dana otonomi khusus (otsus) Papua akan berakhir pada 2021 ini.
 
Hal ini diatur dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua.  Kondisi ini menjadi pembahasan pemerintah dan DPR serta pemerintah daerah dan DPR Papua dan Papua Barat sebagai representasi dan keterwakilan masyarakat Papua dan Papua Barat secara keseluruhan.
 
"Sehingga diharapkan lahir keputusan yang lebih baik, tidak sekedar memperpanjang dana otsus, tetapi kebijakan pembangunan yang lebih tepat dan sesuai dengan masyarakat Papua," terangnya.
 
Said menjelaskan isu mengenai keberadaan anggaran otsus untuk tiga provinsi, Aceh, Papua dan Papua Barat, bukan menjadi isu utama dalam setiap rapat penentuan anggaran otsus di Banggar DPR RI. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah memiliki konsep pembangunan yang sesuai dengan kearifan lokal.
 
Hal itu harus tergambar dalam kondisi masyarakat, budaya, dan lingkungan setempat yang sesuai dengan kerangka NKRI.  Sebab, siapapun tidak bisa memaksakan pembangunan di Papua harus sama dengan Provinsi lainnya. Pasalnya, ada ruang yang lebar bagi masyarakat Papua untuk terlibat dalam menentukan dan menjalankan proses pembangunannya.  
 
"Kami berharap, tiga kata kunci yaitu, manusia, budaya, dan lingkungan, harus menjadi ukuran keberhasilan pembangunan," tuturnya.

Baca: Hentikan Kegaduhan, Fokus Sejahterakan Rakyat Papua!
 
Ketua Bidang Perekonomian DPP PDI Perjuangan ini menerangkan berakhirnya pelaksanaan dana otsus menjadi momentum yang tepat  untuk melihat kembali proses penggunaan dana otsus. Dalam 20 tahun terakhir, alokasi dana yang sudah dikucurkan untuk pembangunan Papua selama 2005-2019 yang bersumber dari belanja pusat mencapai Rp205,02 triliun.
 
Dana otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) mencapai Rp126,48 triliun pada periode 2002-2020 dan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp580,93 triliun pada 2005-2019. Namun, besarnya anggaran tersebut belum sepenuhnya mampu mengangkat kehidupan masyarakat Papua, budaya masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup Papua.
 
"Dengan melakukan modifikasi dan pendekatan yang lebih komunikatif, partisipatif dan terbuka, saya optimistis kedepannya mampu memperbaiki pendekatan pembangunan Papua selama ini," tandasnya.

Quote