Jakarta, Gesuri.id - Gubernur Bali Wayan Koster menerima perwakilan masyarakat Desa Adat Serangan, Desa Adat Intaran, dan Desa Adat Sidakarya, di Gedung Kerthasaba, Rumah Jabatan Gubernur Bali Jayasabha, Denpasar, Rabu (4/6).
Didampingi perwakilan PT Dewata Energi Bersih, Gubernur Koster menjelaskan terkait rencana pembangunan Terminal LNG (Liquefied Natural Gas) di Pantai Sidakarya, Denpasar Selatan.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Koster menegaskan bahwa pembangunan terminal LNG merupakan bagian dari program Bali Mandiri Energi Bersih yang bertujuan mewujudkan ketahanan energi daerah, mendukung pencapaian Net Zero Emission 2045, dan menjaga kualitas lingkungan serta citra pariwisata Bali.
Program Bali Mandiri Energi merupakan inisiatif Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah melalui sumber energi bersih berbasis gas alam atau sumber energi bersih lainnya untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara dan solar, serta mendukung transisi energi nasional menuju ekonomi hijau dan pariwisata berkelanjutan.
Gubernur Koster mengatakan, saat ini Bali masih sangat bergantung pada pasokan listrik dari Jawa Timur melalui kabel bawah laut yang rentan terganggu. Kondisi darurat seperti blackout (pemadaman total) 12 jam yang pernah terjadi tidak boleh terulang. Oleh karena itu, infrastruktur energi lokal berbasis gas alam cair (LNG) menjadi kebutuhan mendesak.
"Bali adalah pulau kecil, destinasi wisata dunia, tidak boleh tergantung pada energi dari luar. Kita harus mandiri dengan energi bersih," tegas Gubernur Koster.
Dalam pertemuan itu, sejumlah tokoh masyarakat Serangan dan Sidakarya menyampaikan kekhawatiran terkait keamanan, kerusakan ekosistem laut, dan mata pencarian nelayan. Gubernur Koster menyampaikan bahwa seluruh proses pembangunan telah melalui kajian menyeluruh, termasuk oleh tim Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) Kementerian Lingkungan Hidup.
Jalur kapal pengangkut LNG sudah eksisting dan tidak melewati terumbu karang aktif, hanya datang setiap 42 hari, dan proses bongkar muat dilakukan dalam 24 jam. Pipa gas pun dipasang di kedalaman 15 meter, di bawah akar mangrove, tanpa mengganggu ekosistem. Pengerukan akan menggunakan teknologi ramah lingkungan seperti kapal hisap pasir dan kelambu lumpur untuk mencegah kekeruhan.
Gubernur Koster mengatakan, LNG berbeda dengan LPG, yakni tidak mudah meledak dan jika bocor akan menguap di udara.
"Saya tidak akan membiarkan pembangunan merugikan masyarakat atau represif. Semua proses harus jelas dan benar. Ini prinsip saya sebagai gubernur untuk menjaga Gumi Bali," ucapnya.
Selain aspek teknis dan lingkungan, Gubernur Koster meyakinkan bahwa pembangunan terminal LNG di Sidakarya juga memberikan potensi manfaat ekonomi bagi desa-desa di sekiarnya, termasuk peluang pendapatan dari penataan kawasan, pengelolaan dermaga wisata, serta kerjasama dengan BUMDes dan BUMDA.
Terminal LNG ini akan terintegrasi dengan PLTG Pesanggaran dan pembangkit baru di perbatasan Denpasar-Gianyar, dengan total kapasitas 1.550 MW pada 2029, sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan listrik Bali. Gubernur Koster menegaskan bahwa seluruh proses akan dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara aktif, dan pemerintah akan memastikan semua kepentingan warga dilindungi serta lingkungan tetap lestari.
Untuk diketahui, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq sebelumnya melakukan kunjungan langsung ke perairan Sidakarya, Selasa (27/5). Menteri Hanif menegaskan hasil Amdal proyek LNG ini akan menentukan apakah terminal tetap dibangun di perairan Sidakarya atau harus dipindah di lokasi lain di Bali.
“Kalau perizinan lingkungan tidak kuat maka perizinan usahanya tidak keluar. Jadi kita akan upayakan secepatnya mudah-mudahan kita akan running dalam waktu 2-3 bulan, saya minta ini sudah ada keputusan berlanjut atau tidak berlanjut,” kata Menteri Hanif di hadapan masyarakat Sidakarya yang ikut menyambut kedatangannya saat itu.