Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono soroti tren penurunan kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada semester pertama tahun 2025.
Ia menilai kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi perlu berbenah dengan membangun pola kerja kolektif, bukan sekadar mengandalkan figur sentral.
Menanggapi laporan yang menyebut realisasi pendapatan dan belanja APBD Jawa Barat tertinggal dibandingkan DIY Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat (NTB), Ono menyebut situasi ini sebagai alarm serius, mengingat posisi strategis dan potensi ekonomi Jabar yang sangat besar.
Baca: Ganjar Pranowo Hadiri Seminar Praktek Ideologi Pancasila
“Ini harus menjadi alarm. Jawa Barat adalah provinsi dengan potensi ekonomi terbesar kedua nasional, tapi justru tertinggal dalam kinerja keuangan daerah,” ucap Ono Surono.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri, hingga pertengahan 2025, Jawa Barat mencatatkan realisasi pendapatan sebesar 41,2 persen dan belanja 37,8 persen.
Angka ini kalah dari Yogyakarta yang sudah mencapai 45,7 persen (pendapatan) dan NTB dengan 47,1 persen.
Ono menekankan bahwa penurunan ini bukan hanya soal anggaran, tetapi berkaitan langsung dengan kualitas layanan publik, penyerapan program strategis, dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Kita perlu jujur melihat fakta. Ini bukan sekadar urusan anggaran, tapi menyangkut pelayanan publik, pengurangan pengangguran, pembangunan infrastruktur, dan kesejahteraan rakyat,” kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
Ono meminta Dedi Mulyadi tidak menjalankan pemerintahan secara individualistik, melainkan mengedepankan kerja sama dan kepemimpinan kolektif.
Baca: Ganjar Isi Pelatnas Tim Pilkada PDI Perjuangan
"Era saat ini menuntut kepemimpinan berbasis teamwork, bukan one man show. Kapasitas Gubernur tidak diragukan, tetapi harus dibarengi dengan pelibatan OPD, wakil gubernur, mitra DPRD, dan stakeholder lainnya secara intensif,” ujar Ono seperti yang dikutip melalui laman Pikiran Rakyat.
Menurutnya, Gubernur perlu memperkuat sistem perencanaan dan pengawasan, memberi ruang lebih besar bagi masukan dari bawah, serta mengaktifkan peran birokrasi berbasis keahlian, bukan sekadar pendekatan populis.
Atas nama lembaga DPRD, Ono menegaskan bahwa kritik yang disampaikan bukanlah bentuk oposisi politik, melainkan bagian dari fungsi pengawasan yang konstruktif.