Ende, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema) memiliki kesan khusus terhadap almarhum Pater Henri.
Rabu, (11/8) sore, Pater Henri Daros, SVD meninggal dunia di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dimata Ansy, Almarhum adalah sosok yang konsisten menulis dan mendokumentasikan kisah pembuangan Soekarno di Ende pada 1934-1938.
Kala itu, persahabatan dan diskusi Bung Karno dengan para pastor misionaris SVD berkontribusi bagi penggalian nilai-nilai Pancasila.
Baca: HUT Bung Hatta, Megawati Kisahkan Persahabatan Proklamator
"Tidak hanya itu, Pater Henri menjadi jembatan yang menghubungkan serentak merawat persahabatan historis antara putri Soekarno, Presiden Ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri dan SVD," ungkap Ansy.
Sebelum meninggal, sambung Ansy, pada 2018 Pater Henri menggagas pendirian Serambi Soekarno di Biara Santo Yosef milik Kongregasi Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD) di Ende.
Ansy, yang juga Politisi asal NTT ini mengungkapkan, kekaguman almarhum kepada Soekarno berawal sejak ia mengenyam pendidikan di SMP Seminari Pius XII Kisol.
Adalah Bruder Arnold Streng, SVD yang kala itu mengurus pertanian milik Seminari Kisol, memiliki banyak rekaman koleksi pidato Bung Karno. Dan atas izin pemimpin komunitas memutarkan pidato-pidato tersebut kepada para siswa di saat senggang. Atau, saat pidato Presiden Soekarno sebagai presiden, para siswa Seminari dikumpulkan untuk mendengar langsung dari radio.
"Pengenalan almarhum kepada Bung Karno makin mendalam ketika ia belajar Filsafat dan Teologi di Seminari Tinggi Filsafat dan Teologi, Flores Indonesia pada 1973-1977. Di sana, ia mendengar langsung dari saksi hidup, sekaligus teman diskusi Soekarno di Ende, yang kala itu menjadi dosen sejarahnya sendiri, yaitu Pater Dr. Mathias Van Stipout, SVD," ungkap Ansy.
Pater Henri juga mendengar cerita tentang kisah Soekarno, diskusi dan persahabatan Presiden Pertama Republik Indonesia itu dengan para pastor misionaris SVD dari Pater Adriaan Mommersteeg, SVD di Ende.
"Saat itu, Pater Stipout dan Pater Mommersteeg adalah pastor muda yang baru saja tiba di Ende dari Eropa. Sehingga saat senggang menemani Bung Karno berdiskusi, bertukar pikiran, bahkan membahas tonil-tonil yang ditulis Bung Karno di Ende," ujar Ansy.
Pater Henri juga fasih berbahasa Inggris, Italia, Jerman, dan Jepang. Ia menamatkan Pascasarjana Komunikasi Sosial di Universitas Gregoriana Roma Italia pada 1984-1985. Sebagian besar karya pelayanan adalah sebagai pastor, sebagai dosen, di antaranya Dosen Tamu Akademi Pengembangan Masyarakat (1981-1982), Dosen STFK Ledalero (1987-2002), Dosen STKIP Ruteng (1987-1991), Dosen Studi Indonesia, Departemen Studi Asia Universitas Nanzan, Nagoya Jepang (2000-2017).
Pada saat serentak, lanjut Ansy, Pater Henri mengabdikan dirinya dalam dunia pers, penerbitan dan percetakan buku. Ia pernah menjabat Direktur Utama Harian Flores Pos (1999-2002), Ketua Yayasan Surat Kabar Dian (1986-2002). Lewat penerbitan Nusa Indah dan surat kabar Dian, Pater Henri dan komunitas SVD aktif melakukan edukasi bagi masyarakat.
"Khusus sebagai Direktur Penerbitan Buku Nusa Indah (1986-2002) perlu ditekankan di sini, karena menjadi pintu masuk perkenalan almarhum dengan Ibu Megawati Soekarnoputri, pada akhir Desember tahun 1989. Ia menerima Ibu Megawati Soekarnoputri di Kantor Penerbit Nusa Indah Ende, saat-saat di mana rezim otoriter Soeharto sedang berkuasa," ujar Ansy.
"Pilihan itu sangat berisiko karena saat itu instansi pemerintah dan masyarakat diintimidasi untuk tidak berhubungan dengan hal-hal yang terkait dengan Presiden Soekarno. Ia melawan arus, menerima Ibu Megawati Soekarnoputri dan rombongan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Relasi tersebut terjalin erat hingga akhir hayatnya," ujar Ansy.
Maka, lanjut Ansy, Pater Henri Daros sesungguhnya merupakan sosok yang menyambung kembali hubungan historis luar biasa antara SVD dengan Bung Karno dan putri biologis-ideologisnya, Ibu Megawati Soekarnoputri.
Baca: Anies Ngotot Gelar Formula E, Kebijakan Tak Terukur!
Ansy mengungkapkan, alasan substansif almarhum menerima Ibu Megawati dan rombongan PDI kala itu didasarkan pada sikap kritis dan ketidaksetujuan Pater Henri kepada pengekangan kebebasan berpendapat di era Orde Baru.
"Pater Henri mendukung kebebasan masyarakat sipil yang kritis terhadap otoritarianisme rezim Orde Baru," ujar Ansy.
Pater Henri, sambung Ansy, memang dikenal sangat multi-talenta. Almarhum dikenal sebagai intelektual, penulis, penyair, seni musik (gitaris), pemain bola, komponis-dirigen handal, dan memiliki kemampuan memimpin tentunya.
"Gaya bicaranya tenang, terukur, dan logis. Teman-temannya mengenalnya sebagai pribadi yang cerdas, rendah hati, terbuka (toleran), dan sangat mencintai NKRI," ujar Ansy.
"Selamat Jalan Pater Henri Daros, SVD. Requiescat in Pace. Terima kasih telah aktif memublikasikan gagasan-gagasan besar Bung Karno mengenai Pancasila, kebangsaan dan kebhinekaan Indonesia. Bung Karno riang gembira menyambut di Keabadian," tambah Ansy.