Ikuti Kami

Perpanjangan Jabatan Presiden Takkan Disetujui Parlemen

Adian pun mempertanyakan, sebenarnya Perpanjangan Masa Jabatan Presiden itu merupakan kehendak Rakyat atau bukan. 

Perpanjangan Jabatan Presiden Takkan Disetujui Parlemen
Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu.

Jakarta, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu menanggapi pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengklaim punya data aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan penundaan Pemilu 2024.

Adian pun mempertanyakan, sebenarnya Perpanjangan Masa Jabatan Presiden itu merupakan kehendak Rakyat atau bukan. 

Kalau kehendak Rakyat di ukur dari suara partai berdasarkan kursi perwakilan Rakyat yang menyerap aspirasi dari Rakyat melalui seluruh struktur partai hingga Rt/Rw, maka menurut Adian kecil harapan perpanjangan masa jabatan Presiden untuk di setujui Parlemen. Sebab, partai yang menolak menguasai mayoritas kursi dengan total 388 kursi, sementara yang setuju hanya 187 kursi.

Baca: Repdem Tolak Penundaan Pemilu & Jabatan Presiden 3 Periode

"Kalau alat ukur kehendak Rakyat di cerminkan dari hasil survey maka LSI sudah mengeluarkan hasil survei dan terbukti bahwa 70,7% masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sementara 20,3 masyarakat menginginkan sebaliknya," ungkap Adian. 

Adian mempertanyakan apabila menurut Muhaimin Ketua PKB dan Luhut Binsar Panjaitan, berdasarkan Big Data  disimpulkan bahwa 60% Rakyat setuju  perpanjangan masa jabatan Presiden dan 40% sisanya menolak.

"Kenapa hasilnya berbanding terbalik? Apakah karena presentase Survei di paparkan secara lengkap oleh lembaga independen sementara hasil Big Data di paparkan oleh ketua umum partai dan politisi yang sudah pasti tidak indenpenden dan pasti juga sarat kepentingan politik," ujar Aktivis 98 itu. 

Adian menegaskan, paparan Survei lengkap sekali. Sementara paparan Big Data hanya di sampaikan dalam pernyataan politisi tanpa publikasi resmi yang detail di semua media. 
Dan paparan politisi itu hanya menyebutkan bahwa Data dari 100 juta pengguna sosial media menunjukkan 60% mendukung, 40% menolak.

"Sama sekali tidak di sebutkan data tersebut dari Big Data berasal  Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, Snapchat atau apa ? 
Dalam penyampaian hasil Big Data juga tidak ada paparan yang secara ilmiah menjelaskan metodeloginya bagaimana, angka 100 juta itu dari mana saja dan rentang waktu nya berapa lama, jenis kelamin, tingkat ekonomi, wilayah hingga margin error termasuk lembaga mana yang mengelola Big Data tersebut apakah Lembaga Independen, BIN, BRIN, Menkominfo, Badan Siber atau apa sebagaimana  paparan hasil Survey yang lengkap dan detail hingga kadang bisa sampai 25 bahkan 40 halaman," papar Adian. 

Kenapa paparan tersebut penting? Sebab menurut Adian, rakyat tidak bisa di klaim semena mena, seolah semua atas kehendak Rakyat.
Sementara berdasarkan data, total Rakyat pengguna internet di Indonesia ada sekitar 201.800.000 jiwa dari 273.870.000 jiwa atau sekitar 73,7 %. 

"Sementara pengguna sosial media yang menjadi basic pengambilan data terdiri dari 139.000.000 pengguna youtube, 130.000.000 pengguna Facebook 99.000.000 pengguna instagram, 92.000.000 pengguna tiktok dan 18.000.000 pengguna Twitter. Total 478.000.000 akun sosial media atau hampir dua setengah kali jumlah penduduk pengguna Internet di Indonesia," ujar Adian 

Adian mengatakan, sebaiknya semua pihak menunggu sama sama paparan ilmiah dari instasi yang mengelola dan menganalisa Big Data tersebut. Itu pun bila ada dan obyektif.

"Sambil menunggu, mari kita lihat bagaimana Rakyat Indonesia hari ini, Minyak Goreng Langka dan Mahal, Bahan Bakar Minyak naik, Gas Elpiji juga naik, Pandemi yang tak berhenti membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, meningkatnya kriminalitas, banyaknya anak putus sekolah dan lainnya. Sebagai bagian dari komunitas dunia kita menyadari adanya berbagai ancaman perang dari berbagai sebab yang juga penting untuk di pikirkan," ujar Adian. 

Baca: Jika Jabatan Presiden Diperpanjang Jokowi Bisa Babak Belur

Dari situasi-situasi itu, sambung Adian,   Para Menteri dan Partai Koalisi seharusnya fokus untuk bahu membahu menyelesaikan masalah masalah tersebut daripada sibuk melemparkan wacana yang tidak terkait dengan tupoksi jabatan dan keinginan Partai, yang tak melulu soal mengejar jabatan.

"Dari perdebatan soal wacana perpanjangan masa jabatan Presiden ini, kadang sering miris terfikir, 'Apa iya  perpanjangan masa jabatan Presiden lebih penting dari pada menyelamatkan  Rakyat?'," ujar Adian. 

Bagaimana sikap Presiden Jokowi terhadap isu isu ini? 

"Hmmm sebatas yang saya ketahui 3 bulan lalu tanggal 23 Desember 2021 dalam sebuah pertemuan kecil, Presiden sama sekali tidak bicara tentang mengubah Konstitusi apakah itu menjadi 3 periode atau perpanjangan masa jabatan. Yang ada justru bicara tentang konflik pertanahan, pandemi, pertambangan dan beberapa waktu ngobrol ringan tentang hasil survei beberapa calon Presiden tentunya dengan jadwal pemilu tetap tahun 2024," papar Adian.

Quote