Ikuti Kami

Totok Hedi Santosa Serap Aspirasi di Yogyakarta Soal Pendidikan Gratis

BAM menyerap aspirasi langsung dari para pemangku kepentingan pendidikan daerah.

Totok Hedi Santosa Serap Aspirasi di Yogyakarta Soal Pendidikan Gratis
Dalam kunjungan kerjanya ke Yogyakarta, Senin (7/7/2025), BAM menyerap aspirasi langsung dari para pemangku kepentingan pendidikan daerah.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Totok Hedi Santosa, menegaskan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan aspek pembiayaan secara cermat apabila kebijakan pendidikan gratis akan diberlakukan secara nasional.

Dalam kunjungan kerjanya ke Yogyakarta, Senin (7/7/2025), BAM menyerap aspirasi langsung dari para pemangku kepentingan pendidikan daerah.

Salah satu perhatian utama adalah bagaimana kebijakan tersebut dapat dijalankan tanpa mengorbankan kualitas pendidikan, terutama di sekolah swasta.

"Pertemuan tadi pada dasarnya bertujuan memahami lebih dalam bagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pendidikan gratis itu bisa dijalankan di daerah, khususnya di Yogyakarta," kata Totok saat ditemui usai pertemuan di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan.

Ia menjelaskan, pihaknya telah berdialog dengan berbagai pihak, termasuk dinas pendidikan, pengelola sekolah negeri dan swasta, serta lembaga pendidikan dari seluruh kabupaten dan kota di DIY. Salah satu temuan penting yang mencuat adalah belum meratanya dukungan anggaran, bahkan di kabupaten seperti Gunungkidul, BOSDa (Bantuan Operasional Sekolah Daerah) belum tersedia.

"Yang paling menarik bagi saya, sekolah-sekolah swasta di Jogja ternyata mendapatkan pengakuan dari dinas dan menjadi orientasi utama masyarakat. Mereka bukan sekadar pelengkap, tetapi justru menjadi tumpuan utama," ujar Totok. 

Ia mencontohkan SD Muhammadiyah Sapen yang disebut sudah penuh hingga 2031, bahkan sudah di-booking sejak sekarang. 

“Ini menunjukkan betapa tingginya kepercayaan masyarakat kepada sekolah swasta berkualitas."

Namun, lanjutnya, tantangan terbesar sekolah swasta adalah soal pembiayaan. Untuk menjaga mutu, selama ini sekolah swasta di DIY menerapkan sistem subsidi silang. 

“Ada sekitar 10 persen dari kalangan mampu, ada yang menengah, dan ada juga yang dari keluarga kurang mampu. Sistem ini mereka kelola sendiri agar kualitas tetap terjaga," katanya.

Menurut Totok, jika pendidikan dasar harus sepenuhnya gratis, maka pemerintah wajib mengganti biaya operasional sesuai realitas di lapangan. 

"Mereka tidak menolak pendidikan gratis. Tetapi kalau anggaran dari pemerintah disamaratakan dan tidak sesuai dengan kebutuhan riil, maka kualitas pasti menurun. Itu bukan ancaman, tapi realita teknis,” tegasnya.

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan SD Muhammadiyah Sapen bahkan menyebut biaya operasional tahunan mereka mencapai hampir Rp 28 miliar. Jika kebijakan pendidikan gratis diterapkan tanpa dukungan dana pengganti yang setara, sekolah tidak mungkin mempertahankan mutu seperti yang ada sekarang. 

"Kalau mau gratis, silakan saja. Tapi pemerintah harus menanggung penuh, bukan hanya sebagian," ujar Totok.

Totok juga menekankan bahwa hasil kunjungan kerja ini akan dilaporkan oleh masing-masing anggota BAM sesuai bidangnya. Untuk isu pendidikan, hasil akan diteruskan ke Komisi X DPR RI. 

“Tadi kami juga diingatkan, jangan hanya menulis yang bagus-bagus dalam laporan, tapi juga sampaikan persoalan-persoalan kronis yang nyata di masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan bahwa hingga saat ini BAM belum menerima penjelasan detil terkait skema anggaran nasional untuk pendidikan gratis tersebut. 

“Kami masih mengumpulkan informasi. Kami baru dilantik Oktober lalu. Persoalan di Indonesia sangat banyak, dan ini baru salah satunya. Kami harap Komisi X bisa mendalaminya lebih serius,” tambahnya.


Menutup pernyataannya, Totok menyarankan agar masyarakat menanyakan langsung kepada Kementerian Pendidikan terkait teknis pelaksanaan kebijakan ini. 

“Kalau ditanya kapan diberlakukan, atau siapa Menteri Pendidikan sekarang, saya sendiri tidak tahu. Tapi kami akan terus dorong agar aspirasi daerah seperti Yogyakarta ini benar-benar didengar,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Paniradya Pati Paniradya Keistimewaan DIY, Aris Eko Nugroho, menegaskan bahwa masukan dari BAM DPR RI sangat penting dalam menilai kesiapan daerah terhadap kebijakan nasional. 

“Badan Aspirasi Masyarakat meminta masukan serta informasi kondisi riil dari pemerintah daerah terkait putusan MK mengenai pendidikan gratis. Dan kami sampaikan bahwa jika benar-benar diterapkan, maka aspek pendanaan harus menjadi perhatian serius pemerintah,” ujar Aris.

Ia menyoroti ketimpangan kemampuan fiskal antara daerah, serta perbedaan kapasitas antar sekolah negeri dan swasta. 

“Jika pendanaannya hanya mengandalkan APBD, dikhawatirkan tidak dapat didanai secara optimal karena keterbatasan fiskal daerah,” ujarnya.

Pemerintah daerah, lanjut Aris, tetap berkomitmen menjaga mutu layanan pendidikan. Namun ia menegaskan, pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis secara nasional perlu mempertimbangkan realitas keuangan masing-masing daerah dan struktur penyelenggara pendidikan yang majemuk.

Totok menambahkan, hasil pertemuan di Yogyakarta akan dirangkum dalam laporan oleh masing-masing komisi di BAM DPR RI, dengan isu pendidikan akan disampaikan secara khusus ke Komisi X DPR RI. Ia berharap laporan tersebut tidak hanya memuat data positif, tetapi juga memuat persoalan kronis yang dihadapi daerah.

“Persoalan di Indonesia ini sangat banyak. Pendidikan gratis ini hanyalah salah satunya. Kami berharap Komisi X benar-benar mendalami dan memformulasikan solusi yang kontekstual dan tidak menyamaratakan,” pungkas Totok.

Quote