Jakarta, Gesuri.id - Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike, menyatakan bahwa Gerakan Menabung Air idealnya dijadikan sebagai gerakan nasional.
Menurutnya, gerakan ini memiliki peran penting dalam membentuk pola pikir positif dan kesadaran kolektif untuk menjaga dan mengelola sumber daya air secara bijak.
“Dengan Gerakan Menabung Air, pola pikir positif akan terbentuk bahwa air itu amanah dari Allah yang harus dikelola dan didayagunakan sebaik-baiknya,” ujar Yuke, beberapa waktu lalu.
Yuke menekankan bahwa air tidak hanya dibutuhkan untuk kebutuhan dasar seperti minum, mandi, dan bersuci, tetapi juga dapat dimanfaatkan lebih luas, seperti untuk sistem pertanian dan pembangkit listrik.
Ia bahkan menyampaikan bahwa jika potensi air dikelola dengan optimal, Indonesia bisa menjadi negara pengekspor air ke wilayah-wilayah yang kekurangan, seperti negara-negara padang pasir.
“Idealnya, Indonesia menjadi pengekspor air ke negara-negara padang pasir jika bisa memanfaatkannya secara optimal,” tambah politisi PDI Perjuangan itu.
Menurutnya, Gerakan Menabung Air juga merupakan salah satu cara konkret untuk meminimalisasi potensi bencana, khususnya banjir yang sering melanda wilayah perkotaan. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama menyukseskan gerakan ini.
“Kita semua, harus tergerak menyukseskan Gerakan Menabung Air agar potensi musibah banjir dapat diminimalisasi,“ tuturnya.
Dalam rangka mewujudkan gerakan tersebut, Yuke mendorong agar setiap lingkungan RT/RW dan kelurahan memiliki ruang terbuka hijau (RTH), sumur resapan, serta lubang biopori yang bisa difungsikan sebagai bank air.
Ia menyoroti program Pemprov DKI yang tengah membahas pemanfaatan lahan-lahan terlantar menjadi RTH bersama DPRD.
“Program tersebut kini sedang dibahas dengan DPRD,“ ungkap Yuke.
Ia menegaskan bahwa gerakan ini harus diaktualisasikan secara efektif dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat agar memiliki kesadaran ekologis yang kuat.
Gerakan Menabung Air, kata Yuke, adalah budaya konstruktif yang ramah terhadap air dan bumi.
“Sebab, gerakan tersebut merupakan budaya konstruktif ramah air. Sekaligus langkah strategis dan efektif menyelamatkan bumi dan umat manusia dari ancaman banjir atau kekeringan. Termasuk ancaman krisis pangan dan krisis kemanusiaan,” pungkasnya.