Ikuti Kami

Yulian Dukung Dihapusnya Skema Power Wheeling di RUU EBT

Adanya skema tersebut dinilainya akan merugikan negara yang berimbas pada akses listrik yang tidak merata.

Yulian Dukung Dihapusnya Skema Power Wheeling di RUU EBT
Anggota Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar mendukung dihapusnya pasal skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Adanya skema tersebut dinilainya akan merugikan negara yang berimbas pada akses listrik yang tidak merata. Apalagi, prioritas pemerintah saat ini menurutnya bagaimana meningkatkan rasio elektrifikasi, terutama bagi daerah terpencil.

“Untuk saat ini, tugas yang sangat prioritas bagi pemerintah adalah bagaimana mengaliri listrik ke daerah terpencil, di tengah kondisi over supply listrik yang biayanya ditanggung negara, bukan skema power wheeling. Apalagi skema tersebut melanggar UUD 1945, UU Ketenagalistrikan, dan keputusan Mahkamah Konstitusi,” katanya, dalam keterangan tertulis, Selasa (24/1).

Baca: Nasyirul Falah Amru Apresiasi SKK Migas

Gunhar menambahkan, penerapan skema power wheeling berpotensi membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan nonorganik hingga 50 persen.
 
Sehingga, menurutnya PLN akan menghadapi over supply (kelebihan pasokan PLN) yang akan semakin melebar dengan dibolehkannya swasta menjual listrik langsung ke masyarakat.

“Penurunan pelanggan ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan listrik yang harus dibayarkan PLN,  tapi juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Dampaknya dapat membuat APBN membengkak untuk membayar kompensasi kepada PLN, sebagai akibat tarif listrik PLN di bawah HPP dan harga keekonomian,” ujarnya.

Lebih lanjut, legislator PDI Perjuangan itu menilai power wheeling pada akhirnya juga merugikan rakyat karena mekanisme penetapan tarif listrik yang diserahkan kepada pasar. Menurutnya skema ini bisa dianggap sebagai bentuk liberalisasi kelistrikan yang melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, karena menyerahkan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti listrik kepada pasar.

Baca: Darmadi Kritisi Kinerja Ekspor Tanah Air Tahun 2022

“Dengan diserahkannya tarif listrik pada mekanisme pasar, maka saat demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan, tanpa peduli kondisi ekonomi yang dihadapi rakyat,” tandasnya.

Dengan penghapusan skema power wheeling dari RUU EBT, Gunhar pun meminta DPR untuk terus mengawal dan mengawasi, sehingga proses pembahasan RUU EBT tetap sesuai dengan DIM, dan tidak ada lagi penyelundupan pasal serupa power wheeling.

“Ingat selalu pesan Bung Karno untuk waspada terhadap kebangkitan neokolim dalam bentuk liberalisasi listrik. Jadi, sebaiknya RUU EBT fokus saja mengatur bagaimana Indonesia mampu mengurangi ketergantungan pada energi fosil, yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan pemanasan global,” pungkasnya.

Quote