Ikuti Kami

Wacana Evaluasi Pemilu Langsung Perlu Direspon

Pelaksanaan Pilkada langsung yang diungkapkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, harus direspon partai politik dan kalangan di parlemen.

Wacana Evaluasi Pemilu Langsung Perlu Direspon
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah. (Foto: ElvaNurulPrastiwi/Gesuri.id)

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang ingin mengevaluasi Pilkada langsung patut untuk direspon oleh partai-partai politik, serta lembaga lainnya demi memperbaiki demokrasi.

Dengan begitu, lanjut Basarah, akan tercipta Pilkada yang tepat dan sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia dewasa ini.

Baca: PDI Perjuangan Dukung Kritik Tito Terhadap Pemilu Langsung

"Saya kira pandangan itu yang harus dikaji untuk sama-sama mencari solusi terbaik agar prinsip negara demokrasi tetap berjalan tetapi demokrasi itu bukan cuma sekedar proses tapi juga output," kata Basarah di Gedung Nusantara III, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/11).

Basarah pun menghormati usulan Mendagri yang ingin mengevaluasi Pilkada langsung. Menurut Basarah, Tito berpandangan bahwa Pilkada langsung memiliki banyak kelemahan.

"Dengan berbagai pertimbangan yang beliau lakukan bahwa Menteri Dalam Negeri menyimpulkan Pilkada serentak langsung yang dilaksanakan bangsa Indonesia sebagai pilihan cara memilih kepala daerahnya beliau anggap masih memiliki kelemahan-kelemahan disana-sini. satu diantaranya biaya politik yang tinggi, kemudian cost sosial yang juga tidak murah, akhirnya beliau mengusulkan untuk dievaluasi," kata Basarah.

Baca: Demokrasi di Indonesia Dikuasai Pemilik Modal

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini. Sebab sebagai mantan Kapolri ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.

"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," katanya.

Quote