Ikuti Kami

Aria Bima: Sriwetari Bukan Sekadar Hiburan, Tapi Ruang yang Merajut Nilai-Nilai Luhur Bangsa

Ia menyebut Sriwetari bukan sekadar hiburan, tetapi ruang yang merajut nilai-nilai luhur bangsa.

Aria Bima: Sriwetari Bukan Sekadar Hiburan, Tapi Ruang yang Merajut Nilai-Nilai Luhur Bangsa
Wakil Ketua Komisi ll DPR RI Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi ll DPR RI Aria Bima mengajak masyarakat untuk kembali mengapresiasi wayang orang Sriwetari sebagai salah satu warisan budaya penting yang telah bertahan lebih dari satu abad. 

Ia menyebut Sriwetari bukan sekadar hiburan, tetapi ruang yang merajut nilai-nilai luhur bangsa.

“Kawan-kawanku sekalian, selamat datang di ruang cerita. Tempat di mana kisah, kenangan, dan nilai-nilai luhur kita rajut bersama. Izinkan, hari ini saya mengajak kawan-kawan sekalian menyelami jejak wayang orang Sriwetari,” kata Aria Bima, dikutip pada Senin (22/9/2025).

Ia menekankan bahwa Sriwetari adalah simbol ketangguhan budaya yang diwariskan lintas generasi.

“Bukan sekedar terpanggung hiburan, tapi taman jiwa, tempat sejarah, dan harapan diwariskan lintas generasi. Jika malam turun di kota Solo, suara gamelan dari Sriwetari seakan mengiringi pesan melintas zaman. Bahwa seni bukan sekedar hiburan, melainkan cermin daya tahan martabat dan kebijaksanaan manusia,” ujarnya.

Menurut Aria Bima, wayang orang Sriwetari telah menjadi saksi perjalanan panjang budaya Jawa, bertahan meski menghadapi pasang surut sejarah.

“Inilah kisah wayang orang Sriwetari. Lebih dari satu abad, ia bertahan sebagai penjaga tradisi, saksi perjalanan budaya yang kadang gemilang, kadang harus menapak dalam kerendahan. Wayang orang ini berakar di kagipaten Mangkunadara,” jelasnya.

Ia menggambarkan kemegahan pementasan wayang orang di masa lalu.

“Dari panggung-panggung agung, upacara istana, hingga menjadi tontonan rakyat. Di masa Hamengkubono I dan VII di Yogyakarta, wayang Wong dipentaskan hingga 4 hari berturut-turut dengan 300 sampai dengan 400 penari. Dari pagi hingga malam. Sebuah perayaan seni dan jiwa manusia yang memerlukan pengorbanan besar,” ujar Aria Bima.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa sejarah Sriwetari tak selalu berjalan mulus.

“Namun hidup tidak selalu lapar. Krisis gula dunia pada masa Mangkunagoro V menghantam keuangan kagipaten. Untuk menyehatkan kondisi keuangan kagipaten Mangkundegaran, pengelolaannya lalu diambil alih oleh pemerintah kolonial India-Belanda yang dimaksudnya adalah pengelolaan wayang orang,” terangnya.

Aria Bima menambahkan, kesenian ini bahkan sempat dihentikan di masa Mangkunagoro VI.

“Di masa Mangkunagoro VI, segala kegiatan seni pertunjukan di Mangkundegaran dihentikan. Barulah setelah kondisi keuangan kagipaten kembali sehat, pada masa Mangkundegaran VII, seni pertunjukan dihidupkan kembali,” pungkasnya.

Quote