Ikuti Kami

Ganjar Bawa Nama 'Mbah Bandinyem' di Komunitas Motor Demi Menebar Spirit

Ganjar menambahkan dengan membawa nama Mbah Bandiyem, komunitas motor tersebut akan menebar spirit persaudaraan dan kekeluargaan.

Ganjar Bawa Nama 'Mbah Bandinyem' di Komunitas Motor Demi Menebar Spirit
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ketika sedang menerima Mbah Bandiyem yang waktu itu menjadi tamu istimewa Gubernur jateng pada halalbihalal Lebaran 2018, di Kantor Gubernur Jateng, Semarang.(Dok. Humas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah)

Jakarta, Gesuri.id - Mbah Bandiyem pernah menjadi tamu istimewa Ganjar Pranowo di kantor gubernuran. Hal itu yang membuat Ganjar meminta izin kepada pihak keluarga untuk mengabadikan nama Mbah Bandiyem sebagai nama komunitas motor gubernuran, yakni "Group Montoran Bandiyem." 

"Minta izin, karena sayangnya kawan-kawan dengan Mbah Bandiyem, ingin menjadikan namanya sebagai nama klub motor, Group Montoran Bandiyem," pinta gubernur.

Ganjar menambahkan dengan membawa nama Mbah Bandiyem, komunitas motor tersebut akan menebar spirit persaudaraan dan kekeluargaan yang salah satu agendanya adalah wisata hati. Wisata hati yang dimaksud adalah berkeliling mengendarai motor dengan menyambangi lansia terlantar, anak yatim, serta warga tidak mampu di penjuru Jateng. 

Diketahui, Mbah Bandiyem, satu-satunya penjual buah asongan yang berjualan di Kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng), telah tutup usia pada 2019 lalu. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang turut kehilangan sosok Mbah Bandiyem. 

"Mbah Bandiyem itu sangat baik orangnya. Buat anak dan saudara yang ditinggal yang rukun, jangan berebut warisan, rukun juga dengan tetangga agar tentram hidupnya. Semua sama Mbah Bandiyem itu cinta)," kata Ganjar dalam bahasa Jawa. 

Mbah Bandiyem diketahui meninggal setelah sebulan sebelumnya sakit akibat kecelakaan.

Sempat dirawat di ortopedi tradisional, Mbah Bandiyem kemudian menjalani perawatan di rumah Pleburan, Semarang didampingi anaknya, Sani Sarah (45), hingga akhirnya Mbah Bandiyem dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. 

"Permintaan terakhir simbok (ibu), pengen dimakamkan di dekat ibu dan saudara-saudaranya di Klaten. Simbok juga memberi alasan, agar anak-anaknya tetap mengingat kampung halaman, karena kini anak-anaknya berpencar, tidak hanya di Klaten," kata Sani. 

Ada rasa campur aduk yang dialami sanak dan kerabat Mbah Bandiyem, termasuk Sani. Pasalnya, tepat lima hari sebelum kepergiannya, suami Mbah Bandiyem telah mendahului menemui Sang Khalik.  Sedih karena kedua orangtuanya telah tiada, di satu sisi juga takjub karena sedemikian lekatnya rasa tresna (cinta) kedua orang tuanya itu. 

"Meski sama-sama di Semarang, simbok dan bapak tidak tinggal satu rumah karena pekerjaan. Bapak (tinggal) di Jalan Borobudur Raya No 78 Manyaran, simbok di Pleburan. Tapi setiap seminggu sekali, beliau berdua ketemu. Simbok nyuwun dimakamkan dekat ibu dan saudara, meski bapak dimakamkan di Semarang," paparnya.

Mbah Bandiyem berjualan di Halaman Kantor Gubernur Jateng sejak 1955. Lima generasi gubernur "dikawal" Mbah Bandiyem. Dari sekian gubernur, Mbah Bandiyem semasa masih hidup mengaku gubernur yang paling diidolakannya adalah Ganjar Pranowo.

Quote