Ikuti Kami

Bangsa yang Besar, Mencintai Puspa Dan Satwa

Oleh: E.Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan untuk DPR RI, Dapil NTB 2

Bangsa yang Besar, Mencintai Puspa Dan Satwa
E.Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan untuk DPR RI, Dapil NTB 2

SETIAP tanggal 5 November kita menandai sebuah pengingat yang disebut Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN).

Menurut catatan, HCPSN ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1992. Jadi peringatan ini telah berulang sebanyak 26 kali. Bagaimana kita memaknai peringatan untuk yang ke 26 kalinya ini?

Keanekaragaman Hayati

HCPSN mengingatkan kita bahwa bumi Nusantara ini memiliki aneka ragam puspa dan satwa. Oleh karenanya cukup beralasan jika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity). 

Keanekaragaman hayati kalah popular dalam perbincangan dibandingkan keanekaragaman yang lain (suku, bahasa, seni budaya, tradisi). terlebih perbincangan dalam wacana sosial politik.

Menurut laporan tahun 2011, dari 9 juta atau lebih spesies total yang diperkirakan ada di Bumi, kita baru berhasil mendeskripsikan sekitar 1,2 juta. Bahkan di laut dalam terdapat sekitar 90 persen spesies yang tidak diketahui. Namun semuanya memiliki pola yang jelas bahwa kekayaan spesies makin meningkat dari kutub ke khatulistiwa. Kita tahu bahwa Indonesia ada di wilayah khatulistiwa. 

Salah satu definisi keanekaragaman hayati sebagai variabilitas di antara organisme hidup adalah keragaman ekosistem. Spesies berinteraksi satu sama lain dengan sinar matahari, udara, tanah dan air membentuk ekosistem. Dengan demikian ekosistem membentuk ‘layanan’ yang mendukung kehidupan, baik di dalam maupun di luar ekosistem. 

Manusia tidak bisa hidup tanpa layanan ini, yang meliputi udara bersih, air minum, penguraian limbah, dan penyerbukan tanaman pangan. Maka kita harus sadar bahwa kita sangat tergantung kepada keragaman ekosistem yang merupakan buah dari keanekaragaman hayati di setiap jengkal tanah air tercinta ini. 

Cinta puspa dan satwa adalah ungkapan yang harus berarti dalam bagi keragaman ekosistem yang mendukung kehidupan. Keanekaragaman hayati adalah ujud dari kebhinnekaan juga.

PENDIDIKAN LINGKUNGAN

Tidak pelak lagi bahwa HCPSN merupakan momen yang kesekian kalinya untuk membangkitkan sekaligus membangun kesadaran cinta puspa dan satwa yang berarti cinta Indonesia pula. Kecintaan tidak cukup pada pengenalan berbagai puspa dan satwa yang dilindungi Negara, atau seperangkat pemahaman terhadap keragaman ekosistem belaka.

Kecintaan terhadap lingkungan yang mendukung kehidupan insani harus ditanamkan dan dirasakan secara dini oleh anak bangsa yang terdidik. Maka pendidikan lingkungan adalah program yang mendesak di tengah kompetisi yang menomorsatukan inteligensi artifisial. Pengetahuan tentang puspa dan satwa belaka hanyalah artifisial. Pengenalan ekosistem _in situ_ sangat meningkatkan motorik anak didik menjadi aktif bergerak sekaligus membangun kerjasama yang membuat mereka saling berinteraksi antar sesama maupun antar spesies di bumi Indonesia ini. Kerjasama yang terbangun antar peserta didik yang melintas batas perbedaan ras, kelas, gender sangat diperlukan dalam kehidupan di dalam maupun di luar ekosistem. 

Setidaknya ada dua sasaran utama yang ingin diraih.

Pertama, membuka wawasan tentang kegiatan apa dan bagaimana yang ramah kepada keragaman ekosistem dan pada saat yang sama memahami aktivitas yang berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem. 

Kedua, lingkungan yang cenderung mengalami perubahan yang mengarah ke ketidakseimbangan alam, akan memancing ide-ide kreatif yang pada gilirannya mendulang upaya inovatif untuk menciptakan buah karya ilmu pengetahuan dan teknologi yang antisipatif dan selalu mutakhir. Iptek harus selalu didedikasikan untuk keberlangsungan kehidupan seluruh penghuni bumi. Tanpa kecuali.

BANGSA YANG MENGHARGAI ALAMNYA

Ironisnya, keanekaragaman hayati saat ini ibarat mengandung “harta karun”. Di berbagai belahan dunia termasuk di negara kita, manusia sedang dalam proses menghancurkannya atas motif ekonomi belaka. Profit yang didapat hanya dinikmati oleh segelintir pihak sedangkan kerusakan yang ditimbulkannya dialami oleh generasi berikutnya. Aktivitas itulah yang mempengaruhi perubahan iklim yang melanda dunia. Layanan yang mendukung kehidupan menjadi terganggu sehingga mempengaruhi ketahanan ekosistem. Berbagai penyakit baru pun muncul dan muncul lagi. 

Akhir kata, cinta puspa dan satwa adalah pemicu awal. Pengenalan keanekaragaman hayati yang luas memberi kita lebih banyak pilihan dalam menghadapi perubahan lingkungan yang cepat, apakah perubahan itu disebabkan oleh kondisi iklim, penyakit baru atau bahkan spesies invasif.  

Bangsa yang besar tidak hanya menghargai jasa para pahlawannya, tetapi menghargai juga alamnya tanpa harus menunggu gugurnya keanekaragaman hayati.

Quote