Ikuti Kami

HUT ke-51 PDI Perjuangan, Wong Cilik Adalah Kita

Wong cilik bukan hanya petani, yang nasibnya sekering kemarau panjang.

HUT ke-51 PDI Perjuangan, Wong Cilik Adalah Kita
Sofyan Rahman, Warga Negara Indonesia (WNI). 

Jakarta, Gesuri.id - Wong cilik tidak lagi mereka yang tersisih dalam struktur masyarakat feodal Jawa, mereka kini tak berhadapan lagi dengan kaum priyayi. Kini, wong cilik adalah kebanyakan kita yang tersisihkan oleh privilege yang dinikmati segelintir elit Republik ini. 

Wong cilik bukan hanya petani, yang nasibnya sekering kemarau panjang. Menghadapi kenyataan biaya tanam dan perawatan tak sebanding dengan hasil yang didapat di musim panen. Wong cilik bukan hanya nelayan yang terombang ambing badai kehidupan, dimana biaya melaut dihempaskan tragisnya hasil tangkapan. 

Wong cilik, bukan hanya kaum buruh, yang perannya selalu dibandingkan dengan kinerja mesin. Hanya mendapatkan panggung di tanggal 1 Mei untuk meng-orasikan keluhan, yang dihadapkan dengan hampanya jiwa kemanusiaan. 

Baca: Lima Kelebihan Gubernur Ganjar Pranowo

Wong cilik, bukan hanya mereka yang menyusuri jalanan, menjajakan dagangan dan jasa, yang hasilnya hanya cukup untuk bertahan hidup sehari saja. Wong cilik, bukan hanya mereka yang oleh Lembaga survey dipetakan sebagai kaum jelata. Wong cilik adalah kita, yang memiliki kesadaran untuk menjadi setara dalam kesempatan dan peluang. Sejajar untuk memperjuangkan kemakmuran yang berkeadilan dan menjalaninya dengan kesabaran revolusioner.

Wong cilik adalah kerumunan besar warga negara yang mengerumuni remah-remah yang tersisa dari potongan besar kue ekonomi yang habis dibagi segelintir elit. Termiskinkan tidak oleh kemalasan, tapi karena keadilan tidak terdistribusi merata ke seluruh ruang kehidupan. 

Wong cilik adalah buruh dan pegawai yang tetesan keringatnya tidak sepadan dengan hasil yang dibawa pulang ke rumah. Jam kerja dan resiko yang maksimal, hanya terbalaskan upah minimal, yang kenaikannya tersandera oleh penghambaan negara pada investasi. 

Wong cilik adalah kepala rumah tangga yang harus terus waspada, karena kualitas hidup keluarga terus menurun bersamaan dengan kenaikan inflasi. Energinya konsisten menurun sejalan dengan kenaikan harga komoditas utama.

Wong cilik adalah kaum Ibu yang berperan ganda, merawat keluarga sambil bekerja. Tak kehabisan akal menghadapi kenaikan harga, tak habis sabar menghadapi resiko tugasnya.
Wong cilik adalah para pemuka agama, penyeru tegaknya nilai kebaikan, yang harus berhadapan dengan derasnya dampak buruk konten digital yang merapuhkan sendi peradaban.  

Wong cilik adalah para pembayar pajak yang setia menunaikan kewajibannya, namun tanpa sadar dilucuti haknya oleh berbagai proyek yang hanya menguntungkan pemburu rente dan makelarnya belaka. 

Wong cilik adalah kaum terpelajar yang berjibaku berkontribusi untuk pembangunan, tapi hasilnya hanya diakui sebagai monumen keberhasilan rezim saja. 

Wong cilik adalah generasi muda yang kekayaan tanah airnya hanya bisa dinikmati sebagai cerita dan bunga lamunan saja. Sementara hasilnya hanya dinikmati mereka yang membubuhkan tanda tangan di atas lembaran kontrak pengelolaan bersama para kroninya.

Baca: Ganjar-Mahfud Bersilaturahmi ke Kantor KWI

Wong cilik adalah mereka yang punya cita-cita namun selalu menemukan jalan buntu untuk meraihnya. Tak jarang harus jalan berputar atau bahkan tersesat dan kehilangan arah untuk mewujudkannya.

Wong cilik adalah yang tak lelah bersuara, namun gaungnya hanya menghantam ruang hampa dan berbalik menghantam idealisme mengokohkan fragmatisme.

Wong cilik adalah kita, yang jembatannya menuju Indonesia emas harus terputus oleh banjir penghianatan pada konstitusi dan rasa keadilan.

Itulah wong cilik dalam bingkai ke-Indonesia-an, saat kita berbangsa dalam satu rasa dan bernegara demi satu cita-cita. Itulah nilai Wong Cilik yang dihimpun PDI Perjuangan, yang tak membelah tujuan sesuai bangunan piramida demography dan peta geography. Itulah yang menjadikan PDI Perjuangan selalu relevant, karena sejatinya perjuangan selalu meruang dalam tumbuhnya harapan dan berubahnya tantangan.

Jangan biarkan diri kita menggelandang, hidup hanya beralas harapan dan beratap kemarahan. Mari kembali ke rumah besar kita PDI Perjuangan, jadilah kekuatan untuk merawat nilai kemanusiaan. Jadilah nilai yang bisa mewarnai lukisan indah kebinekaan. Jadilah benih yang untuk menumbuhkan buah kemakmuran. Jadilah perlawanan untuk kesewenang-wenangan.

Dirgahayu PDI Perjuangan!

Jakarta, 7 Januari 2024

Oleh: Sofyan Rahman, Warga Negara Indonesia (WNI). 

Quote